Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Kebebasan dalam Mengkritik Pemerintah

Penulis: Mohammad Rifaldi (Foto: geotimes).

Editor:

KABARBARU, OPINI– Setiap warga negara memiliki hak asasi dan konstitusional dalam kebebasan berpendapat dan ini telah dijamin oleh negara. Indonesia adalah negara hukum dan demokrasi yang memiliki wewenang dalam mengatur serta melindungi jalannya Hak Asasi Manusia. Sehingga hal tersebut tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 pada Pasal 28E ayat 3 yang dapat disimpulkan bahwa setiap orang memiliki hal dalam kebebasan berkumpul, berserikat serta berpendapat. Lalu telah diartikan dan dibahas lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum pasal 1 ayat 1, yang dapat disimpulkan bahwa terdapat kebebasan serta kemerdekaan dalam menyalurkan pikiran serta ide yang dapat dituang melalui tulisan, lisan dan lain sebagainya dengan memiliki rasa tanggung jawab sesuai dengan ketentuan undang-undang yang telah berlaku.

Hak asasi manusia bersifat universal dan terus-menerus sehingga hal ini harus dilindungi, dipenuhi, dihormati, dan tidak boleh diabaikan, dirampas atau dikurangi oleh siapapun karena hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki dan telah melekat pada diri manusia secara kodrat. Pada konteksnya, negara sebagai subjek hukum yang utama karena negara adalah integritas utama yang memiliki tanggungjawab untuk menegakkan, melindungi, serta memajukan hak asasi manusia. Oleh sebab itu, kebebasan berpendapat atau kebebasan berekspresi adalah suatu komponen penting dalam negara demokrasi. Kebebasan dalam mengekspresikan pendapat adalah salah satu aturan penting dalam proses terlaksananya sistem demokrasi dan keikutsertaan masyarakat dalam setiap pembuatan kebijakan oleh negara. Warga negara yang tidak memiliki kebebasan dalam menerima informasi serta memberikan pendapat serta kritik dan tidak dapat menyampaikan pandangannya secara jelas menandakan bahwa mereka tidak dapat menjalankan haknya dengan efektif dalam pemilihan suara atau turut serta dalam pembuatan kebijakan.

Jasa Pembuatan Buku

Pendapat dapat diartikan sebagai pikiran atau gagasan. Berpendapat atau mengemukakan pendapat adalah mengemukakan atau menyampaikan gagasan atau mengeluarkan pikiran. Pada kehidupan negara Indonesia, orang-orang yang mengutarakan pendapat yang dimilikinya dijamin secara konstitusional dan telah tertuang dalam UUD 1945 Pasal 28 yang dapat disimpulkan bahwa setiap orang memiliki hal dalam kebebasan berkumpul, berserikat serta berpendapat. Selain itu, jaminan konstitusional yang terdapat dalam UUD 1945 juga mengemukakan bahwa kebebasan dalam mengutarakan pendapat adalah bagian dari hak asasi manusia.

Kebebasan dalam berpendapat adalah suatu ciri kebebasan yang telah dijamin oleh negara. Kemerdekaan berpendapat akan mendorong masyarakat dalam menghargai berbagai perbedaan pendapat dan beragam kritik sehingga akan memungkinkan adanya percakapan yang bertujuan kearah untuk memajukan pola pikir masyarakat. Tidak hanya itu saja, mengemukakan pendapat secara bebas dan merdeka akan menjadikan masyarakat dan negara yang bersifat demokratis.

Mengutarakan pendapat secara bebas yaitu mengutarakan pendapat, kehendak, pandangan, atau perasaan yang terbebas dari berbagai tekanan baik fisik, psikis maupun penghalang yang bertentangan yang bertujuan dalam mengatur kemerdekaan untuk menyampaikan pendapat di muka umum. Dengan begitu, setiap orang memiliki kebebasan dalam mengutarakan pendapat namun juga diperlukan ke pengaturan dalam mengutarakan pendapat agar tidak mengakibatkan berbagai permasalahan yang berkepanjangan bagi tiap anggota masyarakat.

