Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Pakar Hukum Nilai UU Kejaksaan Tidak Perlu Direvisi, Ini Alasannya!

Jurnalis:

Kabarbaru, Jakarta – Ahli hukum pidana Abdul Fickar Hadjar menilai Undang-undang (UU) Kejaksaan No 11 tahun 2021 belum perlu dilakukan revisi kembali.

Karena UU Kejaksaan yang saat ini berlaku sudah memenuhi keadilan masyarakat dan juga memberikan kewenangan tim penyidik jaksa dalam pengusutan kasus korupsi besar.

Jasa Penerbitan Buku

Meski demikian, kata Fickar, yang terpenting pengawasan kepada jaksa yang harus diperketat dalam penegakan hukum.

“Menurut saya belum perlu dilakukan revisi UU Kejaksaan. Karena yang terpenting pengawasan kepada para jaksa yang harus diperketat,” kata Fickar.

Menurut Pakar hukum pidana dari Universitas Trisaksi ini bahwa beberapa pasal didalam UU Kejaksaan No 11 tahun 2021 terkait penanganan kasus korupsi tidak bergantung kepada pihak lain termasuk atasan dalam hal ini Jaksa Agung RI.

“Penanganan korupsi itu tidak boleh bergantung pada pihak lain termasuk atasan, tetapi juga harus jujur. Jika tidak jujur, ya sama saja bohong,” ucap Fickar.

Ia mengatakan bahwa izin dan menyampaikan laporan kepada Jaksa Agung sudah menjadi budaya di setiap instansi pemerintah termasuk Kejaksaan RI. Namun, lanjut dia, yang terpenting adanya kejujuran setiap insan Adhyaksa dalam menegakan hukum termasuk dalam penanganan kasus-kasus korupsi.

Bahkan didalam sistem pemerintahan tersebut harus ada birokrasi dan standar operasional prosedur (SOP) yang harus dijalankan oleh setiap aparat penegak hukum.

“Inilah budaya yang masih memerlukan lapor atasan. Apabila kejujuran ditegakan, maka dengan sendirinya budaya kerja mandiri menjadi tidak terelakan,” tuturnya.

“Tetapi yang namanya pemerintahan harus ada birokrasinya agar bisa teratur dan sistematis. Tetapi penyalahgunaannya harus dihukum berat,” sambungnya.

Kendati demikian, kata Fickar, dalam memeriksa jaksa yang diduga bermasalah hukum, maka tidak perlu izin dari Jaksa Agung RI.

“Kalau diduga terlibat korupsi, tidak usah minta izin Jaksa Agung. Apalagi tertangkap tangan, izin sangat tidak diperlukan. Peraturan (harus izin Jaksa Agung) itu ketinggalan zaman dan norak,” jelasnya.

Ia menegaskan bahwa izin Jaksa Agung seperti yang diatur dalam Pasal 8 Ayat 5 sebenarnya tidak diperlukan.

“Ketika jaksa menangani perkara, itu sudah menjadi kewenangan penuh, sehingga tidak perlu lagi perizinan dari atasan,” kata Fickar.

Ia juga mengkritik potensi intervensi yang justru terpusat di tangan Jaksa Agung. Karena semangat awal UU ini bertujuan untuk menghindari intervensi dari pihak luar.

“Tetapi ini justru semakin memusatkan intervensinya di Jaksa Agung,” sambungnya.

Sebelumnya, mantan pimpinan KPK, Saut Situmorang menyoroti UU No 11 Tahun 2021 tentang Kejaksaan RI, terkait ketentuan dalam Pasal 8 Ayat 5 yang menyebutkan bahwa proses hukum terhadap jaksa itu harus melalui izin Jaksa Agung.

Sebab, kata Saut, adanya ketidakpastian dalam penegakan hukum yang diatur dalam pasal tersebut.

“Prinsipnya, adanya ketidakpastian dalam penegakan hukum yang cukup tinggi, konflik kepentingan dan fairness. Bagaimana kita bisa menjabarkan hal tersebut terkait penegakan hukum dan antikorupsi,” kata Saut dalam diskusi publik bertajuk UU Kejaksaan : antara Kewenangan dan Keadilan Masyarakat yang digelar Forum Kajian Demokrasi Kita (FOKAD) di Jakarta Selatan.

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store