Partai Gelora Akan Ajukan 3 Gugatan UU Pemilu ke MK
Jurnalis: Haidar Ali
KABARBARU, JAKARTA – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia akan mengajukan tiga gugatan atau judicial review terhadap UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Januari 2022 ini.
Terkait ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold), ambang batas parlemen (parliamentary threshold), serta pemisahan waktu penyelenggaraan pemilihan legislatif (pileg) dan pemilihan presiden (pilpres).
“Ini hal yang kita ingin evaluasi sebagai bagian dari usaha kita melakukan reformasi total terhadap sistem politik kita,” Ketua Umum Partai Gelora, Anis Matta dalam diskusi yang digelar virtual.
“Kita akan lakukan melalui judicial review presidential threshold, parliamentary threshold, dan pemisahan pelaksanaan pileg dan pilpres,” tambahnya.
Dia tidak sepakat dengan anggapan pemerintahan bakal lebih efektif dengan penyederhanaan partai politik lewat syarat parliamentary threshold.
Diketahui, parliamentary threshold adalah syarat perolehan suara pemilu bagi partai politik untuk bisa mendapat kursi di parlemen. Jika kurang dari syarat, maka tidak mendapat kursi.
“Pada dasarnya, indikator paling kuat dalam demokrasi adalah tingkat kebebasan dan partisipasi dalam waktu yang sama,” ucap dia.
Mengenai pileg dan pilpres yang digelar serentak, Anies menilai beban kerja penyelenggara pemilu menjadi sangat berat. Terlihat Pemilu 2019 ketika 900 penyelenggara pemilu meninggal dunia.
“Ada pelaksanaan bersamaan dari semua pemilu yang melahirkan situasi overload pada penyelenggara pemilu dan menyebabkan korban sangat banyak. Angka 900 lebih nyawa hilang selama pemilu 2019 artinya untuk satu kursi DPR ada dua nyawa yang jadi korbannya,” kata Anis.
“Itu angka yang sangat buruk dan pengalaman demokrasi yang sangat buruk,” sambungnya.
Diketahui, UU Pemilu kerap kali digugat ke Mahkamah Konstitusi. Terutama mengenai pasal yang mengatur soal syarat mengajukan pasangan calon di Pilpres.
Beberapa orang yang melayangkan gugatan tersebut adalah mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, politikus Partai Gerindra Ferry Juliantono, anggota DPD RI Fahira Idris, hingga seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) bernama Ikhwan Mansyur Situmeang.
Mereka menyampaikan gugatan yang sama, yaitu menghapus ambang batas pencalonan presiden. Mereka ingin pemilu berikutnya digelar tanpa syarat minimal perolehan suara atau kursi DPR.