Kebebasan dalam mengutarakan pendapat dan dalam mengemukakan kritik yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah terjadi beberapa ketidakharmonisan. Terjadinya hal tersebut karena adanya penyalahgunaan kebebasan berpendapat sehingga jika hal ini terus terjadi, maka akan mengakibatkan perpecahan jangka panjang. Pengawasan serta kontrol yang kurang dijalankan menyebabkan kebebasan mengkritik dapat disalahgunakan. Sehingga mengakibatkan masyarakat akan berasumsi bahwa kebijakan dapat merugikan diri sendiri maupun organisasi yang terlibat di dalamnya akan ditentang dengan berbagai alasan serta dianggap sebagai kebijakan yang tidak relevan. Oleh karena itu, kebebasan yang melampaui batasan akan dapat mengakibatkan perpecahan suatu negara. Untuk dapat menjalankan kebebasan berpendapat dan mengemukakan kritik yang bijak dan sesuai perlu berlandaskan keseimbangan antara hak dan kewajiban, kepastian hukum dan keadilan, musyawarah dan mufakat, mengemukakan pendapat tidak hanya bagi diri sendiri melainkan juga bagi orang lain.

Jika kemerdekaan dalam mengutarakan pendapat tidak adanya pertanggungjawaban yang sesuai, akan mengakibatkan hal-hal negatif dalam kehidupan bermasyarakat. Pawai, demonstrasi, rapat umum, serta mimbar bebas dapat tidak terkendali yang dapat mengarah pada tingkatan anarkis seperti pengrusakan, pembakaran, penjarahan, bentrokan massal, serta dapat mengakibatkan terjatuhnya korban, baik itu korban luka maupun korban yang meninggal dunia. Oleh sebab itu, pendapat yang dikemukakan secara bebas dan merdeka adalah hak dan kewajiban bagi setiap individu dalam suatu warga negara. Selain itu, juga terdapat pembatasan dalam mengutarakan pendapat secara bebas dan merdeka yang tertuang secara normatif dalam Pasal 6, 7, dan 8 dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998.

Kritik yang diberikan kepada pemerintah terjadi diakibatkan adanya permasalahan dalam pengimplementasian kebijakan. Hal itu dapat terjadi karena tidak adanya ketetapan atau penerapan dalam kebijakan yang konsisten sehingga hal tersebut dapat dipicu oleh beragam macam indikator, yakni tidak tegasnya pemerintah dalam menerapkan kebijakan, menyalahgunakan kebijakan dari persepsi yang telah ditetapkan, perilaku yang pilih kasih (tebang pilih), atau bahkan menghasut serta merusak kebijakan. Jika hal tersebut berjalan secara terus-menerus menyebabkan masyarakat yang kurang memercayai pemerintah sebagai pelaku dan pembuat kebijakan. Pada saat rasa tidak percaya yang mulai muncul dan dimiliki oleh masyarakat terus berkembang, akan menimbulkan sikap acuh tak acuh terhadap kebijakan, sehingga masyarakat akan mulai untuk “melawan” pemerintah dengan cara tidak mematuhi atau melanggar kebijakan tersebut.

Kritikan serta pemberian pendapat berupa saran dan masukan yang diberikan oleh masyarakat kepada pemerintah adalah suatu hal yang sangat penting karena hal tersebut menunjukkan salah satu bentuk dari negara yang berdemokrasi. Memberikan kritik serta saran atau pendapat berupa masukan adalah salah satu bentuk kepedulian masyarakat kepada pemerintah untuk memajukan serta meningkatkan kinerja pemerintah tidak hanya dalam pembuatan kebijakan namun juga dalam memperbaiki pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat. Namun pada kenyataannya, hal ini tidak begitu saja berjalan dengan baik. Berita yang sering terjadi mengenai pemerintah yang memperbolehkan mengkritik dan dikatakan ingin dikritik oleh masyarakat luas sewaktu-waktu dapat menimbulkan berbagai permasalahan.

