Tantangan Mahkamah Konstitusi Dalam Pengajuan Presidential Threshold
Editor: Ahmad Arsyad
KABARBARU, OPINI– Pada akhir tahun ini tampak jelas banyak individu maupun kelompok yang mengajukan pengujian pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan umum yang termaktub didalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 182 Tahun 2017 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Dimana pada Pasal 222 berisikan “Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya”. Jika melihat dari kilas balik melalui website resmi Mahkamah Konstitusi (MK) yakni mkri.id, terdapat 13 Putusan Mahkamah konstitusi mengenai Presidential Threshold.
Diantaranya adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 44/PUU- XV/2017, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 53/PUU-XV/2017, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 59/PUU-XV/2017, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 70/PUU-XV/2017, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 71/PUU-XV/2017, Putusan Nomor: 72/PUU-XV/2017, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 49/PUU-XVI/2018, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 50/PUU-XVI/2018, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 54/PUU- XVI/2018, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 58/PUU-XVI/2018, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 61/PUU-XVI/2018, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 92/PUU-XVI/2018, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 74/PUUXVIII/2020. Pada putusan tersebut Mahkamah Konstitusi (MK) menolak namun lebih lanjut bisa mengakses website Mahkamah Konstitusi (MK) yakni mkri.id.
Jika melihat beberapa negara mengenai tidak adanya Presidential Threshold, diantaranya, pada negara Perancis sejak periode tahun 2002 dalam pemilihan Presiden dilaksanakan secara langsung, perlu digaris bawahi bahwasannya setiap partai politik, partai politik yang telah memiliki suara di parlemen maupun partai politik yang tidak memiliki suara di parlemen dapat mengusung dan/atau memajukan kandidat Presiden dan/atau Wakil Presiden, pada tahun 2017 terdapat 11 calon kandidat Presiden berasal dari 11 Partai Politik yang berbeda. Negara Brazil dalam pemilihan Presiden dan/atau Wakil Presiden melalui mekanisme internal Partai Politik, namun setiap Partai Politik dapat mengusung dan/atau memajukan kandidat calon Presiden dan/atau Wakil Presiden, tahun 2018 terdapat 13 kandidat calon Presiden dan/atau Wakil Presiden dimana lima diantaranya tersebut berdasarkan usungan Partai Politik dan delapan kandidat lainnya merupakan hasil dari koalisi dari Partai-Partai Politik.
Pada Negara Austria terdapat perbedaan dan persamaan dengan Negara Perancis dan Negara Brazil, dimana dalam pemilihan calon Presiden dan/atau Wakil Presiden dilakukan dengan melalui pemilihan langsung seperti Negara Perancis dan Negara Brazil, namun Negara Austria tidak hanya Partai Politik yang dapat mengusung dan/atau memajukan kandidat Presiden dan/atau Wakil Presiden tetapi dapat diusungkan oleh kelompok Independent, pada tahun 2016 terdapat tujuh kandidat calon Presiden dan/atau Wakil Presiden, diantaranya empat diusung Partai Politik sementara tiga tersebut diusung oleh kelompok Independen.
Dalam hal pengajuan pengujian materil oleh Individu maupun kelompok terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan umum yang termaktub didalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 182 Tahun 2017 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) sangatlah ideal relevan pada tahun ini dan ditahun yang masa akan datang. Menurut Prof Jimly Asshiddiqie “Kalau mau ideal memang sebaiknya tidak ada Presidential Threshold karena ini serentak. Kalau yang paling cocok buat demokrasi ya 0 persen” yang dikutip dari media massa dalam keterangan aat ditemui di sela-sela acara halal-bihalal Ketua Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia Oesman Sapta Odang, Kuningan, Jakarta Selatan, tahun 2018.
Hemat penulis bahwasannya Mahkamah Konstitusi menjadi tantangan dalam pengajuan Presidential Threshold, dimana sebelumnya tiga belas permohonan yang diajukan ditolak oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dengan amar yang berbeda untuk dijadikan landasan tidak dikabulkannya Presidential Threshold atau dikabulkannya permohonan pada persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya menjadi 0%.
Pada situasi saat ini melihat dari perkembangan, hanya Partai Politik yang memiliki persyaratan yang dapat “Golden Ticket” untuk melakukan pengusungan dan/atau pengajuan calon Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat dikatakan tidak menutup kemungkinan rakyat tidak dapat memilih pilihan yang layak untuk memilih, rakyat dihadapkan atas pemilihan yang tidak semestinya, selain itu bisa menekan biaya politik yang mahal yang cenderung rawan korupsi seperti pernyataan pribadi ketua KPK Firli Bahuri.
*) Penulis adalah Fadel Ilham Bagusti, S.H., Magister Hukum Kenegaraan Universitas Indonesia.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co