Piala Dunia U20 Batal, Ganjar Pranowo Sengaja Ditumbalkan
Editor: Ahmad Arsyad
Kabar Baru, Opini – Setelah FIFA mengeluarkan surat resmi mengenai pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023, nasib sepak bola Indonesia kian mengkhawatirkan.
Indonesia kemungkinan besar akan mendapatkan sanksi dari FIFA berupa pembekuan federasi dan dicabut status keanggotaannya.
Sanksi tersebut tak terlepas dari penolakan terhadap timnas Israel serta vokalnya para pemimpin daerah maupun segelintir ormas telah membuat mimpi anak Indonesia yang ingin tampil di Piala Dunia mesti gigit jari.
Meskipun dalam surat yang dikeluarkan oleh FIFA tidak menyebutkan tentang pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah akibat penolakan tersebut, FIFA seakan menampar balik Indonesia dengan mencantumkan tragedi kanjuruhan sebagai alasan dari pembatalan.
Sebetulnya pemerintah telah menerima surat mengenai pembatalan Indonesia sebagai tuan rumah setelah dibatalkannya drawing. Hal tersebut diungkapkan oleh wartawan senior, Yesayas Oktavianus atau akrab disapa Bung Yes di channel totalpolitik.
Ia menjelaskan jika informasi pembatalan tersebut didapatkan dari sosok informan yang mendapatkan informasi dari seorang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Dengan kejadian tersebut, pemerintah dianggap sedang menutupi sesuatu mengenai penyelenggaraan Piala Dunia U-20.
Disamping itu, pemerintah justru hanya mengutus Erick Thohir selaku Ketua Umum PSSI untuk melobi Presiden FIFA. Padahal jika mengingat kembali saat awal pengajuan tuan rumah yang melobi FIFA adalah PSSI dan Pemerintah melalui Kementerian Pemuda dan Olahraga (KEMENPORA).
Alhasil taktik untuk mencoba melobi FIFA pun tidak berhasil. Ini mengindikasi jika PSSI tidak mau belajar dari kesalahan. Budaya lobi yang acap kali dilakukan oleh pihak Indonesia seolah-olah seperti lobi politik secara personal bukan secara kelembagaan.
Event olahraga seperti Piala Dunia tidak bisa dinaifkan kalau olahraga dan politik dipisahkan. Karena perhelatan olahraga selalu berhimpitan secara politis dari berbagai aspek, tak dapat dipisahkan dari keduanya.
Tiap kali ada perhelatan olahraga disitu pasti ada panggung politik. Contoh, saat proses pengajuan tuan rumah seperti Piala Dunia U-20, membutuhkan lobi-lobi politik, baik ke OIC ataupun FIFA. Tinggal siapa yang pintar dalam menjalankan taktik pendekatan untuk menarik hati.
Dengan adanya pembatalan tuan rumah Piala Dunia U-20 mimpi Indonesia sebagai tuan rumah untuk event internasional selanjutnya mesti dikesampingkan.
Kejadian ini mesti dijadikan pembelajaran secara serius, pemerintah mesti tau memposisikan dirinya dihadapan FIFA dan PSSI juga mesti tau memposisikan diri dihadapan pemerintah serta masyarakat Indonesia mesti menjaga komitmen ketika negaranya ditunjuk sebagai EO (Event Organizer).
Alangkah baiknya saat ini PSSI, pemerintah dan masyarakat sama-sama mengutamakan rasa kemanusiaan ke tragedi kanjuruhan. Jangan sampai berjuang untuk kemerdekaan orang lain atas dalil kemanusiaan tapi justru menutup mata terhadap tragedi kemanusiaan di negeri sendiri.
Penulis adalah Annas Eka Wardhana, mahasiswa pendidikan sejarah UNJ