Pemerintah yang ingin dikritik oleh masyarakat dan menuntut masyarakat agar turut aktif dalam menyampaikan kritik yang diberikan kepada pemerintah guna meningkatkan sistem kinerja dan memperbaiki dan mengevaluasi pelayanan publik untu masyarakat. Namun permasalahan kebebasan dalam mengkritik pemerintah terjadi saat telah disahkannya UU ITE yaitu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 mengenai Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Disahkannya UU ITE menjadikan masyarakat merasa khawatir dalam menyampaikan kritik, saran, dan masukan kepada pemerintah.

UU ITE yang juga dianggap tidak menjamin kebebasan dalam memberikan pendapat di kalangan masyarakat serta pemberian kritik untuk pemerintah dengan melalui jejaring sosial atau media sosial. Hal ini dikarenakan pada UU ITE masih terkandung pasal-pasal yang belum jelas yang dapat mengakibatkan pemberian arti yang berbeda-beda dari berbagai kalangan sehingga akan menyulitkan masyarakat dalam memberikan masukan bagi pemerintah dan pemerintah pun akan kurang berkembang jika tidak adanya dukungan dari masyarakat.

Pasal pada UU ITE menjadi ancaman bagi masyarakat dalam kebebasan mengemukakan pendapat dan berdemokrasi di Indonesia sehingga hal ini perlu perhatian yang cukup serius. Disahkannya UU ITE pada saat sekarang ini terutama pada saat digitalisasi yang sering dianggap sebagai salah satu cara dalam membungkam kebebasan masyarakat dalam menyuarakan serta mengemukakan pendapat dan aspirasinya. Pasal yang belum jelas atau pasal karet dalam UU ITE harus dikaji dan direvisi sedemikian rupa agar tidak mengurangi nilai-nilai dalam demokrasi serta tidak mengancam kebebasan dalam mengemukakan pendapat dan juga kritik untuk pemerintah.

 

Referensi;

  • Anggara, S. (2014). Kebijakan Publik. CV. Pustaka Setia.
  • Chandra, S. U. (2017). Hakikat Hak Kebebasan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Jurnal Komunikasi Hasil Pemikiran Dan Penelitian, 3(1), 90–95.
  • Marwadianto, & Nasution, H. A. (2020). Hak Atas Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi dalam Koridor Penerapan Pasal 310 dan 311 KUHP. Jurnal HAM, 11(1), 1–25.
  • https://ejournal.balitbangham.go.id/ index.php/ham/article/view/976/pdf
  • Nasution, L. (2020). Hak Kebebasan Berpendapat dan Berekspresi dalam Ruang Publik di Era Digital. ’Adalah: Buletin Hukum Dan Keadilan, 4(3), 37–48.
  • https://doi.org/10.15408/adalah.v4i3. 16200
  • Ningsih, C. S., Amelia, C., Aisyah, P., Zahera, R., & Prasetya, W. I. (2021). Hak Kebebasan Berpendapat yang Semakin Menyempit dan Memburuk. Jurnal Syntax Fusion, 1(2), 25–39.
  • Rahmawati, N., Muslichatun, & Marizal, M. (2021). Kebebasan Berpendapat Terhadap Pemerintah Melalui Media Sosial Dalam Perspektif UU ITE. Widya Pranata Hukum : Jurnal Kajian Dan Penelitian Hukum, 3(1), 62–75.
  • https://doi.org/10.37631/widyapranata. v3i1.270
  • Susanto, R. D., & Irwansyah. (2021). Media Sosial, Demokrasi, dan Penyampaian Pendapat Politik Milenial di Era Pasca-Reformasi. Jurnal Lontar, 9(1), 65–77.
  • Tuahunse, T. (2013). Budaya Demokrasi dan Kemerdekaan Berpendapat (Sebuah Tantangan Masa Depan). 38–59.

 

  • Penulis adalah Mohammad Rifaldi, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
  • Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, dan tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store