HMI: Kemerdekaan Diri Absolut dan Pertarungannya dengan Penguasaan Kongsi Politik Modern

Editor: Ahmad Arsyad
Kabar Baru, Jakarta – Seorang manusia, menurut pandangan syariah, barulah akan disebut merdeka bilamana ia sadar dan berusaha keras memposisikan dirinya selaku hamba Allah SWT saja dalam segenap dimensi dirinya, baik penciptaan, penghambaan, kecintaan, perasaan maupun perilaku.
Dan ia divonis tidak merdeka atau belum merdeka bilamana ia masih menghambakan dirinya kepada selain Allah.
Atau dengan kata lain, kemerdekaan seseorang atau suatu bangsa sangat ditentukan pada seberapa besar upaya individu atau bangsa tersebut menjadikan kalimat tauhid laa ilaaha illallah sebagai motivator dan inspirator utama pembebasan diri atau bangsa dari dominasi apapun atau siapapun selain Allah swt.
Dan pada dasarnya inilah yang telah di da’wahkan oleh Rasulullah saw dan segenap nabi dan rasul lainnya sejak dahulu kala.
Sebagaimana firman Allah swt yang artinya: “Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thaghut (sembahan selain Allah) itu” (QS An-Nahl :36).
Himpunan mahasiswa Islam yang kehadirannya membawa pesan kekuatan pembebasan (liberation force) dalam dinamika kebangsaan dan kemahasiswaan sudah barang tentu menjadi ruang inkubasi terbaik bagi setiap mahasiswa muslim dalam pencarian jati diri dan pembentukan mental ditengah modernisasi yang memiliki ciri hedonis, pragmatis serta ketergantungan yang tinggi terhadap kelas kapital.
Dengan realitas yang demikian maka nilai-nilai yang melekat pada setiap kader HmI berupa kecerdasan, intuisi, kemandirian bersikap serta keberpihakan yang tinggi akan kemaslahatan kolektif tentu adalah investasi kemanusiaan yang nyata dan harus terus hidup dalam orientasi kemajuan peradaban bangsa Indonesia.
Namun kenyataan modernisasi yang menuntut setiap orang bahkan perkumpulan untuk luwes dalam berinteraksi dengan lintas elemen juga harus dihadapi dengan realistis dengan tidak meninggalkan prinsip dasar kaum muda terdidik (mahasiswa) yakni idealisme.
Pertautan antara HMI dan pertarungannya dengan kekuasaan politik sudah bukan babak baru dalam perjalanan historis bangsa Indonesia, bisa disebut HMI adalah salah satu jembatan yang mempertemukan antara kemajemukan dengan kepemimpinan politik yang humanis dengan spectrum islam moderat.
Ciri yang melekat secara alamiah dalam diri kader Himpunan mahasiswa Islam yang secara keseluruhan adalah kemerdekaan dalam bersikap (idependensi) merupakan entitas yang tak bisa lagi ditawar dan ditukar dengan apapun, karena itulah modal yang membuat HmI terus survive dari waktu ke waktu.
Maka menjadi krusial adanya kemerdekaan diri dalam menjaga prinsip kemandirian ditengah gempuran dikotomi kekuatan mahasiswa dan pemuda Indonesia oleh oknum bahkan kongsi elite politik agar gerakan mahasiswa menjadi terkondisikan bahkan dibuat terlena dengan kesenangan dunia yang bersifat fana.
Tentu sikap atau perbuatan demikian bukan tentang salah dan benar, lebih jauh daripada itu adalah tentang moral-etik yang menodai kesucian tujuan didirikannya HmI oleh para pendirinya.
Sebagai konklusi, tentu kemerdekaan diri jauh lebih terhormat adanya daripada jabatan atau label yang melekat pada diri setiap manusia.
Meskipun tujuan manusia hidup adalah bermacam-macam namun penguasaan diri atas godaan pragmatisme yang selalu hadir ditengah tumbuh kembang organisasi sekaliber Himpunan mahasiswa Islam (HmI) adalah marwah yang harus dijaga agar jembatan kemajemukan bangsa Indonesia bisa terus kokoh menerjang batas ambisi kekuasaan oligarki dan tentunya kita wajib bergerak menuju masyarakat adil makmur dan mengubah diri (change yourself) menuju kemerdekaan absolut.
Penulis adalah Efendi Pradana, Fungsionaris Badko HMI Jawa Timur.