Pemerintah Harus Hati-hati Buat Kebijakan soal Ekspor Tanaman Kratom
Jurnalis: Hanum Aprilia
Kabar Baru, Jakarta – Anggota Komisi IV DPR RI Firman Soebagyo meminta Pemerintah harus hati-hati membuat kebijakan ekspor dan melegalkan tanaman Kratom yang akan diekspor dengan tanpa ada uji publik dan para pihak yang berkompeten seperti Badan Narkotika Nasioanl (BNN) serta para ahlinya juga masyarakat penggiat anti narkoba.
Sebab, hal ini sangat beresiko kalau suatu saat Indonesia akan diklaim dunia internasional sebagai eksportir narkoba dan tentunya ini juga beresiko bagi generasi anak bangsa.
“Kita sering menggelorankan soal bonus demografi tetapi kalau kita tidak bijak dalam setiap pengambilan keputusan maka bonus demografi akan dihancurkan oleh kebijakan pemerintah sendiri. Apalagi, bangsa kita sudah cukup lama diperdebatkan dengan masalah ganja yang ada upaya-upaya ingin dilegalkan oleh kelompok-kelompok yang tidak bertanggungjawab namun kegigihan serta upaya-upaya pelegalan tersebut dapat kita gagalkan,” tegas Firman yang juga legislator partai Golkar ini kepada wartawan menyikapi rencana Pemerintah akan membahas legalisasi tanaman Kratom.
Oleh karena itu Firman yang juga Sekjen Gerakan Anti Narkoba (GRANAT) ini meminta pemerintah bersama kawan-kawan di DPR RI yang sedang membahas revisi UU Narkotika segera menyelesaiam pembahasan tetap dengan namun tetap tegas menolak Pelegalan tanaman Kortum dan Ganja serta jenis-jenis lain yang sejenis narkoba.
Sebelumnya diberitakan, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyatakan bahwa perlu adanya perumusan tata kelola kratom karena hingga saat ini belum ada standardisasi yang memadai, sehingga masyarakat mengalami kesulitan dalam mengekspor tanaman herbal tersebut.
“Perlu ada tata niaganya. Memang Menteri Perdagangan sedang menyusun aturan mainnya itu tetapi perlu nanti segera dipercepat sehingga efek kepastian nanti masing-masing stakeholder terkait harus bagaimana,” kata Moeldoko.
Moeldoko menambahkan, pemerintah perlu memastikan apakah kratom tergolong sebagai narkotika atau tidak, karena masih ada perbedaan pendapat antara Badan Narkotika Nasional (BNN) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) terkait keamanan penggunaan tanaman tersebut.
“Kita ingin memastikan sebenarnya seperti apa sih kondisi kratom itu. Masih ada perbedaan persepsi. Untuk itu, saya meminta BRIN untuk melakukan riset. Risetnya mengatakan bahwa mengandung (narkotika) tetapi dalam jumlah tertentu, saya minta lagi jumlah tertentu seperti apakah yang membahayakan kesehatan,” ujar Moeldoko.
Tanaman Kratom mengandung alkaloid mitragynine dan 7-hydroxymitragynine, yang memiliki efek sebagai pereda rasa sakit atau analgesik. Namun, senyawa mitragynine dalam kratom dapat menimbulkan kecanduan seperti narkotika
Konsumsi kratom memberikan efek relaksasi dan nyaman, serta euforia berlebihan jika digunakan dalam dosis tinggi. Banyak ditemukan di Kalimantan, daun kratom biasanya diolah menjadi teh atau suplemen untuk mengurangi nyeri, meningkatkan kesehatan kulit, dan meningkatkan libido.
Namun, penggunaan kratom tanpa takaran yang tepat dapat menimbulkan efek samping yang berbahaya. BNN menyatakan bahwa kratom belum diatur dalam Undang-Undang Narkotika, sehingga regulasi pemerintah daerah pun belum bisa membatasi penggunaannya.