LBH PB PMII Sukses Gelar Ramadhan Public Law di Hotel Balairung Jakarta
Jurnalis: Nurhaliza Ramadhani
Kabar Baru, Jakarta – Lembaga Bantuan Hukum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (LBH PB PMII) memberi perhatian serius terhadap kekerasan terhadap anak dan penegakan hukum sistem peradilan pidana anak.
Direktur LBH PB PMII Muhammad Qusyairi bercerita saat mendampingi kasus pembunuhan terhadap anak.
“Bulan lalu, kami mendampingi keluarga korban pembunuhan anak. Ternyata pelakunya usia 16 tahun yang bisa melakukan pembunuhan berencana yang luar biasa,” kata Qusyairi dalam diskusi bertajuk Ramadhan Public Law dengan tema Tindak Pidana Kekerasan Terhadap Anak, Salah Siapa? di Hotel Balairung Jakarta Timur.
Ia terkejut bahwa anak di bawah umur sudah mampu merencanakan pembunuhan secara sistematis. Ia tak menapik bahwa tindak pidana anak merupakan “lex specialis” atau hukum yang bersifat khusus.
“Bicara (kejahatan) anak ini Undang-Undang khusus, tindak pidana peradilan khusus, masa penahanannya juga khusus. Jadi semua yang berkiatan dengan ini (kejahatan anak) khusus,” ucapnya.
Berdasarkan data KPAI menunjukan pada tahun 2022 terdapat 4.683 kasus perlindungan anak. Ketua KPAI Ai Maryati Solihah menjelaskan perlindungan anak sangat berkaitan dengan bonus demografi 2045.
“Perlindungan anak ini dikaitkan dengan penguatan atas bonus demografi menuju ketahanan sebuah bangsa,” kata dia Ai.
Berbicara tentang anak, Ai menyatakan, tidak hanya berkaitan dengan keluarga yang broken home, keluarga yang menghadapi kejahatan hingga kekerasan seksual. Lebih dari itu, pun menegaskan anak berkaitan erat dengan demokrasi dan ketahanan dan martabat suatu bangsa.
“Kita semua harus terlibat penuh atas pembangunan bangsa dan negara. Sehingga, kita harus terlibat dalam mengatasi permasalahan anak ini,” jelas dia.
Sekjend LPSK RI Noor Sidharta menjelaskan mengani tindak pidana prioritas. Ia menjelaskan, hampir semua tindak pidana yang ditangani LPSK berhubungan dengan anak.
“Kita bicara penyiksaan, narkotika, korupsi, pencucian uang, perdagangan orang, terorisme ini juga berkaitan dengan anak. Ada juga pelanggaran HAM, kekerasan seksual juga,” jelas Noor.
Ia menyampaikan, penderitaan korban terutama tindak pidana secara fisik sangat jelas. Ia pun mengatakan, korban kekerasan seksual bisa mengalami trauma sumur hidup.
“Karena itu, saat ini LPSK sedang membangun pusat perlindungan dan pelatihan sebagai antisipasi bila orang tua tidak berkehendak melakukan rehabilitasi pada anak,” paparnya.
Bidang Anggaran dan Keuangan Itwil II Itwasum Polri Kombes Pol. Dr. Sulastiana menekankan pentingnya advokasi. Ia mendukung, PMII membuka layanan bantuan hukum bagi para korban.
“Restoatif justice ini tidak bisa kita selesaikan hanya diranah peradilan saja, tetapi di level SDM. Human capital kita perlu diasa,” jelas Sulastiana.
Oleh karena itu, ia berharap PMII bisa mengembangkan dalam mengani persoalan hukum anak. Ia berharap, PMII bisa juga menjangkau lingkungan pondok pesantren.
“PMII harus dapat mengambil bagian dalam penegakkan huku yang bersifat supporting low inforcment,” pungkasnya.