Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

MURTAD

CERPEN MURTAD
Penulis: M. Ridwan, Mahasiswa STKIP PGRI Sumenep.

Editor:

Kabar Baru, CerpenTidak ingin aku pergi apalagi ke pesantren ayahku tidak silau ke agungan menjadi seorang kiyai, maka tak penting menjadi seorang kiyai atau tidak yang terpenting tugas menjadi orang tua sudah terpenuhi,

Suatu hari aku yang baru lulus dari madrasah ibtidaiyah tepatnya di sebelah timur tak jauh dari rumahku keluarga memujuk untuk mondok disana, terlalu berat untuk meng iyakan tawaran itu yang masih sedang aku tegup rasa cemas kepada ibuku yang sedang jatuh sakit punggung yang tak kunjung menemukan titik sembuh, fikiranku teramat kacau waktu itu semua bujukan yang aku tolak selain ibuku “ibu melihat anaknya bisa lebih baik disana dengan hidup di lingkungan sufistik ia bilang pergaulan disana mungkin lebih baik untukmu ketimbang berada di rumah di lain sisi biar kamu bisa mengirim alfatihah jika aku sudah tiada nanti, aku termehek-mehek dibuatnya dengan lapang aku iyakan tawaran itu karena tidak jauh juga tempatnya dari rumah aku bisa menjenguk ibuku satu Minggu satu kali,

Jasa Pembuatan Buku

Tepat malam Jum’at meskipun malam itu aku di antara oleh keluargaku ke pondok pesantren untuk di titipkan disana

“Sang kyai memanggil santrinya___sebut saja dia Salim ia teman pertamaku disana santri yang polos dan berwajah garang dialah aku dapat pengalaman pertamaku aku sudah siap untuk mengabdi disana, kepulangan keluarga seperti kisah mayat yang di tinggal dalam kubur yang hanya melihat wajah asing para malaikat yang begitu seram, aku di bimbing oleh salim ternyata dia juga satu angkatan denganku satu kelas dia anak baru juga disana namun wajahnya begitu beringas dan di kelilingi kumis yang begitu tebal,

Pagi pertamaku di pesantren aku di ajak si salim menyapu di halaman dan aku dapat pujian pertamaku disana oleh tetangga Karena jarang santri disana untuk melakukan nyapu selain pada hari tertentu jika ada kontrolan aku merasa tersanjung berada di lingkungan sufistik waktu itu,

Pkl 07:00 aku masuk kelas dan perkenalan dengan anak baru disana

Tiba Tiba pintu Buuuuummm….. Datang anak yang stylenya cukup liar dengan gaya rambut kangen band atau “EMO” pada masa itu ia bernama Robert dengan wajah gelisah menghampiri pacarnya salah satu teman kelasku dia lebih ganas dari tampang si Salim

Aku begitu cemas dia menghampiriku……

heeey kamu anak baru kamar sebelah….?? Ia

Jika kamu mau di kamar itu kamu harus gerokok…… Cepet bakar……

Ssssssttt……

Aku cicipi rokok pertamaku dengan sedakan nikotin yang begitu menyekik di  tenggorokan dengan gemetar aku turuti itu untuk mengamankan diri dari jahilan, dia begitu akrab denganku sehingga seluruh waktuku habiskan dengannya, sudah kulepasakan saja dengan Salim Karena aku merasa lebih aman dengannya meskipun dia tidak di jadikan kiprah yang baik tapi waktu itu rasa bangga begitu menggelegar dengan meniru kebiasaannya hal yang belum pernah aku lakukan kini ia aku lakukan dengannya hal yang sudah menyeleweng dari kultur santri disana. Aku Terasa terlahir kembali pada itu dengan sifat yang fatal dan brutal terhadap lingkup pesantren itu sendiri.

Masa itu aku sudah mulai pubertas yang sudah belajar mencintai wanita aku dengan dorongan dari pergaulan bebas di lingkungan itu aku mampu menaklukkan hati wanita si Rima aku terbuai dalam asmara yang jangka waktu sangat panjang dengannya

“Ini pakaianku sudah menumpuk Rima…

“Biar aku yang kucucikan semua…

Dengan sesirat surat aku letakkan dengan bajuku yang akan di cuci oleh si rima di samping pintu sekolah ia mengambilnya dengan senyum lentiknya

Perubahan Pola putaran yang di bentuk sudut terkecil jarum jam begitu cepat merubah hari namun aku bukan semakin baik kenakalan sudah merambat begitu cepat menjadi pondasi utama dalam perjalananku

Siang yang begitu menyengit di kulit aku di panggil sang kiyai aku bergegas kesana untuk menghampiri panggilan itu yang tak kuduga sudah ada ayah yang sudah duduk di samping sang kiyai dengan tatap yang tak pernah kulihat sebelumnya

“Tatapa ini berbeda dengan tatapan waktu dia mengantarku di depan gerbang waktu itu

“Beerrrrr…. Tamparan itu mengenai samping wajahku

“Kenapa kau permalukan keluargamu nak…? Sekarang kamu tidak usah pulang ibumu tidak merindukan anak sepertimu

“Kamu berdiri di halaman sana baca Surat yazin jangan berhenti sebelum aku jemput

Ku robohkan kepercayaan bapak dengan rindu yang di balas dengan rasa  kecewa Aku laksanakan hukuman tersebut dengan wajah memar dengan penuh tatap banyak orang “Ternyata dia tidak sama dengan yang ku fikirkan” sekarang sudut pandang anak polos yang ada di mata mereka berubah menjadi ulat pondok,

Hari Juma’at adalah waktu yang aku tunggu Karena kaluarga sudah 2 minggu tidak menjengukku di pondok yang hanya uang saku di titipkan ke tetangga

“Mereka tidak menjengukku apakah mereka masih marah….?? Hah entahlah__

Tamparan kemarin tak membuatku ciut aku masih melakukan kebiasaanku pada hari berikutnya dan di panggil lagi berturut-turut dengan yang ku ulangi namun ini berbeda disini tidak ada bapak seperti waktu itu,

Hati yang sudah kebal dari nasehat lebur dalam langkah yang kelam

Assalamualaikum,,,, Mak hari itu aku tegukan untuk berisiniatif untuk pulang meskipun rasa malu dan dosa masih mengelilingi fikiranku namun rasa rinduku sudah tak bisa ku tawar lagi untuk bertemu dengan ibuku sesampainya di rumah sangat sunyi layak seperti tidak ada kehidupan barang yang biasanya untuk bekerja mencari nafkah terbengkalai di belahan sudut rumah dan salamku tidak ada yang meresponnya

Aku duduk di teras rumah ada satu tetanggaku menanyakan

Kapan sampai…? Baru sampai ucapku

Kemana ibu kok sepi…? Ucapku

Kamu tidak di beri kabar apa …? Ibumu ada RSUD pada Minggu yang lalau yaudah nanti aku mau jenguk ibumu nanti bareng denganku saja

Gelisah keringat air mata mengalir tak mampu ku bayar, apa yang sudah kulakukan terhadap Meraka yang sedang tertimpa musibah yang hanya penambah masalah sampai di RSUD aku bertemu dengan ibu yang mengalir air matanya melihatku yang masih memakai atribut pesantren ia pelita yang mampu meluluhkan singa tanpa mengucapkan mantra

Ia sekarang sudah lemas terbaring di ranjang yang hanya bisa kupeluk dengan hati penuh penyesalan,

“Nak jadilah anak yang berbakti meskipun aku tak bisa mengurusmu tapi ada gurumu yang akan menggantikanku,,,

Aku tak mau begitu cepat waktu mematahkan senyum ibuku, Karena induk dari senyumku adalah kau bukan dia serasa runtuh harapan untuk aku meneruskan berada di pesantren yang aku anggap dulu berada di lingkungan sufistik mampu bisa jadi lebih tapi hal itu kembali kepada diriku sendiri bagaimana untuk menjalankan hidup disana

“Aku belum tumbang

meskipun di guyub seribu orang

Patang pulang sebelum bendera kemenangan di kibarkan”

Kata kata itu yang dulu menjadi cermin dalam hidup yang berubah menjadi cammay Karena perilaku sendiri sehingga aku putuskan untuk gagal dalam mengabdikan diri di pesantren yang terguyub benturan angin Muson mungkin lain kali aku coba dengan proses yang lebih sempurna.

*)Penulis adalah M.Ridwan Sedang Menempuh Jengjang Sarjana di STKIP PGRI Sumenep

*) Tulisan Cerpen ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store