Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Percakapan di Bawah Bendera, Puisi-puisi Madhur M Alif

Penulis: Madhur M Alif, penikmat sastra Amerika Latin sekaligus pendiri Komunitas Ritual Puisi (Foto: Dok/Ist).

Editor:

Percakapan di Bawah Bendera

Seorang anak bertanya pada bapaknya: apa itu negara pak?

Jasa Pembuatan Buku

Negara adalah air matamu saat menahan lapar ketika terbit matahari

Negara adalah maut yang mengubur ibumu saat menjual koran di bawah lampu merah

Sedang waktu itu kamu masih dalam perjanjian bersama tuhanmu

Negara adalah badai yang menghancurkan rumahmu menjadi jalan tol

dan mengirim kita ke gorong-gorong.

Negara adalah tempat orang mencaci maki dan bunuh-bunuhan

Negara adalah tempat kita menikmati sepi setiap detik sampai detak terakhir,

Memulangkan jiwa pada tangis air mata.

 

Disebuah Perkampungan

Rumahku dikampung yang sempit, terhimpit bukit

Jauh dari pabrik dan rumah sakit

Itu sebabnya matahari dan bulan selalu terlihat ceria diatas kampungku

Kampungku tidak memberi apa yang semua aku mau

Hanya memberi kebosanan dan kesunyian

Tak ada jaringan apalagi keramaian

Setiap pagi ibuku memberikan kopi dan gorengan pisang hangat sehangat isu politik

Yang takpernah selesai dibicarakan bahkan di bibir orang kampung sekalipun

Pernah disuatu pagi yang berkabut ibuku bertanya apa cita-citaku

Sesaat aku membisu dan menjawab dengan tenang

“aku ingin menghapus pembicaraan politik dari orang-orang kampung ini Bu”

Dengan cara apa kamu mau menghapusnya? Saut ibu sembari menyisir rambutnya

Aku mau menenggelamkan pikiranku pada cahaya matahari dan melipatnya di dasar sepi.

 

Air Mata Disepanjang Jalan

Di jalanan sudah ramai sebelum embun pagi kering oleh sinar mentari

Ada yang berlari, mengayun sepeda mengejar matahari

Ada yang berjalan menghitung langkah mengayun nasib sendiri.

Pada suatu pagi yang buta seorang lelaki lanjut usia

berjalan di trotoar dengan kantong plastik terikat di celananya

sambil menundukkan kepala mencari sisa-sisa harapan yang sempat hilang

namun ia tak menemukan apa-apa selain air matanya sendiri

Di bawah pohon besar dengan ranting yang kering

Lelaki itu duduk menyenderkan punggungnya, meluruskan kedua kakinya

Wajahnya menengadah meringankan beban hidupnya

Hingga dia tertidur bersama lamunan kerontang

Ia bermimpi berjalan di lorong putih seputih rambutnya

Sambil menyimpan doa di kantongnya

Tiba-tiba dia berhenti di depan pintu yang sedikit terbuka

Ada cahaya keluar di rongga pintu itu, perlahan ia masuk

Lalu tenggelam di dasar air mata yang mengalir di sepanjang hidupnya.

 

Sebuah Mimpi

Seorang ayah tidur di pundak waktu

bermimpi cahaya lahir dari anak perempuan yang tersesat  di ruang gelap.

Ia membawa cahaya di keningnya dan air mata yang belum kering

menyusuri bumi yang telah tenggelam dan langit yang mengawang

Ia ingin pergi menziarahi ibunya yang menyepi di lorong bumi.

Lalu, Ia temukan ibunya sedang kelaparan

dan bersujud mencium tanah yang melahirkan derita.

 

Belajar Membaca

Aku belajar membaca huruf- huruf cinta

dari gerimis dan air mata

dari angin sepoi menebar tafsir-tafsirnya

 

Aku belajar membaca huruf-huruf  luka

Di atas sajadah hijau pemberian ibu

Yang memisahkanku dengan telaga cintanya

 

Aku masih mengeja air mata

Dari setiap gelisah di bukit sunyi

Yang tiada jawabnya.

 

*) Penulis adalah Madhur M Alif, Lahir di Sampang Madura, penikmat sastra Amerika Latin sekaligus pendiri komunitas ritual puisi. Saat ini sedang aktif bersama masyarakat gorong-gorong Surabaya.

*) Sajak ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store