Lewat Seni Pertunjukan Gambar, Cholsverde Ungkap Bias Gemerlap Kota dan Garis-Garis Urban
Jurnalis: Bahiyyah Azzahra
Kabar Baru, Jogja – Di tengah geliat seni lintas disiplin yang kian intens di Yogyakarta, kota yang sering dijuluki kota seni, Cholsverde, seniman muda menampilkan sebuah karyanya yang juga mengurai gagasan visual menjadi perenungan sosial yang berlapis. Pegiat seni muda lulusan Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini, Cholsverde menjadikan seni bukan sekadar wadah ekspresi, melainkan media dialog antara imajinasi, pengalaman sosial, dan kesadaran ruang urban.
Berbekal latar teater, ia memadukan disiplin seni rupa dan pertunjukan menjadi bahasa yang cair. Karyanya menjelajahi instalasi, gambar, teater boneka, hingga performance art, dengan sorotan pada isu migrasi, ketidaktampakan sosial, dekolonisasi, dan religiositas urban. Dalam setiap eksperimen, ia mempraktikkan kolaborasi lintas medium sebagai bentuk tawaran artistik: membangun ruang yang tak hanya tampil, tetapi mengundang partisipasi gagasan. Dari situ lahirlah inisiatif seperti Drawing Performatif dan Lembaga Gugum Tapa, dua wadah yang menegaskan bahwa seni tak pernah tunggal—ia tumbuh melalui pertemuan.
Dengan gaya artsy nya, sikap Analog Visual Performance Projection, menjadi salah satu sorotan dalam Festival Seni untuk Iklim: Draw The Line Climate Rangers Art Fest di Yogyakarta. Dalam pertunjukan tersebut, Cholsverde memanfaatkan proyeksi cahaya analog sebagai medium untuk membaca ulang lanskap kota—mengubah kilau urban menjadi narasi tentang bias, distorsi, dan ketidakseimbangan.
Bukan sekadar eksperimen visual, karya ini hadir sebagai kritik terhadap glorifikasi modernitas. Cahaya, dalam tangan Cholsverde, menjelma sebagai metafora sosial: terang yang semu, yang justru menyembunyikan gelap di baliknya. Permainan cahaya dan bayangan bukan hanya estetika, tetapi strategi membaca realitas—tentang bagaimana keteraturan kota menutupi ketimpangan, dan bagaimana bias visual mencerminkan bias struktural yang melekat dalam kehidupan urban.
“Karya ini berusaha memberikan sodoran artistik tentang kota, cahaya, dan biasnya. Bahwa modernitas bukan hanya membentuk ruang yang terang, tetapi juga menutupi jejak penyimpangan yang sulit diidentifikasi secara kasat mata,” tutur Cholsverde, menyiratkan pandangan kritisnya terhadap wacana ruang dan identitas.
Dengan demikian, lewat Pertunjukan Gambarnya eksperimen epistemik—usaha memahami bagaimana persepsi visual mempengaruhi cara kita memaknai kenyataan. Di sinilah kecerdasan artistik Cholsverde tampak: ia tidak sekadar menampilkan pertunjukan, melainkan membuka percakapan tentang cara kita melihat dan cara kita dipengaruhi oleh cahaya itu sendiri.
Jejak Cholsverde juga melintasi batas geografis. Ia pernah berpartisipasi dalam International Shadow Puppet Festival “Karakulit Festival” di Pécs, Hungaria, serta aktif dalam Bulan Menggambar Nasional lewat platform Drawing Performatif yang ia dirikan—menghadirkan praktik menggambar sebagai tindakan sosial, bukan hanya individual.
Bagi Cholsverde, seni adalah ruang dan media kesadaran dan keberagaman, bukan alat yang memaksa arah tunggal. Ia memaknai penciptaan sebagai upaya membuka kemungkinan—antara cahaya dan bayangan, antara ketertiban dan gangguan, antara yang terlihat dan yang sengaja disembunyikan.
“Seni bukan mengajarkan arah secara diktator, melainkan membuka jendela kemungkinan bahwa suatu kebenaran ialah keberagaman rupa dan panggung yang tercipta,” ujarnya.
Dari Pasuruan hingga Yogyakarta, dari bayangan menuju cahaya, Cholsverde terus menapak di jalur eksploratif yang menghubungkan tradisi dan teknologi, lokalitas dan globalitas, imajinasi dan realitas sosial. Dalam dunia yang semakin silau oleh citra, ia memilih untuk membaca gelapnya—dan menjadikannya cermin kesadaran.
Insight NTB
Berita Baru
Berita Utama
Serikat News
Suara Time
Daily Nusantara
Kabar Tren
Indonesia Vox
Portal Demokrasi
Lens IDN
Seedbacklink







