Sajak Pujangga | Puisi-Puisi Wafil M
Editor: Ahmad Arsyad
Dari mana dan dimana,
Dari kapan, dan,
Dari apa,
Dan mengapa?
Bolehkah, aku pinjamkan kasih mu untukku, padanya
Bolehkah, aku pindahkan sayang mu untukku, padanya
Bolehkah, aku alihkan rindu mu untukku, padanya
Bolehkah, aku melihat indah mu untukku, padanya
Bolehkah, aku menikmati bahagia mu untukku, padanya
Jika sayang menjadi penghalang bahagia mu
Jika kasih menjadi perih senang mu
Apakah aku mampu melihat derita kasihku
Apakah aku mampu mendengar tangismu
Apakah aku mampu mengusap air matamu
Dari siang dan malam
Kau iringi aku dengan cerita bahagia mu
Kau bisikkan aku dengan kalam manjamu
Kau tuliskan daftar masa lalu kenikmatanmu
Lalu aku bertanya
Pada mana dan dimana
Pada kapan dan.
Pada apa dan apakah
Pada mengapa dan.
Karena aku adalah kotoran yang terbuang dari rahim kekaguman
Bukan permata yang bersahaja dengan kepastian
Bukan emas yang mengkilap dengan warna terang
Bukan siapa dan tak masuk siapa.
Entah mengapa dan,
Entah apa dan,
Entah kapan dan,
Entah waktu memilih yang mana.
Yogyakarta, (08/09/2019)
September kita penuh luka
Oktober kita bercerita dengan air mata, dan
November engkau bahagia tanpa saya.
Angka satu november memberi bahagia dan luka pada saya
Angka dua november kau cermati setiap titik untuk lupa karenanya.
قل الحق ولوكان مرا
Kata bismillah tak cukup untuk mulai cerita
Karena kita bukan di episode pertama atau kedua
Dan kata al-hamdulillah jauh dari saya
Karena engkau bukan kita, tapi dia.
Terimakasih enkau bahagia.
Meski etika yang diinjak sudah lupa harus bagaimana.
Ntah mereka manusia atau hanya rumput yg berlambaian saat suana senja.
Dan sekarang senja sudah redup diakhir musim kemarau
Hingga mereka yang berlambaian hanya diam berteduh untuk kalam bualan.
Di musim hujan ini,
Mereka menerima tawa dari semua insan
Menerima ejaan kata malu dan pilu
Dari setiap janji yang engkau lontarkan.
Aku titipkan sabar dan maaf,
Pada mereka yang layu
Pada mereka yang penuh malu, dan
Pada mereka yang hanya bisu.
Yogyakarta, (08/09/2019)
Senja redup sore ini
Malaikat sebagai sayap dihadapanmu
Aku murung bersama sekikis mega yang mirah
Dari raut lunglai
Aku berkacak pinggang
Lantaran raupmu yg begitu indah
Menjadi kisah dalam deretan sejarah
Bukan aku manangis!
Tapi aku menyaksikan tabir luka
Yang menjadi tawa diantara kalian berdua
Entah aku siapa! Meski setiap waktu aku selalu ada
Kau batuk,
Desir dingin yg menyelimuti bulu nadi didetik yang lalu
Aku nikmati laksana mentari pagi.
Aku bertanya, itu apa?
Karena gonjangan bola mata tak bisa pisah dari kasih untuk berkisah
Ya! Antara kita berdua meski hanya angan dan menjadi genangan
Kini aku berdahak,
Karena aku tak bisa menatapmu lagi.
Dinding rindu yang kau muntahkan (padanya) dihadapanku
Akan menjadi angka mati yg dari angka ke angka
Bagai angkot tua dikeramaian kota
Aku bermimpi bersama sepi di antara ramainya canda tawa berdua
Indahlah,
Engkau sebagaimana senja yg kita nikmati bersama
Dan bahagialah engkau,
Sebagaimana tawa dan senyum kau lontarkan saat kita mendaki bersama.
Yogyakarta, (08/09/2019)
*) Sang Penyair adalah Wafil M, Merupakan Ahlul-Qohwah di Kawasan Sorawajan dan sekitarnya.
*) Sajak ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co