Birokrat sebagai Pelayan Rakyat
Editor: Ahmad Arsyad
KABARBARU, OPINI- Dalam kehidupan sehari-hari, tentu saja kita tidak pernah lepas dari urusan birokrasi. Semisal, mulai dari mengurus sertifikat tanah, akte kelahiran, Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), paspor, dan semacamnya. Keberadaan birokrasi ditujukan untuk melayani masyarakat. Berbicara birokrasi, tidak hanya berkaitan dengan sistem yang ada di dalamnya. Tetapi juga termasuk orang-orang yang ada di dalamnya, biasa disebut birokrat atau abdi negara, atau aparatus sipil negara (ASN). Mereka semua bertugas dan bertanggung jawab melayani masyarakat sesuai dengan bidangnya masing-masing. Apalagi, dalam konstitusi telah gamblang mengatur hal tersebut. Lantas apa yang dimaksud dengan birokrasi?
Weber pernah menyatakan bawha birokrasi itu ideal type of organization dengan karakteristik, yaitu memiliki pembagian kerja dan spesialisasi, orientasinya tdiak bersifat personal, kewenangan di dalamya bersifat hirarkis, dan pengaturan yang ketat berdasar peraturan, tugasnya bersifat administratif yang kompleks, ada kegiatan yang harus dijaga kerahasiaannya, mempekerjakan personel yang dilatih khusus, beroreintasi pada karir dan mengutamakan efisiensi. Hemat saya, berdasarkan pandangan Weber, birokrasi sebenarnya organisasi yang sistemik dan bersifat hirarkis yang bertujuan untuk memberikan peyananan publik. Orang-orang di dalamnya memiliki kompeten di bidangnya masing-masing. Sebab, sebelum menduduki posisi/jabatan sebagai birokrat, kata lainnya aparatur sipil negara (ASN), pasti melewati seleksi ketat untuk menyaring siapa yang pantas mejadi pelayan publik.
Selanjutnya, birokrasi menjadi sorotan masyrakat ketika oknum-oknum di dalamnya menyalahgunakan kekuasaanya. Menjadikan pekerjaan mereka sebagai cara untuk mengeruk uang negara. Kepercayaan sebagian masyarakat kian tergerus ketika semakin banyak birokrat tertangkap tangan menjalankan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Memanfaatkan jabatan untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Hasrat untuk memperkaya diri membutakan mata hati. Kepentingan rakyat dinomorduakan. Padahal, untuk saat ini, mata rakyat sudah semakin terbuka. Rakyat sudah mulai peka mana birokrat yang benar-benar tulus mengabdi dan mana yang hanya berpura-pura. Saya rasa, rakyat sekarang sudah tidak gampang lagi dikelabui oleh birokrat-birokrat yang bermuka dua. Apa yang dilontarkan berbeda dengan apa yang dikerjakan. Sering kali mengingkari janjinya sendiri.
Padahal, pemerintah sebenarnya bukanlah orang yang hanya bisa memberin perintah. Main tujuk sana sini untuk memenuhi ambisi pribadinya. Maunya hanya dilayani ibarat mereka adalah majikan, dan rakyat adalah pelayannya. Padahal, gaji dan tunjangannya berasal dari rakyat. Lantas, kenapa masih ada yang semena-mena terhadap rakya? Apakah mereka benar-benar tidak tahu terkait pemegang posisinya sebagai pelayan publik. Karena, fakatnya memang begitu. Sebagian dari kita kadang merasakan betapa susahnya mengurus beberapa administarasi yang berkaitan dengan birokrasi. Bahkan, hal itu menuntut kita berkorban tenaga, waktu, dan biaya. Sungguh tidak efektif dan efisien. Padahal, keberadaan birokrasi pada dasarnya adalah untuk mempermudah dalam pelayanan, bukan mempersulit. Itu saja sudah bertentangan.
Dr. Kadarisman Sastridiwirjo, M.Si, dalam bukunya yang berjudul Konye’ Ghunung: Persepektif Budaya dalam Pemerintahan, pernah mengungkapkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan penampilan birokrasi seperti sekarang. Di antaranya, pertaama, adalah faktor kesejarahan. Keberadaan birokrasi Indonesia dimulai dari zaman kerajaan. Pada masa itu, birokrasi memang dibentuk untuk melayani dan mempertahankan kekuasaan raja. Pada masa penjajahan, kondisi semacam itu masih berlanjut. Kemudian, pada masa Indonesia merdeka, birokrasi mulai berubah menjadi alat perjuangan dan alat mempersatukan bangsa. Kondisi berbalik lagi, ketika Orde Baru hingga Orde Lama, yaitu birokrarasi menjadi alat penguasa. Tidak heran, hingga saat ini, birokrasi masih dianggap feodalistik, berorientasi ke atas, dan bukan untuk melayani masyarakat.
Faktor kedua, menurut Prof. Amir Santoso Ph.D, ada kaitannya dengan kesalahan menerjemahan istilah government menjadi “pemerintah” yang mengandung konotasi sebagai tukang memberi perintah. Padahal dalam istulah governt terkandung pengertian mengurus kepentingan rakyat. Karena itu, hubungan pemerintah dengan rakyat seperti atas dengan bawahan. Faktor Ketiga adalah faktor budaya. Masyarakat kita sangat mengormati orang yang dituakan, para pemimpinnya, termasuk birokrat. Hal itu juga menyebabkan kondisi antara atasan dan bawahan makin langgeng.
Oleh sebab itu, untuk mewujudkan pemerintahan yang berintegritas dan mampu memberikan pelayanan optimal kepada masyarakat, perlu evaluasi secara berkelanjutan. Evaluasi yang menuntut kinerja birokrat lebih baik lagi dari waktu ke waktu. Selain itu, setiap pimpinan organisasi pemerintahan, wajib tegas, dan tidak tebang pilih dalam menerapkan sangsi bagi anggota-anggotanya yang terlibat kasus hukum. Semisal. Apabila ada anak buahnya yang terbukti melakukan pungutan liar atau memanipulasi anggaran atau menyalahgunakan kewenangan untuk kepentingan keluarganya, dan semacamnya, harus ditindak tegas sesuai dengan aturan yang berlaku.
Selain itu, penting kiranya bagi setiap birokrat memiliki pola pikir sebagai pelayan masyarakat, berpikir agar bisa mempermudah setiap urusan masyarakat. Dalam hal ini, reformasi birokrasi menjadi hal yang sangat penting. Mulai dari aturan, manajemen, bahkan hingga ke sistem birokrasi, jika memang perlu, mestinya ditata ulang untuk menyesuaikan dengan tantangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Akhir kata, saya hanya bisa berharap agar birokrat kita semakin profesional dalam bekerja dan mampu berkontribusi bagi kemajuan bangsa dan negara. Salah satu caranya yaitu melayani rakyat dengan sepenuh hati.
*) Penulis adalah Muhammad Aufal Fresky, Mahasiswa Program Studi Magister Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya, sekaligus Penulis buku Empat Titik Lima Dimensi.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co