Ijazah dan Politik Uang Guncang Pilkada Gorontalo Utara, Akankah Terbukt?

Jurnalis: Pengki Djoha
Kabar Baru, Gorontalo – Bayang-bayang skandal mengguncang Pilkada Gorontalo Utara. Gugatan yang diajukan pasangan calon nomor urut 1, Roni Imran dan Ramdhan Mapaliey, ke Mahkamah Konstitusi (MK) tak hanya mempertanyakan kemenangan pasangan Thariq Modanggu dan Nurjana Hasan Yusuf, tetapi juga mengungkap potensi kegagalan besar Komisi Pemilihan Umum (KPU) Gorontalo Utara.
Di tengah sorotan, ijazah Nurjana Hasan Yusuf menjadi pusat perhatian. Meskipun KPU mengklaim telah melakukan klarifikasi ke instansi terkait pada September 2024, penggugat mencurigai keabsahan dokumen tersebut. Mereka menuduh KPU lalai dalam verifikasi, meloloskan calon yang diduga tak memenuhi syarat pendidikan minimal, dan membuka celah besar bagi pertanyaan tentang integritas proses Pilkada.
Lebih mengejutkan lagi, tuduhan praktik politik uang yang masif ikut menyeruak. Pembagian uang kepada pemilih dan transfer dana ke kepala desa, menurut penggugat, menunjukkan lemahnya pengawasan KPU dalam mencegah pelanggaran. Hal ini menimbulkan pertanyaan serius tentang efektivitas pengawasan dan penegakan aturan oleh KPU.
Kasus ini bukan sekadar sengketa Pilkada biasa. Ini adalah cerminan potensi kelemahan sistem pemilu, khususnya dalam hal verifikasi calon dan pencegahan politik uang. Kinerja KPU Gorontalo Utara kini dipertanyakan. Apakah mereka benar-benar menjalankan tugas dengan profesional dan adil? Keputusan MK mendatang akan menjadi ujian besar, bukan hanya bagi pasangan calon yang bersengketa, tetapi juga bagi kredibilitas KPU dan sistem demokrasi Indonesia. Kasus ini mendesak reformasi menyeluruh dalam sistem pengawasan pemilu untuk mencegah skandal serupa di masa depan.