Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Lebih Jauh Mengenal Sekstorsi, Pisau Digital Pembunuh Perempuan

Penulis: Annisa Rahma, Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila.

Editor:

Kabar Baru, Kolom- Setiap hal yang tumbuh dan berkembang dengan cepat akan selalu dibarengi dengan peluang dan juga resiko yang sepadan, begitu pula dengan digitalisasi. Kemudahan yang dinikmati hari ini dalam mendapatkan, menggali, dan menyebarkan informasi tidak hanya berhembus pada angin kebermanfaatan saja — internet  seperti  pisau  bermata  dua  saat  ini, dimana  terdapat  sisi  positif  dan  negatif — minimnya literasi digital dan pengawasan membuka peluang terjadinya Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) di media sosial, satu diantaranya adalah sekstorsi. Sekstorsi merupakan bentuk kekerasan berbasis gender online yang dilakukan dengan memeras korban dengan  memanfaatkan foto atau video pornografi milik korban yang didapatkan baik secara hacking, maupun diberikan secara  langsung oleh korban atas dasar kepercayaan dalam suatu hubungan. Foto atau video tersebut lantas disalahgunakan oleh pelaku sekstorsi dengan memberikan ancaman guna memeras materi maupun secara seksual kepada korban.

Korban sekstorsi biasanya akan menuruti kemauan pelaku dengan harapan bahwa foto atau video bersifat pornografi  milik korban tidak akan disebar, walaupun dalam kenyataannya sebagian besar pelaku akan tetap menyebarkannya setelah berhasil membuat korban memberikan  yang dihendaki pelaku.

Jasa Pembuatan Buku

Fenomena sekstorsi marak terjadi seiring dengan pesatnya arus digitalisisasi. Berbarengan dengan kondisi tersebut — seperti yang kita ketahui bersama — yang paling beresiko menjadi korban adalah perempuan. Perempuan yang menjadi korban sekstorsi banyak yang malu dan takut untuk mengambil langkah hukum disebabkan oleh stigma masyarakat yang masih memperolok korban kekerasan seksual sehingga mereka “dilecehkan” lebih jauh lagi oleh lingkungan (reviktimisasi), kekhawatiran merusak nama baik keluarga karena dirasa aib, dan kerugian-kerugian materil yang mereka dapatkan dari polarisasi patriarki seperti pemecatan ataupun perundungan. Ketakutan-ketakutan yang timbul akibat ancaman dari kejahatan sekstorsi tidak jarang berujung kepada tindakan bunuh diri.

Berdasarkan data Komnas Perempuan pada tahun 2021 dilaporkan terdapat peningkatan kasus Kekerasan Berbasis Gender Online mencapai 335%, yakni mencapai 942 aduan dari 281 aduan pada tahun sebelumnya. Kasus kejahatan sekstorsi yang tidak dilaporkan adalah sebuah bukti minimnya edukasi hukum terhadap masyarakat dalam wujud keraguan atau kekhawatiran yang timbul untuk menindaklanjuti persoalan dan berujung kepada tindakan bunuh diri akibat ancaman yang dilakukan oleh pelaku kejahatan sekstorsi.

Berikut ketentuan-ketentuan hukum di Indonesia yang mengatur ancaman pidana bagi pelaku sekstorsi:

  1. KUHP

Pengaturan ketentuan pidana bagi pelaku sekstorsi secara lex generalis terdapat dalam Pasal 368 KUHP ayat (1). Terhadap bunyi delik Pasal 368 dan pengaitannya kepada kejahatan sekstorsi, terdapat beberapa unsur yang dapat dibedah. Pertama, menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum. Sifat melawan hukum dapat dibagi menjadi dua, yaitu melawan hukum

formil (formeel wederrechtelijkheid) dan melawan hukum materil (materiel wederrechtelijkheid). Perbuatan pelaku sekstorsi yang dalam hal ini melakukan pemerasan, secara ajaran formil dan materil dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang bersifat melawan hukum dikarenakan pemerasan merupakan pelanggaran delik dan tidak sesuai dengan asas-asas kepatutan dalam masyarkat. Kedua, Memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang ataupun sesuatu.

