Melakukan KLB, Solusi Paling Tepat Untuk Selamatkan Nasib FKMSB Pusat
Editor: Ahmad Arsyad
Kabar Baru, Opini – Forum Komunikasi Mahasiswa Santri Banyuanyar (FKMSB) baru saja menginjakkan kaki di usia 23 tahun, tentu di usia tersebut perjalanan panjang sudah terlewati, ada banyak tantangan yang dilalui, ada banyak capaian yang terlampaui.
Di usia yang cukup matang ini, FKMSB terus dituntut untuk menunjukkan eksistensi dan kontribusi baik untuk internalnya sendiri ataupun untuk masyarakat luas sebagai konsekuensi dari identitas FKMSB sebagai organisasi pengabdi.
Akan tetapi sepertinya FKMSB saat ini tidak mampu menjawab tuntutan tersebut, hal tersebut terlihat dari stagnasi roda organisasi FKMSB terutama ditingkat pusat yang kemudian berdampak terhadap roda organisasi FKMSB yang ada ditingkat wilayah.
Akibat dari hal tersebut produktifitas FKMSB pun semakin menurun, hal ini bisa dilihat dari semakin menurunnya kualitas dan kuantitas kader yang aktif di FKMSB, banyak kader yang kemudian merasa acuh tak acuh terhadap FKMSB yang semakin tidak jelas arah geraknya.
Di usia yang semakin matang dan di tengah tantangan yang semakin menantang, FKMSB seharusnya mampu menjadi wadah yang menfasilitasi dan mendorong kader berkembang untuk menjawab tantangan zaman.
Stagnasi ditingkat Pimpinan Pusat FKMSB disebabkan banyak masalah di internal Pimpinan Pusat, mulai dari arah kepemimpinan yang tidak jelas, Para pengurus yang sudah banyak tidak aktif, Vakumnya BL (Badan Legislatif) sebagai lembaga yang diamanatkan untuk mengawasi kinerja Pengurus Pusat, hingga soal molornya periodisasi.
Dari banyaknya masalah tersebut, tentu yang paling mudah untuk dicarikan solusi adalah soal molornya periodisasi, karena tidak mungkin menunggu Abdurahman Wahid (Ketua Umum Pengurus Pusat FKMSB) untuk membenahi kepemimpinannya atau menunggu BL yang juga tidak jelas keberadaannya.
Karena hal tersebut butuh waktu yang cukup lama atau mungkin tidak akan pernah ada perbaikan, maka hal yang paling memungkinkan adalah mempercepat adanya pergantian kepengurusan.
Jika melihat ketentuan di dalam AD/ART FKMSB yang disahkan pada kongres ke XI tidak menjelaskan secara jelas satu periode kepengurusan itu berapa tahun, hal ini tentu harus diperbaiki.
Akan tetapi jika mengacu pada masa periodisasi terdahulu, periodisasi pengurus pusat hanya selama 2 tahun, sedangkan proses pelantikan pengurus pusat sudah dilantik pada tanggal 27 juni 2020.
Hal itu menunjukkan bahwa masa kepengurusan Abdurrahman dkk sudah melewati batas ketentuan yang sudah dijalankan dari periodisasi sebelumnya.
Belum lagi kalau berbicara soal molornya pelantikan setelah kongres 2020, yang diakibatkan konflik antar dua kubu, sehingga membuat proses pelantikan molor selama kurang lebih 6 bulan, kalau dihitung-hitung sudah 3 tahun lebih dari kongres 2020 sampai saat ini.
Hal inilah yang membuat roda organisasi FKMSB menjadi mandek dan tidak tahu arahnya akan kemana, jadi wajar jika FKMSB mulai banyak ditinggalkan oleh kadernya sendiri.
Tentu hal ini bukan hal yang wajar, ini sudah dalam keadaan darurat. jika hal tersebut terus dibiarkan bukan tidak mungkin FKMSB akan vakum dan hanya tinggal nama saja.
Di dalam AD/ART FKMSB tidak mengatur tentang adanya KLB (Kongres Luar Biasa), yang diatur sebagai salah satu alternatif jika terjadi hal yang darurat adalah sidang istimewa, yang tertuang dalam ART pasal 40.
Namun pelaksanaan sidang istimewa tersebut cukup rumit jika melihat realitas FKMSB saat ini, dimana salah satu ketentuannya adalah harus dihadiri dan dipimpin ketua BL dan juga harus dihadiri oleh pengurus pusat.
Hal tersebut sangat sulit untuk dijalankan melihat ketidak jelasan BL dan pengurus pusat yang sepertinya sudah sibuk dengan urusan pribadi masing-masing.
