Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Memberangus Khilafatul Muslimin

Penulis: Romadhon Jasn, Koordinator Jaringan Aktivis Nusantara. (Foto: Muslim.co).

Editor:

Kabar Baru, Opini- Kekhawatiran akan ancaman ideologi transnasional kian terang-benderang. Faktanya, secara “telanjang” kelompok radikal ekstremis berani melakukan “konvoi” sambil membawa poster bertuliskan “Sambut Kebangkitan Khilafah Islamiyah”. Tak hanya itu, di poster lainnya juga tertulis dikasi yang sangat provokatif, “Jadilah Pelopor Penegak Khilafah Ala Minhajin Nubuwwah,”.

Secara terbuka “Khilafatul Muslimin” menentang Pancasila dan berusaha mengganti-Nya. Mereka diam-diam membuat struktur kekuasaan dalam negara. Model dan modus gerakannya nampak elegan tetapi sesungguhnya sangat membahayakan bahkan bisa jadi lebih bahaya daripada kelompok militan Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS) dan organisasi ekstrem lainnya. Kelompok ini tak ubahnya organisasi ekstrem yang lain karena sama-sama mempolitisasi dan menunggangi agama.

Jasa Pembuatan Buku

Ikhwal, jika melacak rekam jejak dan latar belakang historis-Nya, kelompok yang menamakan diri “Khilafatul Muslimin” itu merupakan sempalan dari Negara Islam Indonesia (NII) yang didirikan SM Kartosoewirjo. Meski sama-sama menunggangi dan mempolitisasi agama tapi terdapat perbedaan antara HTI, ISIS, dan Khilafatul Muslimin. HTI dan ISIS adalah organisasi impor sementara Khilafatul Muslimin murni produk lokal. Meski demikian, kelompok ini mempunyai agenda politik dan tujuan yang sama yaitu sama-sama mengusung konsep khilafah. Artinya, gerakan itu sangat berbahaya dan berpotensi merusak persatuan dan kesatuan Indonesia sebagai bangsa yang majemuk (multikultural).

Bahaya laten dari gerakan itu harus diwaspadai betul karena mempunyai agenda politik yang sangat berbahaya bagi masa depan dan keutuhan bangsa Indonesia. Mereka jelas-jelas mengusung ideologi transnasional yang vis a vis dengan Pancasila sebagai _cammon platform_ bangsa Indonesia. Penegakan khilafah adalah tujuan utama gerakan itu. Rupanya, mereka telah berani mengkampanyekan dan menyebarluaskan ideologi yang mereka usung secara terbuka. Sebelumnya, mereka kerap memanfaatkan dan menggunakan media sosial sebagai instrumen (sarana) atau senjata ampuh dalam memengaruhi masyarakat ketika menyebarluaskan paham (ideologi) yang dianut.

Yang sangat mengerikan, ternyata pimpinan organisasi “Khilafatul Muslimin” adalah Abdul Qadir Hasan Baraja yang notabene berpaham radikalis-teroris. Tak hanya itu, yang bersangkutan pernah terlibat kasus terorisme. Dia juga mantan pentolan kelompok Komando Jihad, sebuah gerakan ekstrem kanan yang berafiliasi dengan NII di tahun 80-an. Komando Jihad disingkat Komji adalah kelompok teror yg pernah melakukan serangkaian aksi kekerasan di zaman Orde Baru, diantaranya Bom Borobudur dan penyanderaan Pesawat Garuda DC Woyla di Thailand.

Rekam jejak itu setidaknya menjadi alasan bagi aparat penegak hukum untuk melakukan penangkapan (memberangus) kelompok Khilafatul Muslimin. Disinyalir, kelompok ini telah merambah dan menyebar ke pelosok negeri. Mereka sangat berani mengkampanyekan cita-cita pendirian khilafah. Memang gerakan ini tak tampak menebar kekerasan. Mereka berhasil membungkus gerakan ini dengan bertopeng agama seolah-olah tidak melegalkan kekerasan. Padahal semua kelompok ekstremis sepak terjangnya pasti “melegalkan” kekerasan karena dalam perspektif mereka, kekerasan dipahami dan diyakini sebagai bagian dari “jihad” di jalan Allah. Karena itu ketika mereka melakukan aksi bom bunuh diri, itu dianggap sebagai jihad dengan harapan mendapatkan kompensasi “bidadari” dari Surga. Inilah yang terjadi ketika dangkal dalam memahami agama dan sempit dalam menafsirkan teks-teks suci agama.