  1. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008

Apabila dalam melakukan sekstorsi pelaku menyebarluaskan foto atau video pornografi milik korban, maka pelaku juga dapat dijerat dengan Undang-Undang Pornografi dalam Pasal 4 ayat (1) dengan ketentuan ancaman pidananya yang diatur dalam Pasal 29, yaitu pidana penjara paling lama 12 tahun dan pidana minimum khususnya selama 6 bulan. Selain pidana penjara, ketentuan Pasal 29 juga memungkinkan adanya pidana denda paling banyak Rp6.000.000.000,00 dan paling sedikit sejumlah Rp250.000.000,00.

  1. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016

Sekstorsi sebagai kejahatan seksual dengan berbasis siber juga tidak terlepas dari ketentuan dalam Undang-Undang ITE pada Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 27 ayat (4). Ketentuan Pasal 27 ayat (1) dapat dikenakan bagi mereka yang menyebarluaskan foto atau video pornografi milik korban dalam melakukan kejahatan sekstorsinya. Adapun ancaman pidananya diatur dalam Pasal 45 ayat (1) dan (4) yang berbunyi:

“(1) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(4) Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan  dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).” 

  1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022

Pengenaan pidana terhadap bentuk bentuk kekerasan seksual dalam UU ini ditujukan untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual terhadap seseorang, dan melindungi kepentingan masyarakat dari kehilangan hak-hak dasarnya akibat kekerasan seksual. Maka hadirlah negara untuk menjawab persoalan bias dari persoalan kekerasan seksual yang selama ini belum diatur secara mendalam. Fenomena sekstorsi dalam Undang-Undang ini diatur pada Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) yang berbunyi:

(1)       Setiap Orang yang tanpa hak:

  1. melakukan perekaman dan/ atau mengambil gambar atau tangkapan layar yang bermuatan seksual di luar kehendak atau tanpa persetujuan orang yang menjadi objek perekaman atau gambar atau tangkapan layar;
  2. mentransmisikan informasi elektronik dan/ atau dokumen elektronik yang bermuatan seksual di luar kehendak penerima yang ditujukan terhadap keinginan seksual; dan/atau
  3. melakukan penguntitan dan/ atau pelacakan menggunakan sistem elektronik terhadap orangyang menjadi obyek dalam informasi/dokumen elektronik untuk tujuan seksual,

dipidana karena melakukan kekerasan seksual berbasis elektronik, dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)

(2)       Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan maksud:

  1. untuk melakukan pemerasan atau pengancaman, memaksa; atau
  2. menyesatkan dan/atau memperdaya, seseorang supaya melakukan, membiarkan dilakukan, atau tidak melakukan sesuatu,

dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

  1. Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi

Isu mengenai pentingnya perlindungan data pribadi mulai menguat seiring dengan meningkatnya jumlah pengguna telepon seluler dan internet. Sejumlah kasus yang mencuat, terutama yang memiliki keterkaitan dengan kebocoran data pribadi seseorang dan bermuara kepada aksi penipuan atau tindak kriminal pornografi, menguatkan wacana pentingnya pembuatan aturan hukum untuk melindungi data pribadi.

Indonesia baru saja mengesahkan kepastian hukum baru yang mengatur tentang Perlindungan Data Pribadi, ketentuan ancaman kejahatan sekstorsi diatur dalam Pasal 67 yang berbunyi:

  • Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum memperoleh atau mengumpulkan Data  Pribadi yang bukan miliknya dengan maksud untuk  menguntungkan diri sendiri atau orang lain yang dapat mengakibatkan kerugian Subjek Data Pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
  • Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum mengungkapkan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
  • Setiap Orang yang dengan sengaja dan melawan hukum menggunakan Data Pribadi yang bukan miliknya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

 

*) Penulis adalah Annisa Rahma, Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Pancasila.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store