Hal ini terlihat jelas dari acuh tak acuhnya BL dan pengurus pusat dalam menanggapi keresahan yang disampaikan oleh kader-kader dari beberapa wilayah FKMSB.
Ketidakmungkinan untuk melaksanakan sidang istimewa tersebutlah yang kemudian memungkinkan untuk melaksanakan KLB, tentu hal tersebut demi menyelamatkan FKMSB yang sudah dalam keadaan darurat.
Apakah pelaksanaan KBL melanggar AD/ART? Tidak !
Jika melihat pada rekam jejak FKMSB dari tahun 2020 saja sudah banyak hal yang dilakukan tanpa diatur di dalam AD/ART.
Pertama, terkait dengan penyebutan istilah wilayah istimewa untuk beberapa wilayah yang ada di luar negeri, hal tersebut tidak diatur di AD/ART.
Kedua, penyelenggaraan PAL (Pengaderan Anggota lanjut) entah terlaksana atau tidak, kegiatan tersebut juga tidak diatur di dalam AD/ART, padahal pengaturan PAL dalam AD/ART sangat penting untuk menunjukkan bahwa PAL itu merupakan pengaderan resmi yang diperlukan untuk proses jenjang lanjutan setelah PAB.
Ketiga, penyelesaian konflik antar dua kubu pasca kongres di Sampang antara kubu Abdurrahman dan Achmad Fauzi yang sama-sama mengklaim sebagai pemenang kongres.
Penyelesaian konflik tersebut juga tidak diatur di dalam AD/ART, yang diselesaikan melalui campur tangan Majlisun Nadwah dan Pengasuh Pondok Pesantren Banyuanyar, hal ini dilakukan tentu untuk menyelamatkan FKMSB agar tidak pecah belah.
Padahal kalau melihat ketentuan di dalam AD/ART Majlisun Nadwah hanya sebagai lembaga konsultatif yang tidak punya kewenangan secara jelas, sedangkan pengasuh pondok pesantren banyuanyar ataupun keluarga besar pondok Pesantren banyuanyar tidak disebutkan posisi dan relasinya sebagai apa dalam FKMSB.
Tentu kedepan perlu diatur secara jelas di AD/ART posisi dan kewenangan Pengasuh Dan keluarga besar Pengasuh Pondok Pesantren Banyuanyar terhadap FKMSB yang merupakan wadah bagi santri dan alumni yang sedang menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi.
Mekanisme Penyelenggaraan KLB
Mekanisme penyelenggaraan KLB tentu tidak boleh rumit, karena seperti yang disebutkan di awal bahwa KLB dilakukan karena sudah tidak ada jalan lain yang dapat dilakukan untuk menyelamatkan FKMSB dari Stagnasi yang sudah sangat darurat.
Sehingga KLB harus dilaksanakan dengan sederhana dan sehikmat mungkin, agar tujuan yang diingikan dari terlaksananya KLB yakni memperbaiki jalannya roda organisasi dan perbaikan terhadap beberapa aturan yang perlu disusun ulang dalam FKMSB mampu tercapai dengan baik.
Termasuk pengaturan terkait KLB di dalam AD/ART sebagai langkah antisipatif terhadap keadaan FKMSB di masa depan.
Pelaksaan KLB cukup disetujui mayoritas FKMSB ditingkat wilayah atau 50+1 dari wilayah yang ada, tentu penyelenggaraan KLB pun harus diselenggarakan oleh FKMSB ditingkat wilayah yang menyetujui dilaksanakannya KLB tersebut dengan tetap mempertimbangkan hasil konsultasi dengan Majlisun Nadwah dan Pengasuh Pondok Pesantren Banyuanyar.
Karena hanya kepengurusan di tingkat wilayah yang masih punya rasa kepedulian dan masih memungkinkan untuk ikut andil dalam menyelamatkan FKMSB dari keadaan darurat tersebut.
Rembug antar pengurus wilayah adalah hal yang harus dilakukan untuk mengawali penyelenggaraan KLB, untuk menyamakan tujuan dan persepsi atas gagasan penyelenggaraan KLB.
Tentu harus ada yang mengawali, mengkordinir dan menginisiasi hal tersebut. Semua ada di tangan para kader dan pengurus di tingkat wilayah, jika memang tidak mau FKMSB seperti saat ini, maka perlu keberanian untuk melakukan perubahan sekalipun hal tersebut keluar dari batas kewajaran.
Untuk diketahui, tulisan ini hanyalah bentuk penyampaian gagasan dan keresahan atas keadaan FKMSB yang sudah dalam keadaan darurat.
*Penulis adalah M. Lutfiadi, Ketua Wilayah FKMSB Jabodetabek 2019-2020.