Melodi Kangen | Puisi-puisi Aqil Husein Almanuri
Editor: Ahmad Arsyad
Gelombang Itu Bernama Kematian
Sejak ego menyetubuhi negeri
Di tubuh, segala sesak makin perih
Ada yang bercakap tanpa pamit
Perlahan mengeratkan benang rumit
Aku, kau, dan Tuhan bertaruh nasib
Perihal takdir, dan kematian yang mengintip
Sejak tangis menjelma kerontang
Saat itu pula, gelombang menggerang kembali datang
Gelombang yang diciptakan manusia sendiri
Dari dosa-dosa yang tak pernah terjamah doa
Dari luka yang belum dibasahi sesal
Gelombang yang merenggut segala nyawa, lintas usia
Tanpa peduli doa belum kering di atas makam
Kita harus menggali kembali lubang dalam-dalam
Agar tubuh-tubuh suci itu secepatnya bertemu Tuhan
Sebab, episode selanjutnya bisa saja berdatangan
Kita yang masih ditakdirkan merajut nyawa
Memilih merapal nasib dengan doa
Semoga gelombang itu secepatnya tenang
Dan tak lagi menelan tubuh menjadi kenangan
Pamekasan, 5 September 2021
Definisi Cinta dalam Dirimu
(Kepada adikku, Khairul Faqih Ilham)
Cinta menatapmu begitu dekat, beberapa meter dari rindu
Lalu perlahan mengeja wajahmu, seumpama detik menaksir waktu
Angka-angka di dadamu tampak tak pernah asing
Berurutan tertatih, nyaris tanpa bising
Mata mungil yang selalu dikunjungi binar
Tak pernah redup walau mungkin rasamu begitu nanar
Gapura, 29 Agustus 2021
Setelah 40 Hari
Serumit kata yang berakhir getir
Seberat rindu yang tak juga cair
Aku masih ingin menyebut namamu
Sebelum terkalam Fatihah yang biru
Sejak ragamu tumbang dari pandangan
Lalu temu terpisah jarak Tuhan
Mata memang telah kerontang
Namun hati sembab dihujani kenangan
Sudah 40 hari ragamu menjelma bayang
Tak pernah tampak walau di sudut malam
Cawan-cawan kata bersiap diri
Untuk menumpahkan madah pada Ilahi
Di gundukan tanahmu, kembang 7 rupa terbangun
Menjamah tangisan yang kembali ranum
Dengan tangan tengadah, Fatihah Yasin menggerutu
Mengingat ragamu yang dijemput takdir, 40 hari lalu
Tenonan, 31 Agustus 2021
Melodi Kangen
Di dada, kuku-kuku rindu menggaruk bayangan
Mengasingkan kata dari sisi Tuhan
Aku bertekuk lutut, sahut menyahut
Dengan kenangan yang makin carut
Hingga cinta tak lagi mampu bersimpuh
Lalu terjatuh pada sakit yang makin luruh
Tangis dan rasa lantas saling menguatkan
Bahwa temu akan hadir kemudian
Di setiap rongga dada
Segala harap menjadi niscaya
Berbuih dan terapung dalam kata
Memanjatkan madah pada sang Kuasa
Aku hanya ingin menjumpainya
Meski dalam mimpi yang dusta
Pamekasan, 14 September 2021
Aqil Husein Almanuri: Mahasiswa Hukum Keluarga Islam IAIN Madura. Alumnus Nasy’atul Mutaallimin. Aktif di Pers Mahasiswa LPM Activita. Menulis di beberapa media (baik cetak atau online), di antaranya: Tamanakal.com, Surau.id, Radar Madura, Radar Banyuwangi, NUOnline, Koran Analisa Medan, Pesantren.id, Harakatuna, Santri Jatim news, dll. Sementara masih suka menulis non-fiksi (opini, artikel, esai).