Maraknya Pinjaman Online: Jeritan Rakyat yang Terjerat
![Kabarbaru.co](https://kabarbaru.co/wp-content/uploads/2024/12/jas-800x533.png)
Editor: Ahmad Arsyad
Kabarbaru, Malang – Dalam beberapa tahun terakhir, pinjaman online telah menjadi salah satu solusi finansial yang paling banyak diminati masyarakat, dengan hanya bermodalkan ponsel pintar dan koneksi internet, seseorang dapat mengajukan pinjaman tanpa harus melalui proses panjang seperti di bank konvensional.
Pinjaman online menawarkan kecepatan dan kemudahan akses, yang menjadi daya tarik utamanya.
Proses pengajuan yang sederhana, tanpa perlu jaminan atau dokumen yang rumit, membuat layanan ini semakin populer, terutama di kalangan masyarakat yang membutuhkan dana mendesak. Pinjaman online (pinjol) telah menjadi fenomena yang tidak terelakkan ditengah-tengah masyarakat.
Sayangnya, banyak masyarakat terjerat dalam pinjaman online, maraknya kasus-kasus terkait pinjol, seperti bunga tinggi, intimidasi penagihan, hingga penyalahgunaan data pribadi, menimbulkan berbagai persoalan hukum yang kompleks.
Salah satu dampak yang sering didengar dalam pinjaman online adalah bunga yang sangat tinggi.
Beberapa platform mengenakan bunga harian, yang mana jika dihitung secara tahunan, bisa mencapai ratusan persen. Kondisi ini sering kali mempersulit peminjam untuk melunasi pinjaman mereka, yang akhirnya memicu utang yang terus menumpuk.
Ketidaktahuan masyarakat mengenai besaran bunga dan denda keterlambatan semakin memperburuk ditengah-tengah situasi. Selain itu, praktik atau cara penagihan yang tidak etis menjadi masalah besar dalam pinjaman online.
Banyak laporan mengenai intimidasi, pelecehan, bahkan ancaman kepada peminjam yang telat membayar.
Platform pinjaman online juga disinyalir menggunakan pihak ketiga untuk menagih terhadap peminjam dengan melakukan cara penagihan diatas dengan tanpa menyebutkan nama dari aplikasinya supaya platform tersebut merasa aman karena diberizin oleh OJK bahkan menggunakan data pribadi peminjam untuk menekan mereka agar segera melunasi utang.
Hal ini tidak hanya melanggar hak privasi, tetapi juga menimbulkan tekanan mental yang sangat luar biasa terhadap peminjam.
Pinjol ini terus terang menurut penulis sangat berdampak buruk terhadap kehidupan sosial masyarakat. Mulai dari ekonomi yang tidak stabil, terjadinya suatu tindakan kriminal serta pada kasus percobaan bunuh diri yang diakibatkan tekanan pinjol.
Kita bisa melihat beberapa fenomena kasus yang diakibatkan pinjol, misalnya Kasus bunuh diri satu keluarga yang terjadi di Ciputat, Tangerang Selatan diduga dipicu oleh jeratan pinjaman online (pinjol) . Insiden ini diduga tidak mampu keluar dari tekanan akibat utang pinjol.
Selain kasus di Tangerang Selatan, peristiwa bunuh diri sekeluarga juga terjadi di Kediri, Jawa Timur. Namun, dalam kejadian di Kediri tiga orang berhasil diselamatkan, sementara seorang anak berusia di bawah lima tahun meninggal setelah dipaksa oleh orang tuanya untuk menelan racun tikus. Kemudian, dilansir dari detik.com terbaru ini ada ratusan warga prigen pasuruan yang terjerat penipuan pinjaman online.
Tidak hanya itu, dilansir dari bisnis.com berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, bahwa ada 18,07 juta orang di Indonesia yang terjerat pinjol per Desember 2023.
Dari total peminjam aktif pinjol, diketahui sebanyak 73,34% berasal dari pulau Jawa, sedangkan 26,66% berasal dari pulau luar Jawa. Hal demikian sungguh memprihatinkan dimana rakyat menjerit akibat pinjmanan online.
Penulis berharap Pemerintah seharusnya segera mengambil langkah cepat dalam mengatasi permasalahan ini.
Selain itu, penegakan hukum terhadap platform pinjol dan praktik penagihan yang melanggar aturan perlu ditingkatkan untuk melindungi konsumen.
