Bagi-bagi Kue Diakhir Jabatan

Editor: Ahmad Arsyad

Pesan lama: menjadi apapun itu mudah, yang sulit mempertanggungjawabkannya kepada manusia, lebih-lebih kepada Tuhan di akhirat nanti.

___________

Kabar Baru, Opini- PUBLIK sudah cepat-cepat move on atas kasus korupsi yang melibatkan mantan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate, dalam penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kominfo Tahun 2020-2022, yang memukul harkat nan martabat Indonesia itu.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) diharapkan segera menemukan pengganti Plate untuk mengisi jabatan Menkominfo. Harapan itu besar karena agar Kepala Negara mencari pengganti yang memang memiliki rekam jejak, profesionalitas dalam kerja-kerja di kementerian tersebut.

Namun, pada Senin (17/7/2023), Presiden Jokowi mematahkan dan menghancurkan harapan besar dari masyarakat tersebut. Ya, masyarakat yang sudah memilihnya untuk bekerja dengan baik selama dua periode, namun ternyata: jauh panggang dari api.

Jangankan pantas bicara soal memiliki rekam jejak dan profesionalitas, Presiden Jokowi justru bagi-bagi kue diakhir jabatannya, dengan melantik Ketua Umum Relawan Pro Jokowi (Projo) Budi Arie Setiadi sebagai Menkominfo. Pengambilan sumpah jabatan itu digelar di Istana Merdeka, Jakarta Pusat.

Disaat yang sama, ia juga melantik lima wakil menteri (wamen). Antara lain Pahala Nugraha Mansury sebagai Wakil Menteri Luar Negeri, Nezar Patria sebagai Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika. Paiman Raharjo sebagai Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Rosan Perkasa Roeslani sebagai Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara, dan Saiful Rahmat sebagai Wakil Menteri Agama.

Seakan-akan, mantan Wali Kota Solo itu memperlihatkan kepada masyarakatnya, bahwa jabatan kelas menteri itu tak perlu rekam jejak dan profesionalitas. Asal dia pernah berkeringat, maka dia pantas jadi pejabat negara. Aneh dan ajaib.

Hendardi, Ketua Dewan Nasional SETARA Institute dalam tulisannya bahkan mengkritik tajam. Bahwa pengisian jabatan itu menjadi salah satu reshuffle dan peragaan politik terburuk Jokowi di ujung masa jabatannya.

Bukannya mencari sosok menteri yang kompeten dan berintegritas sebagai antitesis pejabat sebelumnya, Jokowi justru menunjuk sosok yang tidak punya kapasitas dan jejak rekam di bidang yang dibutuhkan oleh Kemenkominfo.

Ia menilai, sosok-sosok pengisi jabatan baru itu adalah orang-orang Jokowi yang menjadi kepanjangan tangan Jokowi mewujudkan kehendak-kehendak pribadi dan kelompoknya. Bukan juga representasi partai koalisi yang didiskusikan secara sehat.

“Reshuffle ini bukan ditujukan untuk memanfaatkan sisa waktu menjalankan mandat membangun keadilan dan kesejahteraan rakyat, tetapi lebih menyerupai konsolidasi kapital dan infrastruktur politik untuk Pemilu sebagai jembatan kekuasaan bagi kelompok asuhan Jokowi, termasuk melindungi kepentingan politik keluarga Jokowi,” tulis Hendardi.

Menurut penulis, sekelas jabatan Presiden Indonesia itu harusnya sudah diisi oleh sosok bermental negarawan. Apakah Jokowi adalah sosok negarawan?

Menurut Haedar Nashir dalam buku Bulir-Bulir Refleksi Seorang Mujahid (2023) menyatakan bahwa, negarawan mengurus kepentingan negara dan bangsa di atas kepentingan diri, kroni, dinasti, dan golongannya sendiri.

Sementara politik sebaliknya, hanya mengurus kepentingan sesaat dan terbatas, urusannya hanya meraih dan melanggengkan kekuasaan, bila perlu dengan berbagai cara.

Akhirnya, sebagai pendukung dua periode, saya tetap berdoa, Jokowi, sebagai Kepala Negara tetap husnul khatimah sampai akhir jabatannya. Yang lebih penting, tak meninggalkan beban apapun pada penerus dan generasi Indonesia selanjutnya. Amin ya Allah. (*)

*) Penulis adalah Moh Ramli, Mahasiswa S2 Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA.