Kawal Gugatan Terdampak SUTT PLTU Batu Bara, Masyarakat Sipil Gelar Teaterikal di PTUN Bengkulu

Jurnalis: Joko Prasetyo
KABARBARU, BENGKULU – Sekelompok masyarakat sipil, mahasiswa, kelompok seni dan organisasi kepemudaan lainnya menggelar aksi teaterikal di Pengadilan Tinggi Tata Usaha (PTUN) Bengkulu, Senin (20/9/21).
Manajer Kampanye Energi Kanopi Hijau Indonesia Olan Sahayu selaku aktivis yang mengadvokasi menyatakan bahwa aksi ini merupakan upaya menggiringi proses mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung atas gugatan izin lingkungan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batu Bara Teluk Sepang Kota Bengkulu Provinsi Bengkulu Desember 2019 lalu.
Olan Sahayu menilai putusan hakim pada tingkat pertama dalam banding dan kasasi yang menyatakan bahwa gugatan yang diajukan warga Kelurahan Teluk Sepang tidak memilik hak untuk menggugat adalah keliru.
“Sidang sebelumnya argumentasi hakim menyatakan bahwa belum ada dampak yang diterima penggugat serta dokumen Amdal sudah memiliki tindakan antisipatif guna mengatasi semua dampak akibat beroperasinya PLTU batubara” kata Olan.
Namun faktanya pada saat pemantauan yang dilakukan oleh Kanopi Hijau Indonesia, ditemukan bahwa adanya ketidakpatuhan terhadap dokumen berupa pengangkutan batubara yang seharusnya dilakukan lewat laut namun dilaksanakan dengan menggunakan jalan negara serta adanya warga yang tersengat aliran listrik.
“Selain itu juga ditemukan bahwa perusahaan Tenaga Listrik Bengkulu secara sengaja membuang limbah abu bawah ke lokasi pembuangan sementara tanpa adanya pagar pembatas. Dari semua fakta itu, respon para pemangku lamban dan terkesan melakukan pembiaran” sesalnya.
Tak hanya itu Hakim juga menyatakan bahwa, para penggugat tidak memiliki hak gugat atau legal standing, faktanya adalah Jalaludin dan Harianto adalah penggugat yang terkena dampak akibat pemasangan jalur saluran udara tegangan tinggi (SUTT).
Atas dasar kerugian yang akan dan telah diterima oleh penggugat, lanjut Olan, melalui kuasa hukum yang tergabung dalam tim Advokasi langit Biru (TaLB) yang berjumlah tujuh orang, mengajukan permohohan PK kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia melalui PTUN Bengkulu.
Ditambahkan Ketua TaLB Saman Lating menyatakan bahwa PK adalah upaya hukum luar biasa yang dilakukan terhadap Putusan Kasasi, Banding dan Tingkat Pertama yaitu putusan Nomor : 112/G/LH/2019/PTUN.BKL.
“Peninjauan Kembali ini dilakukan dengan alasan Kekhilafan dan Kekeliruan yang nyata yang dilakukan oleh majelis Hakim Judex Factie tingkat pertama” ujar Saman.
Sementara Harianto, salah satu penggugat menyatakan bahwa penolakan terhadap adanya PLTU batubara Teluk Sepang ini, didasari oleh apa yang ia alami.
“Kami orang yang berada paling dekat dengan pembangkit akan menjadi korban pertama, sekarang ini saja kami sudah dilanda rasa khawatir yang mendalam akibat adanya insiden SUTT di Babatan. Belum lagi ancaman turunnya tingkat kesehatan dan hilangnya fondasi ekonomi” kata Harianto.
“Kami tidak mau nasib kami disandarkan kepada dokumen AMDAL yang sejak awal penyusunannya sudah diprotes” kata Harianto.
Untuk itu Kanopi Hijau menegaskan bahwa izin lingkungan harus dicabut demi keselamatan sumber penghidupan rakyat.