Hal ini juga senada dengan apa yang disampaikan oleh Ketua DPR RI 2024- 2029 Puan Maharani bahwa menurutnya pemerintah kiranya sangat perlu untuk menertibkan regulasi serta peningkatan pengawasan terhadap aplikasi pinjaman online.
Nah, Sobat Hukum Penting bagi penulis untuk mengulas mengenai legalitas pinjaman online serta memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang bagaimana regulasi tersebut seharusnya diterapkan.
Pinjol Dalam Perspektif Hukum
Operasi pinjol harus tunduk pada aturan yang ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) berdasarkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Regulasi ini mengatur syarat dan ketentuan operasional, termasuk kewajiban pendaftaran dan pengawasan oleh OJK.
Platform pinjol yang terdaftar di OJK dianggap legal dan diawasi untuk memastikan transparansi, perlindungan konsumen, serta kepatuhan terhadap peraturan.
Namun, banyak kasus melibatkan pinjol ilegal yang tidak terdaftar dan beroperasi di luar pengawasan hukum. Sekalipun Pemerintah telah melakukan upaya pemblokiran terhadap beberapa aplikasi Pinjol Ilegal, Aplikasi baru terus bermunculan.
Hal ini sudah sepatutnya untuk mengerahkan lebih maksimal supaya tidak terus bermunculan. Pinjol ilegal sering kali menetapkan bunga yang tidak wajar, mempraktikkan penagihan yang kasar, dan melanggar hak privasi konsumen.
Dalam hal ini, mereka melanggar hukum, terutama Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UU No. 8 Tahun 1999) dan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Salah satu masalah hukum lainnya dalam kasus pinjol adalah penyalahgunaan data pribadi. Banyak pinjol mengakses data pribadi peminjam, seperti kontak telepon, foto, atau informasi lainnya, untuk menekan peminjam saat terjadi keterlambatan pembayaran.
Tindakan ini melanggar Pasal 26 Ayat (1) UU ITE yang mengatur perlindungan data pribadi sebagai bagian dari hak privasi. Pelanggaran ini juga berpotensi dijerat dengan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang telah disahkan untuk mengatur pengelolaan dan penggunaan data pribadi secara sah.
Pun demikian mengenai Penagihan secara tidak pantas dan tidak etis yang dilakukan oleh beberapa pinjol, terutama yang ilegal, sering kali bersifat intimidatif dan melanggar hukum.
Tindakan seperti ancaman, penghinaan, atau bahkan penyebaran informasi pribadi peminjam dapat dijerat dengan pasal-pasal pidana, seperti:
Pasal 335 KUHP (Perbuatan Tidak Menyenangkan)
Pasal 27 Ayat (4) UU ITE (Pemerasan dan Pengancaman melalui Media Elektronik) Pasal 369 KUHP (Pemerasan).
Praktik penagihan yang tidak sesuai dengan etika ini juga melanggar aturan yang ditetapkan oleh OJK, yang mengharuskan penyelenggara pinjol menjalankan penagihan secara sopan dan sesuai aturan hukum.
Kemudian perihal tingginya bunga yang dikenakan oleh pinjol, terutama pada platform ilegal. Dalam beberapa kasus, total bunga dan denda yang harus dibayar peminjam bahkan melampaui jumlah pokok pinjaman.
Kondisi ini dapat dikategorikan sebagai praktik riba yang melanggar norma keadilan dan kemanusiaan. Dalam hukum, tindakan semacam ini bisa dianggap melanggar Pasal 18 UU Perlindungan Konsumen, yang melarang pencantuman klausul baku yang merugikan konsumen.
Untuk mengatasi maraknya kasus pinjaman online (pinjol), aparat penegak hukum memiliki peran krusial sebagai garda terdepan sekaligus pelindung dalam menangani berbagai pelanggaran terkait pinjol.
Masyarakat juga diimbau untuk lebih berhati-hati dalam mengajukan pinjaman online.
Jika terjadi penyimpangan dalam praktiknya, seperti pemerasan, intimidasi, atau penyalahgunaan data, masyarakat diharapkan tidak takut untuk melapor, terutama jika metode penagihan tersebut melanggar hukum pidana.
Penulis adalah Abdul Manan, S.H, Praktisi Hukum Indonesia.