Refleksi Hari Anak Nasional: Transformasi Digital Kian Mengancam Ruang Perkembangan Anak

Jurnalis: Bahiyyah Azzahra
Kabar Baru, Opini – Di tengah gemerlapnya zaman hingga kemudahan segala akses dalam dunia digital, sejatinya memudahkan kegiatan kita dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Namun, di sisi lain terdapat ruang yang tanpa disadari semakin menyempit, semakin mengancam aspek kehidupan lainnya. Tak terkecuali ruang bermain dan ruang berkembang anak.
Kecanggihan digital memang tidak dapat ditampik, tidak dapat pula dihindari. Tetapi kesadaran dalam mencegah, mengatasi, serta mewaspadai perlu diperhatikan bersama-sama. Kesadaran untuk menjaga ruang perkembangan anak tentu harus menjadi tanggung jawab bersama, baik pemerintah, masyarakat, serta kita sendiri sebagai individu di lingkungan keluarga.
Platform media sosial seperti Tiktok, YouTube, dan Instagram memang memiliki ragam kebermanfataan yang membantu lingkup kehidupan. Namun, dalam ruang digital itu juga terdapat ancaman yang nyata bagi anak-anak, terlebih jika tanpa pengawasan orang dewasa. Kurangnya kesadaran orang dewasa sekitar tentunya kian memperburuk ruang bagi anak. Konten yang tidak sepantasnya ditonton oleh anak-anak banyak tersebar luas di media sosial. Memang, terdapat filter yang memiliki fitur pembatasan usia. Tetapi fitur tersebut tidak dibarengi dengan kesadaran dari orang tua atau orang dewasa di sekitar anak.
Dalam laporan pada tahun 2024 dari Badan Pusat Statistik (BPS), menerangkan bahwa 39,71 persen anak berusia dini di Indonesia menggunakan telepon seluler, dengan 35,57 persen diantaranya mengakses internet. Tak ayal, kemudahan akses yang ada dalam dunia digital memudahkan anak-anak untuk mengakses segala platform yang biasa digunakan oleh orang dewasa, seperti halnya orang tua mereka. Fenomena ini sebenarnya disadari, tapi kian larut dalam pembiaran yang menjadi kebiasaan hingga dianggap sebagai kewajaran.
Lebih ironisnya, pembiaran yang dilakukan oleh orang tua di sekitar anak dianggap sebagai alat supaya anak bisa tenang. Situasi ini seperti menganggap asal anak tidak rewel atau asal anak tidak mengganggu pekerjaan orang tua. Padahal pembiaran seperti ini hanya akan berdampak lebih buruk terhadap anak. Akibatnya, anak akan menjadi ketergantungan gadget dan cenderung hanya tenang apabila keinginannya dituruti.
Kondisi yang semakin buruk bagi ruang perkembangan anak perlu kita sadari bersama. Sebagai orang dewasa yang berada di sekitar anak, kita perlu menjaga mereka. Sementara bagi para orang tua, ini menjadi alarm bahaya yang harus segera ditangani secara kolektif. Pemerintah perlu memerhatikan situasi ini dengan melakukan langkah-langkah strategis. Pertama, pendekatan melalui pemerintah daerah yang dilanjutkan ke pemerintah desa agar pengentasan masalah dapat mencakup dengan menyeluruh sampai ke lingkup lingkungan keluarga. Kedua, pendekatan melalui bidang pendidikan untuk mensosialisasikan dan mencegah situasi ruang perkembangan anak kian memburuk.
Penulis : Sirojudin Mutawali, Mahasiswa S1 Manajemen Pendidikan Islam UIN Walisongo Semarang