Dosen UMJ: Besarnya Permintaan Domestik, Menjadi Modal Indonesia Bertahan Saat Resesi Global

Jurnalis: Nurhaliza Ramadhani
Kabar Baru, Jakarta – Resesi global sedang menghantui seluruh negara di dunia. Menurut prediksi, puncaknya akan terjadi di tahun 2023. Dalam rangka menghadapi resesi global, beberapa negara telah mempersiapkan diri sebagai respons untuk menghadapi kedatangannya.
Sehingga masing-masing negara bisa mengadapi resesi global dengan kebijakan yang mampu memproteksi ekonomi negaranya.
“Resesi sudah dihadapan mata dan tanda-tandanya sangat nampak, seperti tingginya laju inflasi, suku bunga bank sentral meningkat, kontraksi ekonomi, dan PHK yang dilakukan oleh perusahaan,” ungkap Hamli Syaifullah, dosen Prodi Perbankan Syariah, Fakultas Agama Islam, Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Hal itu disampaikan di sebuah acara yang dihelat oleh Kaukus Muda Indonesia (KMI) dengan Tema: Proyeksi Ekonomi Indonesia, Resiliensi, Peluang dan Tantangannya di Tengah Ancaman Resesi Global, bertempat di Hotel Sofyan Tebet-Jakarta Selatan, Kamis (27/10).
Menurut Hamli, inflasi yang terjadi di Indonesia masih relatif rendah, walaupun setiap bulannya meningkat. Terkait inflasi, Agustus di kisaran 4 persenan, September 5 persenan, dan Oktober ini diperkirakan akan tembus di angka 6 persenan. Bila dibandingkan dengan negara lain, misalnya Inggris, untuk bulan September tembus di angka 10 persenan.
“Tentu saja, bila laju inflasi di Oktober ini tembus di angka 6 persen, kita harus sangat waspada. Karena secara teori, untuk mempercepat tekanan laju inflasi, mau tak mau kebijakan moneter-lah yang paling ampuh, yaitu dengan cara menikkan suku bunga. Karena, dengan menaikkan suku bunga, perbankan akan banyak melakukan penyerapan uang. Walaupun, menaikkan suku bunga oleh bank sentral itu cukup menyakitkan. Karena salah satu dampaknya kredit di perbankan akan ikut melambung dan PHK akan terjadi,” ungkap Hamli saat menghantarkan diskusi di hadapan para peserta diskusi.
Menurut Hamli, situasi tersebut sebagai respons normal atas kondisi ekonomi global yang sedang memburuk. Walaupun demikian, Hamli berpandangan bahwa kondisi tersebut akan berangsur-angsur membaik.
Apalagi, bila dikaitkan terhadap kinerja ekonomi Indonesia yang kebanyakan ditopang oleh permintaan domestik, tentu cukup menggembirakan. Bahkan mungkin, akan menjadi modal bagi Indonesia untuk bisa bertahan melawan resesi global yang sudah di hadapan mata.
“Bisa dikatakan, permintaan domestik sebesar 270 juta jiwa penduduk Indonesia menjadi salah satu faktor yang sangat menguntungkan Indonesia. Karena, kinerja ekonomi dalam negeri untuk konsumsi sektor rumah tangga cukup membaik. Dari data yang dilansir oleh BI (Bank Indonesia), konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 5,51% (yoy), jauh di atas capaian triwulan sebelumnya sebesar 4,34% (yoy),” tambah Hamli saat memaparkan presentasi.
Selain pasar domestik, hal lain yang sangat mengembirakan ialah laju mobilitas masyarakat yang berangsur-angsur semakin membaik pasca dilonggarkannya aturan berperjalanan. Tentu, hal tersebut semakin menggerakkan roda perekonomian masyarakat. Sehingga ekonomi terus berputar dan melesat di berbagai daerah.
“Walaupun kondisi makro ekonomi kita masih bisa dikatakan cukup baik-baik saja di tengah meningkatnya laju inflasi, peningkatan suku bunga, PHK oleh beberapa perusahaan, hal lain yang tetap patut menjadi perhatian penting ialah pelambatan ekonomi global. Hal tersebut, akan sangat berpengaruh terhadap aktivitas ekspor dan impor kita ke depannya. Maka, waspada akan keberadaan resesi itu boleh, tapi jangan sampai membuat kita takut berlebihan,” ungkap Hamli.
Selain pasar domestik, laju mobilisasi, dan cukup membaiknya makro ekonomi Indonesia, hal lain yang harus tetap dipertahankan ialah kondusivitas politik dalam rangka menghadapi Pemilihan Umum 2024.
“Kondusivitas politik sangat memberikan dampak signifikan terhadap kondusivitas ekonomi. Maka dari itu, kedewasaan elit politik sangat dibutuhkan agar kondusivitas politik tetap terjaga. Selain itu, masyarakat juga jangan gampang tersulut api emosi, hanya gara-gara pilihan dalam Pemilihan Umum berbeda,” pungkas Hamli.
Selain Hamli, hadir dua narasumber lain, yaitu Ajib Hamdani, Ketua Komite Analis Kebijakan Ekonomi Apindo yang sekaligus juga seorang pengusaha muda dan Fahrudin Salim, Majelis Pakar DPP PPP yang sekaligus juga sebagai dosen Pascasarjana Universitas Pancasila.
Acara berjalan dengan penuh antusias, dan ditutup dengan pemotongan tumpeng dalam rangka ulang tahun KMI yang ke-14.