Refleksi Akhir Tahun: Legislator PKB Soroti Ketidakadilan Anggaran Pendidikan Keagamaan
Jurnalis: Faisol Bin Ali
Kabar Baru, Jakarta – Tahun 2022 hampir berakhir dan memasuki tahun baru 2023. Anggota Komisi VIII DPR RI, MF Nurhuda Y, menyoroti keberpihakan anggaran negara terhadap pendidikan keagamaan yang belum setara.
“Semua pihak sudah sama-sama mengetahui bahwa kontribusi pendidikan keagamaan terhadap bangsa dan negara ini sangat besar, tetapi perhatian Pemerintah terhadap pendidikan keagamaan masih sangat minim dibanding dengan pendidikan umum,” kata Nurhuda.
Kalau kita runut sejarah, pesantren misalnya sudah memberikan kontribusi bagi pencerdasan kehidupan berbangsa dan bernegara jauh sebelum Indonesia merdeka.
Tahun 800 Masehi, pondok pesantren sudah berdiri di Aceh saat pertama kali Islam masuk. Tanpa diminta oleh Pemerintah, para pemuka agama sudah mendidik masyarakat melalui pesantren. Dan ini menjadi cikal bakal berdirinya madrasah di kemudian hari, mulai tingkat dasar, menengah hingga tinggat atas.
“Saya baru pulang dari kunjungan kerja di Aceh bertemu dengan para pimpinan lembaga pendidikan keagamaan. Mereka mengeluhkan sarana dan prasarana yang dibangun Pemerintah sudah usang dan tidak layak pakai, karena dibangun sudah puluhan tahun yang lalu”, ujar Nurhuda anggota DPR RI dari Fraksi PKB.
Ketidaksetaraan perhatian ini menurut Nurhuda bisa dilihat dan proporsi anggaran Pemerintah.
Tahun 2021 misalnya, dari anggaran pendidikan nasional sebesar Rp 550 Triliun, Kementerian Agama hanya mendapatkan Rp55,9 Triliun. Sedangkan Kementerian Dikbudristek mendapatkan Rp81,5 Triliun melalui belanja Pemerintah Pusat dan Rp 299 Triliun ditransfer melalui Dinas Pendidikan di daerah.
Tahun 2022 tidak beda jauh dengan tahun sebelumnya
Dari total anggaran pendidikan Rp 621 Triliun, Kementerian Agama hanya mendapatkan Rp 55 Triliun, Kementerian Dikbudristek mendapatkan Rp 79 Triliun. Yang ditransfer ke daerah Rp 290 Triliun.
Ironisnya, urusan pendidikan keagamaan tidak bisa mengakses dana pendidikan yang ditransfer ke daerah dengan alasan urusan agama bersifat vertikal.
Nurhuda berharap agar tahun-tahun berikut ada kesetaraan anggaran pendidikan untuk urusan agama.
Kalau bicara kontribusi, pendidikan keagamaan seharusnya mendapatkan porsi yang lebih dari anggaran pendidikan. Pendidikan keagamaan terbukti membangun karakter yang kuat di masyarakat.
Pemerintah harus memberikan perhatian yang lebih kepada pendidikan keagamaan. Ini kita baru bicara secara umum soal pendidikan. Belum lagi kalau didetilkan mengenai nasib guru-guru honorer dari lembaga pendidikan keagamaan, rasanya sedih karena juga mengalami ketidakadilan dalam penganggaran.