Gara-gara Kesalahan Berpikir Gilang Herlambang, Orang Madura Jadi Korban

Editor: Ahmad Arsyad
Kabarbaru, Opini – Pandangan, Penilaian, sikap dan prilaku seseorang terhadap suatu objek dipengaruhi oleh hasil buah pikirnya. Produk pemikiran atau Konklusi dari suatu objek bergantung pada konstruksi berpikirnya.
Apabila cara berpikirnya benar maka akan menghasilkan kesimpulan yang benar, begitupun sebaliknya.
Mengutip apa yang disampaikan oleh Intelektual Muda Ach. Dhofir Zuhry betapa bahayanya manakala logical fallacy menimpa seseorang Ada baiknya kita merenungi-insyafi bahwa pola sikap adalah cermin dari pola pikir. Tindakan adalah pikiran yang bergerak.
Bisa dibayangkan betapa besar dampak yang akan terjadi akibat dari kesalahan berpikir seseorang yang cuti nalar. Dalam kehidupan sehari-hari sering kita temukan kesalahan berpikir masih tumbuh subur dikalangan masyarakat, tidak jarang kita temukan akibat dari hal ini banyak pihak yang dirugikan baik secara materil maupun imateril.
Ditulisan ini Secara spesifik penulis akan menguraikan kesalahan berpikir dari konten kreator dan Influencer atas nama Gilang Herlambang yang menimbulkan banyak kerugian materil dan imateril pada Orang madura, khususnya orang madura yang sedang merantau diberbagai kota.
Beberapa konten yang dibuat dan diposting di akun Tik Tok oleh Gilang Herlambang berupaya menyampaikan pesan dan membentuk stereotipe bahwa orang madura itu kumuh, norak, keras kepala, egois dan berbagai sifat buruk lainya.
Sebagai contoh, Salah satu konten bernada rasis terhadap orang madura yang diposting oleh Gilang Herlambang pada 2024-08-26 di akun Tik Tok, caption nya bertuliskan Gak semua harus dirombeng bro disitu dia melibatkan dua temanya mempertontonkan orang madura yang digambarkan sebagai pencuri sebuah tulisan terbuat dari berbagai bahan berkualitas tinggi secara ekonomis yang terpampang didepan salah satu kampus swasta di Malang.
Soft Message(pesan halus) yang diselundupkan melalui konten menimbulkan berbagai tafsir sekaligus reaksi dari netizen karena berkaitan dengan isu SARA. Pertanyaannya dimana kira-kira kecacatan berpikir Gilang Herlambang ini? Mari kita bahas.
Gilang Herlambang melalui berbagai konten yang dibuat menganggap bahwa orang madura itu jumud, kampungan, terbelakang dan berbagai sifat buruk lainya. Ini dipromosikan dibeberapa konten yang dibuat. Pandangan ini dihasilkan sekurang-kurang dari dua hal.
Pertama informasi negatif tentang orang madura yang belum valid kebenaranya, kedua kejadian empiris/pengalam yang pernah dialami sewaktu dia berinteraksi dengan oknum yang kebetulan berasal dari Madura. Naasnya dari dua hal diatas dia langsung mengambil kesimpulan bahwa semua orang madura berwatak demikian, Kemudian dimanfaatkan untuk kepentingan konten sekalipun merugikan orang lain.
Gilang Herlambang telah terjebak dalam kesalahan berpikir yang disebut Fallacy of dramatic instance yaitu berawal dari kecendrungan orang untuk menyimpulkan sesuatu dengan over-generalization. Mengunakan satu-dua kasus untuk menyimpulkan secara keseluruhan suatu objek.
Sebagai analogi sederhana untuk menjelaskan apa itu Fallacy of dramatic instance-over-generalization ada sebuah Organisasi mahasiswa katakanlah nama organisasinya Organisasi A, jumlah anggotanya 200 orang. Doni sebagai Mahasiswa baru ingin masuk organisasi A untuk itu dia cari tahu tentang Organisasi A tersebut.
Sore hari setelah menyelesaikan kelas Dia menemui 2 orang anggota Organisasi A di kantin kampus kemudian ngobrol dan bertanya tentang organisasi tersebut, Diakhir obrolan Doni memutuskan untuk tidak bergabung karena dia mendapat kesimpulan 2 orang anggota organisasi tersebut bodoh, kuliahnya molor, public speakingnya jelek dan nirprestasi.
Kesimpulan yang diambil Doni adalah kesimpulan yang salah karena ternyata disaat yang sama diluar pengetahuan Doni ada anggota dari organisasi A berjumlah 100 orang lulus cumlaude, 50 orang pernah juara lomba debat tingkat nasional, 20 sedang menjabat posisi penting sebagai ketua di struktural kampus, 20 orang biasa saja kualitasnya dan 10 orang seperti yang Doni temui tadi yaitu bodoh, kuliahnya molor, public speaking nya jelek dan nirprestasi.
