Jangan Lupa, Indonesia Didirikan Oleh Anak-anak Ingusan

Editor: Ahmad Arsyad
Kabar Baru, Opini – Belum lama ini adanya pernyataan “anak ingusan” dari seorang politisi senior. Suatu pernyataan yang disematkan kepada Walikota Solo yang notabenenya adalah politisi muda.
Pernyataan tersebut memberi kesan bahwa partisipasi pemuda dalam politik nasional terkesan dipinggirkan, dan dianggap remeh. Padahal jika melihat data statistic, pada Pemilu 2024 nanti jumlah pemilih di Indonesia diperkirakan mencapai 187 juta orang.
Menurut Komisi Pemilih Umum (KPU), kelompok muda terutama generasi milenial dan Gen Z akan menjadi pemilih terbesar pada Pemilu tersebut. Jumlah yang cukup untuk menentukan arah politik nasional dalam kontestasi politik, pemilu 2024.
Pernyataan pilitisi senior tersebut juga menegasikan realitas bahwa prestasi tidak bisa diukur dari faktor umur semata.
Karena pada kenyataanya, saat ini adalah suatu era disrupsi dimana banyak sekali anak – anak muda yang bukan saja berprestasi, tapi turut menjadi peletak dasar peradaban umat manusia dan kemanusiaan, baik di Indonesia maupun di seluruh penjuru dunia. Jadi, muda bukan berarti tidak bisa.
Pernyataan Anak Ingusan seolah mengkonfirmasi bahwa realitas politik dewasa ini hanya menjadikan peran kelompok pemuda sebagai objek untuk mendulang suara yang diperebutkan pada kontestasi politik.
Selain daripada itu, ada kesan bahwa politisi senior ini tidak berkenan untuk melakukan kaderisasi dan regenerasi dalam rangka menjamin kesinambungan program pembangunan nasional.
Dan potensi kuantitas pemuda yang besar tidak lantas menjadikan kelompok pemuda dapat mengartikulasikan kepentingan politiknya secara langsung. Sehingga secara politis pemuda diposisikan sebagai kelompok apolitis yang dapat dijadikan obyek.
Hal ini tentu bertentangan dengan semangat demokrasi yang transformatif dimana suatu kelompok / entitas sosial bisa secara terbuka dan transparan mengemukakan stadart nilai yang hendak diperjuangkan secara argumentatif.
Dengan demikian rakyat bisa menilai secara langsung, sejauh mana nilai-nilai yang hendak diperjuangkan bisa diterima dan menjadi kekuatan mayoritas dalam masyarakat.
Dalam sejarah peradaban umat manusia dan Indonesia, kelompok pemuda adalah pilar masa depan bangsa, negara, dan peradaban.
Sumbangsih dan kontribusi pemuda terhadap negara diberbagai era politik telah memberikan corak tersendiri dalam arah perjalanan bangsa ini.
Disamping itu, Indonesia saat ini sedang mengalami bonus demografi, dimana usia produktif / pemuda lebih banyak daripada usia anak – anak dan usia lanjut. Potensi yang sangat luar biasa ini tidak di absorbsi oleh gagasan istilah “anak ingusan”.
Istilah tersebut secara etis kurang tepat dalam percakapan publik, apalagi pemuda secara kuantitas merupakan elemen dominan dalam konteks pemilih, selain itu, Indonesia sedang mengalami bonus demografi dimana seharusnya lebih banyak diberi ruang untuk berpartisipasi.
Oleh karena itu, pengabaian atas pertisipasi pemuda karena dianggap bahwa umur menjadi satu-satunya indikator tentang pengalaman untuk terlibat secara signifikan dalam politik dan kepemimpinan haruslah di ubah.
Tokoh-tokoh pendiri republik Indonesia adalah anak- anak muda, tokoh-tokoh budi utomo dan sumpah pemuda sebagai peletak kebangsaan adalah anak muda, pendiri parpol sebelum Indonesia merdeka, seperti Bung Karno yang mendirikan PNI pada usia 27 tahun.
Bung Hatta mendirikan Perhimpunan Indonesia di Belanda pada usia 22 tahun, Jenderal Soedirman berusia sangat muda ketika terpilih sebagai Panglima Besar yaitu 29 tahun, Sutan Sjahrir menjadi Perdana Menteri di usia 36 tahun.
Dan kini, banyak tokoh muda yang menjadi pemimpin politik pemerintahan dan ekonomi semacam pendiri start up adalah para pemuda. Ingat selalu bahwa para anak muda yang dari segi umur masih sangat belia tersebut yang turut membentuk perubahan.
Kaum muda dalam masyarakat yang demokratis sejatinya memiliki hak yang sama dengan tokoh yang lebih senior, yaitu untuk berpartisipasi secara aktif dalam politik dan kepemimpinan. Patut di ingat bahwa partisipasi politik pemuda membawa beragam manfaat bagi demokrasi yang egaliter, diantaranya.
Pertama, pemuda membawa perspektif baru dan segar terhadap isu-isu yang relevan bagi generasi masa depan bangsa ini.
Sebab partisipasi pemuda dalam politik itu adalah ekspresi dari beragam keresahan serta artikulasi dari pemikiran alternatif yang lahir dari problem kekinian generasinya, dimana hal tersebut boleh jadi luput dari perhatian generasi sebelumnya.
Kedua, partisipasi politik pemuda membantu mengatasi ketimpangan yang ada dalam masyarakat.
Dengan melibatkan pemuda dari berbagai latar belakang sosial, ekonomi, dan budaya, kita dapat mengatasi ketidaksetaraan pemahaman yang ada guna menciptakan kesempatan yang sama bagi semua individu. Hal ini akan memperkuat dasar demokrasi kita dan mendorong inklusi sosial yang lebih luas.
Ketiga, Partisipasi pemuda di politik berperan penting dalam mendorong perubahan. Pemuda cenderung lebih terbuka terhadap ide-ide baru dan memiliki semangat untuk mengubah dunia menjadi tempat yang lebih baik.
Dengan melibatkan para pemuda dalam proses politik, kita dapat mendorong inovasi, reformasi, dan pembaruan yang diperlukan untuk menjaga relevansi sistem politik kita.
Oleh karena itu, adanya ruang partisipasi yang lebih luas terhadap pemuda harus dibuka. Pemuda harus didorong untuk bergabung dalam partai politik, organisasi masyarakat sipil, dan lembaga – lembaga yang memberi mereka platform untuk berbicara dan mempengaruhi keputusan politik.
Dan dalam rangka menciptakan demokrasi yang egaliter, kita harus mengakomodir partisipasi pemuda dalam politik dan pemerintahan.
Sebab, melibatkan pemuda dalam proses politik akan memberikan kesempatan bagi mereka untuk membentuk masa depan yang mereka inginkan, serta memperkuat dasar demokrasi yang kita miliki.
Indonesia membutuhkan para tokoh senior yang mau memberikan bimbingan dan nasehat kepada junior-juniornya dengan penuh kearifan dan kebijaksanaan yang sejalan dengan tata nilai kehidupan kita sebagai bangsa yang menjunjung etika, dan bukan para senior yang menutup potensi para juniornya untuk turut berperan dalam politik dan pemerintah.
Sebab kesinambungan, regenerasi dan kaderisasi adalah keniscayaan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Dengan demikian, mari kita bersatu untuk memberikan ruang yang lebih besar bagi pemuda dalam politik pemerintahan untuk menciptakan masa depan yang lebih adil dan inklusif untuk semua.
Penulis adalah M. Ryano Panjaitan, Ketua Umum DPP KNPI