PB PMII Gelar Labour Hub, Bahas Dampak Efisiensi Anggaran di Dunia Ketenagakerjaan

Jurnalis: Nurhaliza Ramadhani
Kabarbaru, Jakarta – Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) melalui Bidang Ketenagakerjaan sukses menggelar Labour Hub, sebuah forum diskusi terfokus (FGD) yang membahas Dampak Efisiensi Anggaran Kementerian dan Lembaga Pemerintah di Dunia Ketenagakerjaan.
Acara ini berlangsung secara virtual melalui Zoom Meeting dan menghadirkan sejumlah pakar, akademisi, serta diikuti ratusan kader PMII se-Indonesia.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan PB PMII, M. Razik Ilham, menegaskan bahwa Labour Hub merupakan inisiatif PB PMII untuk mengkaji isu ketenagakerjaan secara nasional.
“Tujuan dari kegiatan ini adalah mengulik pandangan dari narasumber terhadap efisiensi anggaran kementerian dan lembaga pemerintahan di Indonesia. Isu utama yang dibahas mencakup pemutusan hubungan kerja (PHK), dampak efisiensi terhadap sektor pemerintahan, pariwisata, transportasi, percetakan, serta daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah,” jelas Razik.
Sementara itu, Ketua Umum PB PMII, M. Sofiulloh Cokro, menekankan pentingnya kajian akademik dan nutrisi intelektual dalam memahami dampak efisiensi anggaran.
“PB PMII perlu menakar problematika terkait efisiensi anggaran secara objektif, khususnya dalam kacamata ketenagakerjaan. Melalui forum ini, kita melakukan penelaahan akademik dan menjadikannya sebagai jembatan penghubung antara masyarakat dan pemerintah dengan rekomendasi yang solutif. Kami menghadirkan pakar, akademisi, serta mendengar langsung aspirasi kader agar dapat mengupas akar masalah secara eksplisit,” ujar Sofiulloh.
Pandangan Para Narasumber
Diskusi ini menghadirkan beberapa narasumber yang memberikan perspektif kritis terkait kebijakan efisiensi anggaran dan dampaknya pada sektor ketenagakerjaan di Indonesia:
1. Zainul Munasichin (Anggota DPR RI)
Zainul menyoroti bahwa APBN 2025 telah dirancang oleh DPR bersama pemerintah sejak 2024. Ia mengingatkan bahwa Presiden terpilih memiliki kepentingan dalam memastikan APBN sesuai dengan janji kampanye.
“Tahun 2025, pemerintah menargetkan tingkat pengangguran terbuka sebesar 4,5-5%. Namun, problem utama investasi yang masuk saat ini adalah padat modal, bukan padat karya, sehingga serapan tenaga kerja tidak maksimal,” jelasnya.
2. Ah. Maftuhan (Direktur Eksekutif The Prakarsa)
Maftuhan menilai bahwa efisiensi anggaran ini menunjukkan adanya pengakuan dari pemerintah terhadap pemborosan dan kurangnya transparansi dalam penggunaan APBN.
“Belanja untuk gaji pegawai rata-rata mencapai 15% dari APBN. Sementara itu, 25-30% transfer daerah masih didominasi oleh belanja gaji pejabat dan pegawai, yang menjadi angka besar dalam struktur anggaran,” ungkapnya.
3. Imelda Islamiyati (Founder Women Connected, Alumni Magister Ekonomi Universitas Trisakti)
Imelda menyoroti pentingnya kebijakan efisiensi yang tidak hanya berorientasi pada stabilitas ekonomi, tetapi juga pada aspek sosial dan hukum.
“Saya menawarkan rekomendasi agar pemerintah dan DPR mendiskusikan ulang kebijakan efisiensi yang berdampak pada stabilitas ekonomi negara. Mereka juga perlu mempertimbangkan aspek penguatan hukum dan HAM, isu perempuan dan perlindungan anak, serta melibatkan partisipasi publik secara luas dalam perumusan kebijakan ini,” paparnya.
Langkah Selanjutnya
Labour Hub PB PMII berkomitmen untuk terus mengawal isu ketenagakerjaan di tengah dinamika kebijakan nasional.
Diskusi ini diharapkan menghasilkan rekomendasi konkret bagi pemerintah dan DPR dalam merumuskan kebijakan efisiensi anggaran yang tetap memperhatikan kesejahteraan pekerja dan masyarakat luas.
“PB PMII akan terus menjadi garda terdepan dalam memperjuangkan kepentingan rakyat, terutama dalam memastikan kebijakan pemerintah tidak merugikan tenaga kerja dan kelompok rentan di masyarakat,” pungkas Sofiulloh.
Dengan suksesnya Labour Hub ini, PB PMII berharap forum diskusi ini dapat menjadi agenda rutin dalam mengawal isu ketenagakerjaan dan kebijakan publik di Indonesia.