Pada titik inilah, tidak boleh ada pembiaran bahkan sejengkal pun tidak boleh memberikan kesempatan “bernafas” bagi kelompok terorism-radikal semacam kelompok “Khilafatul Muslimin”. Hemat penulis, tak boleh ditoleransi setiap kelompok atau gerakan apa saja yang dapat “merongrong” Pancasila dan mengancam integrasi keutuhan negara apalagi sampai merusak persatuan dan kesatuan Indonesia. Bagi penulis, keberadaan kelompok Khilafatul Muslimin pelan tapi pasti akan “mengganggu” dan “merongrong” kewibawaan negara. Jika dibiarkan tentu akan menyulitkan kita (negara) memberangus dan menghentikan gerakan kelompok ini. Kelihatannya, kelompok Khilafatul Muslimin sangat pandai membuat propaganda dan strategi gerakan. Pasalnya, kelompok ini berdalih tidak bisa anti Pancasila dan tidak menyukai kekerasan seolah-oleh bukan termasuk kelompok radikalis-teroris.

Mereka tidak sadar telah memprovokasi dan menghasut masyarakat dengan mengkampanyekan penegakan khilafah. Khilafatul Muslimin tak menyadari juga bahwa tindakan “berkonvoi” adalah bagian dari upaya menebar kebencian dan permusuhan yang berujung pada perpecahan bangsa Indonesia. Tentu publik tak bisa “dikelabui” dengan narasi tidak anti Pancasila dan tidak melegalkan kekerasan. Di sisi lain, tindakan konvoi terbuka itu bukan saja menentang Pancasila tetapi bagian dari “mengejek” dan menentang aparat Kepolisian. Karena itu, kepada Detasemen Khusus (Densus 88 Antiteror Polri), sebaiknya tak perlu pertimbangan lagi untuk melakukan tindakan penghentian atas keberlangsungan gerakan Khilafatul Muslimin. Harus ada upaya yang serius untuk melakukan tindakan tegas dalam rangka menghentikan dan memutus rantai gerakan Khilafatul Muslimin. Apalagi disinyalir gerakan Khilafatul Muslimin terkoneksi (terhubung) dengan kelompok ekstrem lainnya, bahkan yang lazim setiap kelompok ekstrim radikalis militan terhubung dengan jaringan terorisme internasional. Maka tak ada pilihan lain kecuali “memberangus” gerakan Khilafatul Muslimin supaya tak melahirkan gerakan-gerakan berikutnya.

Dalam pandangan penulis, keberadaan semua gerakan kelompok ekstrem militan selalu menjadi ancaman serius termasuk kelompok Khilafatul Muslimin. Meski kerap menjadikan agama sebagai “taming” namun banyak yang “muak” dan alergi terhadap kata-kata jihad apalagi ketika dibungkus agama. Publik sadar betul bahwa penunggangan terhadap agama dengan menggunakan kata “jihad” dalam tindakan teror adalah bagian dari modus atau dalih yang digunakan kelompok teroris untuk “mengecoh” ummat. Demikian juga kelompok Khilafatul Muslimin yang secara sengaja mempolitisasi agama untuk kepentingan melancarkan aksi dan gerakannya dalam menyebarkan paham (ideologi) khilafah yang dianut. Untuk itu, semua pihak jangan sampai terprovokasi dan terpengaruh oleh hasutan dan ajakan kelompok Khilafatul Muslimin atau kelompok sejenisnya yang memiliki agenda terselubung yaitu mengganti Pancasila.

Atas dasar itu, semua pihak memiliki tanggungjawab moral untuk ikut serta mencegah dan menghentikan penyebaran ideologi khilafah termasuk menghentikan gerakan dan penyebaran yang dilakukan Khilafatul Muslimin. Pun yang jauh lebih penting harus ada tindak tegas terhadap kelompok skstrim termasuk Khilafatul Muslimin apalagi kelompok ini disinyalir telah menyebar ke pelbagai daerah dan memiliki pengikut. Penulis meyakini bahwa aparat Kepolisian tentunya punya data otentik terkait jumlah dan kantong-kantong penting kelompok Khilafatul Muslimin. Bila tak ada tindakan tegas pasti akan terjadi tindakan “makar”. Karena itulah, tak ada tawar-menawar lagi terhadap siapa pun yang mau memecah belah bangsa Indonesia.*

 

*) Penulis adalah Romadhon Jasn, Koordinator Jaringan Aktivis Nusantara.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store