Moderasi Beragama Dalam Kacamata Islam
Jurnalis: Nurhaliza Ramadhani
Kabar Baru, Opini – Moderasi beragama menjadi salah satu topik yang kerap diperbincangkan di Indonesia, dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Moderasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki arti pengurangan kekerasan; penghindaran keekstreman.
Sementara menurut Quraish Shihab, sebenarnya sulit untuk mendefinisikan moderasi beragama dalam konteks Islam karena istilah moderasi baru muncul setelah maraknya aksi radikalisme dan ekstremisme.
Akan tetapi, disebutkan bahwa dalam istilah Al-Quran yang paling mendekati pengertian moderasi beragama adalah “wasathiyah”.
Wasath berarti pertengahan dari segala sesuatu. Kata ini juga memiliki arti adil, baik, terbaik, paling utama. Hal tersebut diterangkan dalam surat Al-Baqarah ayat 143 (wa kadzalika jaalanakum ummatan wasathan) yang kemudian dijadikan sebagai titik tolak moderasi beragama.
Ada tiga kunci pokok dalam penerapan wasathiyyah ini, yaitu pengetahuan yang benar, emosi yang terkendali dan kewaspadaan. Tanpa ketiganya, wasathiyyah akan sangat susah bahkan mustahil untuk diwujudkan.
Moderasi beragama merupakan sebuah upaya menghindari perilaku ekstrem dalam mengimplementasikan ajaran agama.
Secara sederhana, moderasi beragama menandakan sebuah kemajuan atau perubahan masyarakat dalam bidang keagamaan dan kepercayaan menjadi lebih toleran dengan senantiasa tidak mengabaikan nilai keagamaan itu sendiri.
Moderasi beragama akan menciptakan toleransi dan kerukunan pada sesama, yang kemudian dua hal tersebut menjadi cara terbaik untuk menangkal radikalisme agama.
Radikalisme agama memiliki arti paham atau aliran keras dari suatu ajaran agama, sehingga cenderung menimbulkan sikap intoleransi. Tentu bila dibiarkan, radikalisme agama dapat mengancam kehidupan beragama.
Lebih jauh, juga akan berimbas pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
Islam adalah agama yang rahmatan lil alamin.
Islam juga meletakkan dasar ajaran untuk menerapkan sikap moderasi beragama, di antaranya adalah dengan bersikap toleransi, menghargai perbedaan agama, berlaku adil pada semua orang tanpa memandang jenis agamanya, hingga menghormati keyakinan dan cara beribadah umat yang berbeda agama.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kementerian Agama (Kemenag), Kamaruddin Amin, memaparkan bahwa konsep moderasi beragama berbeda dengan moderasi agama.
Beliau menegaskan, agama tidak perlu dimoderasi karena agama itu sendiri telah mengajarkan prinsip moderasi, keadilan, dan keseimbangan.
Terdapat hal yang kerap kali menjadi kontroversi, yakni pandangan sebagian orang bahwa moderasi beragama adalah salah satu wujud pendangkalan akidah.
Hal tersebut tidak benar adanya. Toleransi beragamasebagai salah satu bentuk paling nyata dari moderasi beragamaterwujud dalam sikap menghargai perbedaan agama, namun tentunya tanpa mencampuradukkan akidah.
Tidak hanya dalam Islam, konsep toleransi ini juga berlaku dalam agama-agama lainnya.
Dalam menyikapi perbedaan, umat beragama diharuskan untuk saling menghargai. Akan tetapi lagi-lagi yang perlu ditegaskan adalah bahwa saling menghargai bukan berarti kita mencampuradukkan akidah.
Saling menghargai yang dimaksud adalah hidup bersama dengan sikap rukun dan dengan keyakinannya masing-masing; melakukan ibadah tetap harus sesuai keyakinan masing-masing.
Sehingga dapat dipahami bahwa moderasi beragama sama sekali tidak bermaksud melakukan pendangkalan akidah. Setiap pemeluk agama dipersilakan meyakini agamanya, akan tetapi tetap dengan sikap saling menghormati.
Salah satu contohnya adalah kita sebagai umat Islam menghormati mereka yang berbeda agama; membiarkan mereka melakukan ibadah sesuai agamanya, dan kita beribadah sesuai agama kita yang dalam kehidupan sehari-hari.
Kita senantiasa hidup rukun
Esensi atau substansi ajaran agama itu sendiri adalah menghargai kemanusian; menciptakan kemaslahatan bersama.
Kemaslahatan bersama muncul dalam bentuk menghadirkan manfaat dan mencegah mudarat. Dalam Islam pun kita diajarkan untuk menjunjung nilai-nilai kemanusiaan.
Agama adalah suatu hal yang baik. Sehingga keberadaan agama harusnya mampu menciptakan suasana atau lingkungan yang lebih baik; damai. Terlebih di Indonesia, sebagai negara dengan beragam agama.
Dalam lingkup yang lebih serius, moderasi beragama sebenarnya perlu untuk dijunjung hingga konteks global. Sehingga kemudian agama dapat berperan penting dalam mewujudkan peradaban dunia yang bermartabat.
Kamaruddin memaparkan bahwa terdapat empat indikator moderasi beragama. Pertama adalah komitmen kebangsaan.
Komitmen kebangsaan berupa janji pada diri sendiri, bangsa, dan juga pada negara yang kemudian terwujud dalam setiap tindakan. Kedua adalah toleransi.
Sebagaimana yag telah dipaparkan sebelumnya, bahwa toleransi harus diterjemahkan dengan jelas sehingga tidak terjadi kesalahpahaman atau masalah baru.
Ketiga adalah anti kekerasan. Anti kekerasan adalah ketidaksepakatan dan berupaya melawan adanya kekerasan. Baik itu kekerasan verbal, atau kekerasan non verbal.
Kemudian yang keempat adalah akomodatif terhadap kebudayaan lokal. Akomodasi budaya lokal dalam Islam memiliki persamaan arti dengan prinsip ketiga yang diajarkan Sunan Kalijaga dalam kidungnya, yakni momot (mengangkut).
Momot memiliki maksud yang sama denga akomodatif. Sehingga dengan kata lain, budaya lokal bisa dimuat dalam ajaran Islam dengan prinsip mengasihi.
Penulis adalah mahasiswa IAIN Madura, Moh. Syamsul Arifin