Bergabungnya Inggris dengan Pakta Perdagangan Trans-Pasifik: Sebuah Solusi atau Masalah Baru?
Editor: Ahmad Arsyad
Kabar Baru, Opini- Pada 30 Desember 2018 silam, sejumlah negara di kawasan Asia-Pasifik sepakat untuk menandatangani sebuah perjanjian perdagangan multilateral yang dinamakan dengan Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP) atau Pakta Perdagangan Trans-Pasifik. Negara-negara yang menandatangani perjanjian tersebut meliputi Australia, Brunei Darussalam, Kanada, Chili, Jepang, Malaysia, Meksiko, Selandia Baru, Peru, Singapura, dan Vietnam. Melansir dari Chathamhouse.org, 11 negara anggota CPTPP diketahui telah menyumbang 13 persen dari PDB global, 15 persen dari perdagangan global, dengan populasi 500 juta orang yang berlokasi di kawasan Asia-Pasifik.
Adapun CPTPP adalah sebuah perjanjian perdagangan multilateral yang berisi tentang ketentuan-ketentuan perdagangan, termasuk dalam hal akses pasar, investasi, hak kekayaan intelektual, kebijakan lingkungan, ketenagakerjaan, dan ketentuan-ketentuan lainnya yang berkaitan dengan perdagangan. Adanya CPTPP bertujuan untuk memperdalam integrasi ekonomi dan perdagangan antara negara-negara anggota, serta untuk meningkatkan stabilitas dan kesejahteraan ekonomi di kawasan Asia Pasifik. Selain itu, CPTPP juga diharapkan dapat membuka peluang perdagangan baru dan meningkatkan daya saing di antara negara-negara anggota.
Tulisan ini dimulai dengan latar belakang bergabungnya Inggris dengan CPTPP. Kemudian akan diuraikan jawaban atas pertanyaan “Bergabungnya Inggris dengan Pakta Perdagangan Trans-Pasifik, apakah sebuah solusi atau menimbulkan masalah baru?” dan akan diakhiri dengan kesimpulan yang berisi penegasan pandangan penulis.
Latar Belakang Bergabungnya Inggris dengan CPTPP
Inggris, merupakan salah satu negara yang berusaha membangun hubungan perdagangan global di kawasan Asia-Pasifik (CPTPP) di tahun 2020, setelah memutuskan keluar dari Uni Eropa. Satu tahun setelah keluar dari Uni Eropa, sekretaris perdagangan internasional Inggris, Liz Truss secara resmi mengajukan permohonan untuk bergabung dengan CPTPP pada 1 Februari 2021 (GOV.UK, 2021). Tak mudah bagi Inggris untuk bergabung dengan CPTPP, dibutuhkan waktu lebih dari dua tahun hingga permohonannya diterima. Melansir laporan dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), proses bergabungnya Inggris dengan CPTPP memakan waktu yang cukup lama karena Inggris harus memenuhi standar tinggi CPTPP terkait dengan persyaratan akses pasar, standar sanitasi dan fitosanitari, dan ketentuan Investor-State Disputes Settlement (ISDS) yang mengikat.
Sudah merupakan aturan dalam CPTPP, jika sebuah negara mengajukan permohonan untuk bergabung, perlu adanya proses aksesi oleh 11 negara anggota yang meliputi: Australia, Brunei, Kanada, Chili, Jepang, Malaysia, Meksiko, Peru, Selandia Baru, Singapura, dan Vietnam. Dalam hal ini, proses aksesi Inggris untuk bergabung dengan CPTPP diketuai oleh Jepang, mengharuskan Inggris mencapai kesepakatan dengan 11 negara anggota tersebut. 2 Juni 2021, merupakan tonggak dimulainya aksesi negara-negara anggota CPTPP terhadap Inggris.
Berkaca pada pemaparan tersebut, terlihat jelas bahwa keinginan Inggris untuk bergabung dengan CPTPP sangatlah besar. Setidaknya, terdapat 2 faktor yang membuat Inggris bersikeras untuk bergabung dengan CPTPP.
1. Faktor Internal
Melansir pernyataan dari UK Department for Business and Trade, bergabungnya Inggris dengan CPTPP dapat memberikan potensi pertumbuhan ekonomi yang signifikan melalui jasa keuangan dan perdagangan digital anggota CPTPP dan akan membuat UK Business mendapatkan akses bebas tarif untuk mengekspor barang ke pasar dengan lebih dari 500 juta pelanggan. Tak hanya itu, bergabungnya Inggris dengan CPTPP juga sebagai prestasi bagi pemerintahan Perdana Menteri Rishi Sunak. Hal ini merupakan momentum yang tepat untuk dapat mengangkat kembali “Global Britain” pasca-Brexit dan sebagai cara untuk mengurangi kerugian Brexit untuk menjamin pertumbuhan ekonomi di masa depan.
2. Faktor Eksternal
Saat ini, Pemerintah Inggris menyatakan kekhawatiran terhadap berbagai isu, seperti hak asasi manusia, keamanan cyber, dan kebijakan ekonomi China yang dianggap tidak adil yang mengancam kepentingan Inggris. Dalam menjawab tantangan tersebut, Pemerintah Inggris telah merumuskan kerangka kebijakan luar negeri (Integrated Review of Security, Defence, Development and Foreign Policy) pada Maret 2021. Kerangka kebijakan ini menjadikan China sebagai “tantangan” besar, sehingga Inggris berusaha untuk memperkuat hubungan, serta memperluas kerja sama dengan negara-negara yang berada di Asia-Pasifik untuk menghadapi pengaruh China.
