Komisi IX DPR RI Minta Pemerintah Evaluasi Penyaluran BSU
Jurnalis: Wafil M
KABARBARU, JAKARTA- Ketua Komisi IX DPR RI Felly Estelita Runtuwene mendorong Kementerian Ketenagakerjaan untuk melakukan evaluasi terhadap program penyaluran Bantuan Subsidi Upah (BSU) yang berlangsung hingga kini. Menurutnya, masih banyak persoalan terkait proses penyaluran dan sinkronisasi data yang masih menjadi masalah krusial.
Felly mengungkapkan hal tersebut usai menghadiri pertemuan Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi IX DPR RI dengan Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati beserta jajaran, Asosiasi Pekerja Indonesia dan jajaran mitra kerja Komisi IX DPR RI, di Denpasar, Bali, Kamis (30/9/2021). Felly menegaskan, pihaknya mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi, bahkan sejak penyaluran BSU yang pertama.
“Kalau bisa ini untuk penerima BSU itu kan ada Permen (peraturan Menteri) ya, itu kan cuma sampai di Juni (2021), sementara kita melihat dengan pandemi Covid-19 ini ada di sekitar Februari. (Sehingga) ada ratusan perusahaan yang bangkrut, ini juga ketika mereka (dapat) tidak membayar iuran karyawannya. Karyawan yang kena dampak ini yang kita maksud agar dievaluasi. (Perusahaan) jangan seperti itu karena karyawannya. Justru mereka yang perlu kita bantu,” kata Felly.
Politisi Partai NasDem itu menambahkan, terkait data hingga proses dikucurkannya BSU melalui Bank Himpunan Bank Negara (Himbara) harus dipermudah, baik secara administrasi maupun tahapan lainnya, agar tidak ada hambatan lagi ke depannya. “Jadi, seperti ini yang kita maksud, agar ada evaluasi baik dari Kementerian Ketenagakerjaan sendiri, kemudian juga evaluasi dari yang pemberi data itu yaitu dari BP Jamsostek atau BPJS Ketenagakerjaan. Jadi (evaluasi) itu yang kami minta, karena memang banyak yang komplen,”tuturnya.
Felly juga menyoroti data penerima bantuan yang menurutnya tidak sinkron dan terjadi penerimaan yang kerap ganda dari program bantuan lainnya. Sehingga, dirinya meminta perhatian dari seluruh sektor lintas kementerian lembaga agar dapat mengevaluasi hal tersebut. “Ini (bantuan) yang double-double, jadi mungkin ini juga (perlu) menjadi perhatian bagi lintas kelembagaan ya, agar sinkronisasi data ini perlu sangat-sangat dibutuhkan supaya ada pemerataan penerima bantuan dari pemerintah,” tandasnya.
Selain itu, dari anggaran sebesar Rp8,8 triliun yang pemerintah kucurkan untuk penyaluran BSU kepada 8,7 juta pekerja yang bergaji di bawah Rp3,5 juta, terdapat dana yang belum terpakai sebesar Rp1,7 triliun. Dimana dana tersebut merupakan sisa dana yang belum tersalurkan akibat terjadinya double data maupun kendala lainnya yang berdasarkan Perubahan atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 14 Tahun 2020, sisa dana tersebut tidak dapat disalurkan kepada pekerja informal.
Terkait sisa dana yang kini berjumlah Rp1,7 triliun, Felly mengatakan bahwa semuanya tergantung keinginan dari pemerintah yang berkaitan dengan permen tersebut. Dan seharusnya pemerintah mengevaluasi permen tersebut, karena masih banyak para pekerja terdampak yang justru membutuhkan bantuan tersebut, namun justru tidak dapat menerimanya.
“Sekarang Rp1,7 triliun yang sudah ada di bulan sekian ini memang kami perlu untuk rapat kembali dengan mitra kerja, untuk membicarakan (dana) Rp1,7 triliun ini seperti apa, mau dilakukan bagaimana, kalau memang ada saldo seperti itu marilah kita yang belum terima ayo kita permudah gitu, permudah dengan lagi-lagi sinkronisasi data antar lembaga dan kementerian itu sendiri,” tandas legislastor dapil Sulawesi Utara itu.
Sementara, Anggota Komisi IX DPR RI I Ketut Kariyasa Adnyana mengatakan, bahwa para pekerja di Bali itu paling banyak berasal dari daerah Badung dan Karang Asem, sehingga pemberian BSU yang berlandaskan daerah yang sudah terjadi penurunan level dan tidak lagi mendapatkan, ini perlu dilakukan evaluasi.
Senada dengan Felly, terkait sisa anggaran BSU yang belum terpakai sebesar Rp1,7 Triliun, dirinya berharap pemerintah dalam hal ini Kementerian Ketenagakerjaan dapat memanfaatkannya semaksimal mungkin. “Anggaran sekarang yang tidak terpakai atau belum terpakai sampai tahun ini Rp1,7 triliun, besar itu maka dari itu kami harapkan sesuai dengan hasil rapat kemarin kesimpulan Komisi XI dengan Menaker, bahwa Rp1,7 triliun itu nanti dimanfaatkan semaksimal mungkin dan juga diperluas cakupannya,” tutup Ketut.