Netralitas, Kunci Siaran Pemilu Berintegritas
Editor: Ahmad Arsyad
Kabar Baru, Opini – Perhelatan pesta demokrasi lima tahunan atau bisa disebut Pemilihan Umum (Pemilu) akan segera terlaksana tidak sampai genap 1 tahun dari sekarang. Tahapan demi tahapan seperti verifikasi partai politik sebagai peserta Pemilu, verifikasi data calon pemilih, sampai penyelenggara Pemilu setiap daerah mulai ramai diperbincangkan.
Pentingnya sosialisasi mengenai kepemiluan menjadi salah satu indikator keberhasilan terselenggaranya Pemilu yang rencananya merupakan pertama kali dalam sejarah bangsa ini dilaksanakan secara serentak.
Untuk itu, butuh komitmen dan etos kerja antar segenap elemen bangsa untuk bersama-sama mengawal proses demokrasi yang diharapkan semakin matang sejak reformasi 1998 silam.
Selain itu, Pemilu 2024 juga diyakini sebagai ajang pesta demokrasi yang akan diikuti oleh kalangan generasi milenial dan Z terbanyak. Mengingat jumlah populasi kelompok usia produktif yang memungkinkan arah pembangunan bangsa Indonesia mendatang mengikuti gaya dan selera kedua gen tersebut.
Dapat dipastikan bahwa akan terjadi banyak perubahan seperti alat media kampanye dari sekedar pasang baliho dipinggir jalan sampai beralih ke platform media sosial lainnya.
Tentu saja gaya pendekatan yang perlu dilakukan untuk melakukan perebutan suara bagi generasi milenial dan Z sangatlah berbeda dengan pola yang biasa dilakukan kepada generasi sebelumnya.
Banyak yang mengira jika kedua generasi tersebut akan cenderung lebih bersifat apatis dan individualistik. Hanya saja dibalik sikap apatisme mereka bukan berarti tidak ada kesadaran untuk menjaga kualitas demokrasi saat ini.
Konten Siaran Pemilu
Berdasarkan implementasi dari Undang-Undang Penyiaran (UU No. 32 Tahun 2002) serta Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran, Komisi Penyiaran Indonesia selaku regulator tentu memiliki peran kontrol media dalam hal menayangkan program siaran berupa isu-isu kepemiluan.
Untuk itu, posisi lembaga penyiaran sangat diharapkan dapat memberikan porsi pemberitaan kepada semua pihak secara adil dan berimbang serta tidak menghasut terjadinya disintegrasi bangsa.
Ancaman perpecahan antar anak bangsa memang sangat rentan terjadi mengingat bangsa kita yang luas dan beragam. Namun, begitu ketatnya kepentingan politik sangat memungkinkan isu suku, agama, ras dan antar golongan menyebabkan gerakan sentimen politik identitas tertentu untuk kemudian dijadikan sebagai media menggalang suara pendukung.
Hal yang dikhawatirkan lainnya untuk saat ini adalah era luberan informasi yang turut berkontribusi menjadi ruang bagi siapapun, dimanapun dan kapanpun dapat menyebarkan berita bohong (hoaks) yang tentu tidak dapat dipertanggungjawabkan.
Dan yang masih sangat menjadi riskan bahwa setiap ajang Pemilu seringkali disalahgunakan sebagai momen untuk merubah ideologi bangsa.
Tentu beberapa ancaman tersebut membuktikan bahwa bangsa Indonesia masih mengalami konflik internal yang terus menghantui hampir 78 tahun kemerdekaan.
Oleh sebab itu, diharapkan lembaga penyiaran mampu memberikan ruang yang lebih besar untuk mengedukasi masyarakat melalui program-program siaran terkait kepemimpinan bangsa Indonesia mendatang, pengentasan kemiskinan, pemerataan pembangunan, pendidikan dan kesehatan bahkan isu energi baru terbarukan.
Peran lembaga penyiaran juga sangatlah memiliki pengaruh yang sangat besar dalam eskalasi kondusifitas dan stabilitas keamanan nasional. Untuk mewujudkan penyiaran Indonesia yang sehat dan bermartabat dalam memperkukuh integrasi nasional, maka perlu sumber daya manusia penyiaran yang mampu menjaga watak karakter dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa.
Selain itu, dalam rangka membangun partisipasi masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera diharapkan pertumbuhan industri penyiaran tanah air lebih mengutamakan semangat persatuan dan keutuhan bangsa.
Digitalisasi Penyiaran
Proses demokratisasi politik yang telah lama diharapkan oleh masyarakat selama masa orde baru juga mengakibatkan terjadinya demokratisasi penyiaran.
Bagaimana lembaga penyiaran semakin bertumbuh subur meski sampai sejauh ini masih menjadi catatan jika banyak lembaga penyiaran lokal belum menemukan pola yang tepat untuk menumbuhkan kualitas dan kuantitas produksinya.
Namun, pertumbuhan industri penyiaran di era konvergensi saat ini menjadi keniscayaan bahwa ruang baru masyarakat digital sudah mulai merambah ke saluran media streaming (online) dengan kemudahan akses tayang kapanpun dan dimanapun atau istilahnya “video on demand”.
Dengan hadirnya keterlibatan partisipasi masyarakat diharapkan kualitas dari sebuah negara demokratis juga semakin terus meningkat.
Program siaran interview jarak jauh (online) sudah mulai bisa diterima oleh kalangan masyarakat oleh karena teknologi informasi yang memungkinkan untuk host melakukan interview terhadap narasumber. Hal ini dianggap menjadi sebuah alternatif bagi masyarakat untuk bisa menerima sumber berita yang faktual dan terpercaya.
Maka, tidak dapat dipungkiri bahwa jejak digital kandidat akan bisa terus bermunculan sebagai akibat ruang komunikasi dua arah dapat dilakukan melalui digitalisasi penyiaran yang ada di pelbagai bentuk media baru.
Penulis adalah Bryan Pasek Mahararta, Co-Founder Youth Society/Pemerhati Penyiaran