Koreksi Kritis Terhadap Peran Generasi Z dalam Pendidikan Indonesia
Editor: Ahmad Arsyad
Kabar Baru, Opini – Menurut banyak penelitian, Gen Z berbeda dari generasi sebelumnya dalam hal sifat dan atribut. Generasi ini dikenal sebagai generasi minim batasan.
Ryan Jenkins (2017) mengklaim bahwa Gen Z tangguh bagi organisasi karena ekspektasi, selera, dan sudut pandangnya yang berbeda.
Artikel Ryan Jenkins berjudul “Four Reasons Generation Z will be the Most Different Generation” menggambarkan karakter dari Generasi Z lebih bervariasi, berwawasan global, dan berdampak pada sikap dan budaya mayoritas masyarakat.
Salah satu ciri Gen Z yang menonjol adalah kemampuannya memanfaatkan kemajuan teknologi di berbagai bidang kehidupannya. Mereka memanfaatkan teknologi yang alami layaknya bernafas.
Artikel “Meet Generation Z: The Second Generation within The Giant Millennial Cohort” oleh Bruce Tulgan dan Rainmaker Thinking, Inc., berdasarkan studi longitudinal dari tahun 2003 hingga 2013, mengidentifikasi lima ciri utama Gen Z yang membedakan mereka dari generasi lainnya.
Pertama, media sosial menjadi suatu metode yang paling mempengaruhi kehidupan mereka. Kedua, Gen Z percaya bahwa hubungan interpersonal adalah faktor yang paling penting. Ketiga, generasi ini dapat dipengaruhi oleh kesenjangan keterampilan.
Konsekuensinya, harus ada upaya terkonsentrasi yang dilakukan untuk mentransfer keterampilan dari generasi sebelumnya, seperti berpikir kritis, kecakapan teknis, dan komunikasi interpersonal.
Keempat, pengalaman Gen Z bepergian secara geografis dibatasi oleh betapa mudahnya mereka terhubung secara virtual dengan banyak individu di seluruh dunia melalui koneksi internet.
Meski demikian, Gen Z memiliki pandangan global karena betapa mudahnya mereka berkomunikasi dengan banyak orang dari berbagai budaya.
Kelima, karena generasi ini begitu banyak menerima sudut pandang dan pola pikir yang berbeda, mereka toleran terhadap keragaman dan perbedaan sudut pandang.
Namun, Gen Z perlu tenaga ekstra untuk dapat mendefinisikan diri mereka sendiri dan terjadi krisis identitas.
Peran Generasi Z dalam Pendidikan Indonesia
Data Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Sensus Penduduk 2020 menunjukkan, generasi Z yang lahir pada tahun 1997–2012 adalah kelompok terbesar dalam struktur populasi Indonesia. Jumlahnya mencapai 75,49 juta orang atau 27,94 persen.
Melibatkan generasi Z dan generasi Indonesia selanjutnya dalam penyusunan rencana pembangunan nasional untuk masa depan sudah sepatutnya dilakukan, karena merekalah yang akan berperan di masa tersebut nantinya.
Dalam era yang mengandalkan media sosial sebagai panglima, demokratisasi menjadi mantra yang tak terbantahkan.
Arus distribusi informasi yang tak terbendung hingga akses pada ketersambungan yang tak terbatas merangsang banyak orang untuk terlibat aktif dalam isu-isu publik, tak terkecuali para pelajar. Secara demografis, para pelajar masa kini adalah bagian dari generasi Z.
Kaum pelajar Generasi Z adalah segmentasi yang istimewa. Dengan pencarian kesadaran penuh akan tugas sejarahnya, inilah kelompok demografik yang akan menentukan arah haluan bangsa, menentukan nasib jutaan orang di masa depan, menjadi bagian dari pewaris sah negeri ini di masa yang akan datang.
Nilai-nilai yang meniscayakan kesadaran akan demokrasi. Sejarawan kontemporer Yuval Noah Harari berungkali mewanti-wanti tentang pentingnya transisi ke demokrasi digital untuk menyambut gelombang generasi Z ini.
Mengisi khazanah publik dengan gagasan akan isu-isu masa depan: keberlanjutan lingkungan, pendayagunaan sains teknologi, ekonomi sirkular, kesetaraan gender, distribusi kesejahteraan, gerakan filontrapis, dan keadilan hukum.
Tanpa kehilangan dampak nyatanya, semuanya bisa dan paling mungkin terjadi di ruang digital.
Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional tidak hanya dibutuhkan kecakapan terhadap perkembangan teknologi saja.
Melainkan juga dibutuhkan upaya membangun generasi penerus bangsa yang cerdas,berdaya saing, dan menanamkan nilai-nilai Pancasila yang terjalin dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
Peserta didik akan menjadi manusia yang bermoral dan berkarakter kuat jika pendidikannya menanamkan nilai-nilai tersebut. Mereka diharapkan mampu menghayati prinsip-prinsip itu dalam tindakan sehari-hari sehingga menjadi individu yang rajin, religius, nasionalis.
Oleh karena itu, kerjasama antara masyarakat dan sekolah sangat diperlukan.
Mengingat begitu pentingnya peran Generasi Z dalam rencana pembangunan nasional untuk masa depan, Pendidikan karakter harus menjadi kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari, strategi pendidikan karakter harus diadopsi dan diintegrasikan ke dalam setiap topik.
Selain itu, dapat dimasukkan ke dalam pengembangan diri melalui kegiatan kelas. Hal tersebut melibatkan sekolah, keluarga, dan masyarakat sehingga sangat membantu prakarsa pendidikan karakter di sekolah tersebut.
Selain itu, harus dilakukan melalui perpaduan antara hati (etika), rasa (estetika), olah pikir (literasi), dan olah raga (kinestetik).
Penulis adalah Shintia Ira Claudia, Staff Kemitraan dan Komunikasi Publik Direktorat PPG Kemendikbudristek.