Pakar: Penyelesaian Pelanggaran HAM Berat Tak Hanya Tanggung Jawab Jaksa Agung
Jurnalis: Haidar Ali
KABARBARU, JAKARTA – Pakar Hukum Pidana, Suparji Ahmad menanggapi desakan dari BEM SI yang meminta agar Jaksa Agung ST Burhanuddin dicopot. Tuntutan ini berdasarkan asumsi bahwa Jaksa Agung tak mampu menyelesaikan pelanggaran HAM berat.
“Tuntutan copot Jaksa Agung karena tak bisa selesaikan pelanggaran HAM berat agak membingungkan. Karena sampai hari ini belum dibentuk pengadilan HAM ad hoc untuk kasus pelanggaran HAM berat masa lalu,” kata Suparji dalam keterangan persnya.
Ia menegaskan bahwa pembentukan pengadilan HAM ad hoc juga bukan kewenangan Kejaksaan. Suparji memaparkan, pembentukan itu melalui rekomendasi DPR, kemudian dibuatlah Kepres.
“Apabila kejaksaan melakukan penyidikan lebih lanjut, akan dibawa kemana berkas perkaranya? Maka yang terlebih dahulu dilakukan adalah membentuk pengadilan HAM ad hoc,” tuturnya.
“Artinya penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lampau bukan hanya tanggung jawab Kejaksaan tapi juga multi sektoral. Karena tidak mungkin kejaksaan berjalan sendiri untuk menuntaskannya,” sambung Akademisi Universitas Al-Azhar Indonesia ini.
Kendati demikian, ia tetap berharap bahwa kasus pelanggaran HAM berat masa lalu bisa selesai. Hal ini demi keberpihakan negara terhadap para korban. Para korban, kata dia, selama ini seolah diabaikan dan tidak diberi kepastian hukum.
“Maka ini juga menjadi tantangan bagi Jaksa Agung, yakni perlunya terobosan penyelesaian kasus ini melalui kajian victimologi yang mendalam. Tak hanya berfokus pada pemidaan terhadap pelaku, tapi juga menunjukkan keberpihakan pada korban,” pungkasnya.