Doni tidak melanjutkan proses pencarian, Dia terjebak pada cara berpikir over-generalization yaitu menganggap semua sama. 198 anggota lainya dari Organisasi A dia simpulkan seperti 2 orang yang dia temui tadi padahal kenyataannya tidak demikian.
Dalam disiplin ilmu logika hal ini dikatakan cacat nalar sehingga menimbulkan sesat pikir dan tindakan tidak benar. Begitupun dalam prespektif Ilmu Statistik Doni telah keliru dalam proses pengambilan data. Data yang Doni dapatkan adalah data yang tidak utuh dan serampangan karena prosesnya tidak sesuai kaidah maka melahirkan kesimpulan dan keputusan yang salah.
Kembali pada pembahasan inti, Secara objektif tidak boleh dinafikan bahwa memang ada kemungkinan orang madura seperti apa yang Gilang Herlambang persepsikan, akan tetapi yang menjadi problem adalah ketika dia memukul rata dan menilai semua orang madura sama seperti apa yang dia simpulkan padahal kalo kita mau jujur.
Orang Madura sama kok posisinya seperti suku-suku yang lain, ada yang baik ada juga yang perangainya buruk. Banyak Orang Madura yang berprestasi, Inspiratif dan menjadi Role model bagi orang banyak.
Misalnya yang familiar hari ini seperti Mahfud MD, Kadam sidik, Irwan Sumenep, Adi Prayitno dst. Mengapa bukan demikian yang ditampilkan?
Sebagai penutup penting kiranya persoalan ini diletakkan seobjektif mungkin, agar tidak lagi merugikan banyak orang. Dalam konteks Konten kreator dan Influencer kejadian ini harus menjadi evaluasi, ditengah hiruk pikuk dunia maya yang surplus informasi sekaligus miskin refleksi.
Data yang digali harus diverifikasi kebenaranya jangan sampai termakan hoax, kemudian baru disajikan kepublik dengan cara yang bijak sehingga bukan hanya memenuhi kebutuhan pasar(Netizen) tapi kemudian memberikan dampak positif.
Selanjutnya orang madura sebagai korban harus menjadikan fenomena ini sebagai bahan refleksi. Pertama sudah saatnya orang madura kembali ke akar, yaitu mempelajari local wisdomnya secara komprohensif kemudian dilanjutkan dengan memperdalam Ilmu pengetahuan untuk mengenali identitas diri yang sebenarnya sehingga tidak salah kaprah dalam mengekspreisakan diri dimuka publik dan atau tidak inferior ketika berintraksi dengan orang lain.
Kedua pentingnya belajar dan mengasah skill Personal Branding agar tidak hanya baik tapi juga tampak baik karena dunia hari ini bukan hanya bicara isi tapi juga bungkusan, manakala ada narasi-narasi kotor dan tidak benar yang disampaikan kepublik oleh pihak yang engan bertangung jawab itu bisa diantisipasi melalui narasi yang benar, bernas dan orisinil melalui berbagai instrumen yang ada.
At least sampai tulisan ini dipublish, dampak negatif terhadap orang Madura terus berlangsung serta berkembang pesat. Jika dibiarkan cepat atau lambat orang-orang Non Madura akan trust issue kepada orang Madura.
Secara Individu ataupun Komunal orang madura akan mengalami kerugian sosial baik dalam aspek ekonomi, politik, pendidikan dan berbagai hal lainya. Mengingat Gilang Herlambang sendiri berstatus sebagai Konten Kreator dan Influencer, tindak-tanduknya diikuti dan diamini banyak orang terlepas itu salah ataupun benar.
Kemudian kalo kita kaji secara lebih luas Ini bukan hanya persoalan Gilang Herlambang, lebih jauh dari itu disadari atau tidak ini fenomena yang sedang terjadi diberbagai tempat.
Fenomena ini telah sedang dan akan terus merugikan banyak pihak apabila dibiarkan, Gilang Herlambang hanya sebagian kecil dari berbagai fenomena Entertainisasi Madurafobia dan sikap-sikap rasis terhadap Orang Madura oleh konten kreator, Influencer dan pihak-pihak terkait.
Diakhir pembahasan ini penulis ingin mengajak segenap warga negara khususnya warga madura dan 4 kepala daerah(Sumenep, Pamekasan, Sampang dan Bangkalan) untuk menindak lanjuti diskursus ini guna tercapainya titik temu dan langkah alternatif dalam mengatasi persoalan yang ada. Sekian Terimakasih.
*) Penulis adalah Fahrur Rozi asal Madura di Malang.