Presiden Jokowi Mulai Tak Tau Malu Melanggar Undang-Undang
Jurnalis: Sulistiana Dewi
Kabar Baru, Jakarta – Presiden Jokowi di dampingi Prabowo Subianto menyampaikan kepada pers bahwa Presiden diperbolehkan untuk berkampanye dan mendukung. Menurut saya pernyataan itu secara terang benderang melanggar undang-undang.
Sebab menurut UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengamanatkan beberapa ketentuan yang menekankan perlunya netralitas presiden. Misalnya pasal 48 ayat (1) huruf b UU menetapkan bahwa KPU harus melaporkan pelaksanaan seluruh tahapan pemilu dan tugas-tugas lainnya kepada DPR dan Presiden.
“Artinya posisi struktural itu (KPU lapor ke Presiden) menunjukan bahwa Presiden bukan menjadi bagian yang terlibat dalam proses kontestasi elektoral, agar tidak ada abuse of power dalam proses pemilihan umum,” ujarnya.
Lebih lanjut, Pasal 22 ayat (1) dan (2) UU Pemilu tersebut juga mengatur bahwa presiden memiliki peran dalam membentuk tim seleksi untuk menetapkan calon anggota KPU yang akan diajukan kepada DPR.
Posisi menetapkan tim selekai KPU itu kewajiban Presiden untuk netral dalam seluruh proses pemilu.
“Sangat berbahaya jika posisi Presiden tidak netral sejak menyusun tim seleksi anggota KPU maka seluruh anggota KPU dimungkinkan adalah orangnya Presiden. Ini pintu kecurangan sistemik. Pada titik inilah Presiden berkewajiban netral,” imbuhnya.
Mengapa Presiden berkewajiban netral? Sebab Presiden bukan sekedar jabatan politik tetapi menurut UUD 1945 melekat pada dirinya sebagai kepala pemerintahan dan kepala negara.
Sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan Presiden membawahi jutaan aparat penegak hukum (Polisi), tentara, dan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ditetapkan oleh Undang-undang harus netral.
“Bayangkan jika Presiden tidak netral, akan muncul persoalan turunan dibawahnya,” sambungnya.
Cara berfikir Presiden Jokowi yang mengatakan boleh kampanye itu cara berfikir yang menempatkan Presiden semata-mata sebagai jabatan politik. Dia sangat keliru dan bahkan bisa melanggar UUD 1945.
Mencampur adukan antara jabatan politis, kepala negara dan kepala pemerintahan itu tidak dapat dibenarkan, itu bisa masuk kategori penyalahgunaan wewenang, abuse of piwer.
Dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan sangat jelas diatur agar tidak mencampuradukan kewenangan.
Mencampuradukkan wewenang itu sama saja bekerja di luar ruang lingkup bidang atau materi wewenang yang diberikan, dan/atau bertentangan dengan tujuan yang diamanahkan oleh wewenang tersebut.
“Karenanya Presiden Jokowi sesungguhnya telah nyata nyata melanggar undang-undang,” pungkasnya.