Setelah banyak melakukan negosiasi dengan 11 negara anggota CPTPP, pada Jum’at, 31 Maret 2023, Perdana Menteri Inggris resmi mendeklarasikan bahwa Inggris telah sepakat bergabung dengan Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP). Melansir dari News.Detik.com, Rishi Sunak mengatakan “dengan bergabung dengan blok perdagangan CPTPP, menempatkan Inggris di pusat kelompok ekonomi Pasifik yang dinamis dan berkembang, CPTPP juga menunjukkan manfaat ekonomi nyata dari kebebasan pasca-Brexit.”
Bergabungnya Inggris dengan CPTPP, Apakah Sebuah Solusi atau Menimbulkan Masalah Baru?
Bergabungnya Inggris dengan CPTPP pada 31 Maret 2023 lalu, menimbulkan beragam respon dari sejumlah negara di kawasan Asia-Pasifik. Secara tersirat, hal tersebut menimbulkan sebuah pertanyaan, apakah dengan bergabungnya Inggris dengan CPTPP merupakan sebuah solusi, atau menimbulkan masalah baru? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, penulis menggunakan pendekatan melalui konsep national interest karena dianggap relevan untuk mengkaji, mendeskripsikan, serta menjawab pertanyaan tersebut.
Nuechterlein (1976) mendefinisikan konsep national interest sebagai kebutuhan dan keinginan yang dirasakan oleh sebuah negara berdaulat dalam hubungannya dengan negara berdaulat lainnya. Definisi lain juga menjelaskan, konsep national interest merupakan sebuah konsep yang menjelaskan tujuan-tujuan yang ingin dicapai oleh sebuah negara sehubungan dengan kebutuhan negara atau sehubungan dengan hal yang dicita-citakan. Dalam hal bergabungnya Inggris dengan CPTPP, terlihat jelas bahwa konsep national interest sangat relevan sebagai kerangka analisis untuk menjawab pertanyaan tersebut.
Sebagaimana yang telah dipaparkan pada sub-bab sebelumnya, bergabungnya Inggris dengan CPTPP setidaknya disebabkan faktor internal dan faktor eksternal. Dua faktor ini selaras dengan national interest negara Inggris itu sendiri. Di satu sisi, Inggris menginginkan adanya pertumbuhan ekonomi yang signifikan bagi negaranya. Selain itu, Pemerintah Inggris juga ingin mengangkat kembali “Global Britain” pasca-Brexit dan sebagai salah satu cara untuk mengurangi kerugian Brexit. Di sisi lain, saat ini Pemerintah Inggris khawatir akan berbagai isu, dan kebijakan ekonomi China yang dianggap tidak adil yang mengancam kepentingan Inggris. Bahkan, Pemerintah Inggris sampai merumuskan (Integrated Review of Security, Defence, Development and Foreign Policy) pada Maret 2021 silam. Untuk mengatasi permasalahan ini, Inggris melihat bahwa bergabung dengan CPTPP merupakan solusi dan jawaban yang tepat untuk mengatasi 2 faktor tersebut.
Kesimpulan
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa setidaknya terdapat 2 faktor yang melatarbelakangi bergabungnya Inggris dengan CPTPP. Di satu sisi, terlihat bahwa Inggris ingin mencapai kepentingan nasionalnya sehubungan dengan kebutuhan atau dengan hal yang dicita-citakan, yaitu untuk menjamin pertumbuhan ekonomi di masa depan. Di lain sisi, Inggris saat ini sedang mengalami kekhawatiran yang cukup besar terkait dengan berbagai isu, dan kebijakan ekonomi China yang dianggap mengancam kepentingan Inggris. Maka dari itu, bergabungnya Inggris dengan CPTPP dinilai mampu mengatasi serta menjawab masalah dan tantangan yang sedang dihadapi olehnya.
References:
Arasingham, Aidan. (2023). The United Kingdom Is Joining the CPTPP. What Comes Next?. Diakses pada 1 Mei 2023.
Detik News. (2023). Inggris Bergabung dengan Pakta Perdagangan Trans-Pasifik CPTPP. Diakses pada 1 Mei 2023.
Deutsche Welle. (2023). UK Agrees to Join Trans-Pacific Trade Pact. Diakses pada 1 Mei 2023.
Matsuura, Hiroshi. (2021). Why Joining the CPTPP is a Smart Move for UK. Diakses pada 1 Mei 2023.
Nuechterlein, Donald E. (1976). National Interest and Foreign Policy: A Conceptual Framework for Analysis and Decision Making. British Journal of International Studies. Vol. 2, No.3. Cambridge University Press.
Official website of the Comprehensive and Progressive Agreement for Trans-Pacific Partnership (CPTPP): Diakses pada 4 April 2023.
The Integrated Review of Security, Defence, Development and Foreign Policy, UK Government. (2021). Diakses pada 1 Mei 2023.
*) Penulis adalah Muhammad Bintang, Mahasiswa Aktif Semester 4 Program Studi Ilmu Hubungan Internasional, FISIP UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.