Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Korupsi Pertamina: Kanker Stadium Akhir di Tubuh Negara

Kabarbaru.co
Penulis adalah Nasrawi, Presiden Mahasiswa BEM KM UM Surabaya.

Editor:

Kabarbaru, Opini – Melihat kondisi negara hari ini, rasanya seperti melihat pasien dalam kondisi kritis di ruang ICU. Banyak yang berharap ada perbaikan, tapi tanda-tanda pemulihan justru semakin kabur.

Satu per satu masalah bermunculan, dari dugaan korupsi triliunan rupiah di Pertamina, pemangkasan anggaran yang katanya demi efisiensi, proyek pagar laut yang misterius, hingga revisi RUU TNI yang menuai pro-kontra.

Jasa Pembuatan Buku

Pertanyaannya: Apakah ini gejala penyakit kronis yang semakin memburuk, atau sekadar pengalihan isu agar publik teralihkan dari masalah yang lebih besar?

Dugaan korupsi di Pertamina mencapai Rp193,7 triliun, bahkan bisa membengkak hingga Rp968,5 triliun jika dihitung sejak 2018. Ini bukan angka yang bisa dianggap enteng, ini skala kehancuran ekonomi!

Ibarat kanker ganas dalam tubuh manusia, jika penyakit ini tidak segera ditangani, maka seluruh sistem bisa kolaps. Yang lebih tragis, bukannya segera menjalani operasi besar untuk mengangkat kanker ini, pemerintah seolah hanya memberikan obat penghilang rasa sakit saja, kasus ditindak satu per satu, tapi sistemnya tetap korup. Sampai kapan negara ini harus terus diinfus harapan palsu?

Efisiensi Anggaran: Diet Bohongan yang Bisa Bikin Negara Anemia

Pemerintah mengumumkan pemangkasan anggaran hingga Rp306 triliun dengan alasan efisiensi. Namun, pemangkasan ini justru berisiko memotong sektor esensial seperti pendidikan dan kesehatan. Bagaimana bisa disebut efisien jika yang dikorbankan adalah kebutuhan dasar rakyat?

Ibarat seseorang yang mengaku diet ketat tapi masih makan gorengan tengah malam, pemotongan anggaran ini tidak terasa masuk akal jika di sisi lain pemerintah tetap menghamburkan uang untuk proyek-proyek tanpa transparansi.

Jika tidak dilakukan dengan tepat, negara ini bisa mengalami “anemia anggaran”, di mana rakyat menjadi korban utama dari kebijakan yang tidak sehat.

Lalu kemudian Pagar Laut: Proteksi atau Sekadar Ilusi?

Proyek pagar laut yang diklaim sebagai benteng pertahanan maritim menimbulkan banyak pertanyaan. Benarkah ini untuk kepentingan nasional, atau hanya proyek mercusuar yang ujung-ujungnya menjadi lahan basah bagi segelintir elite?

Seperti obat yang harus melalui uji klinis sebelum dikonsumsi, proyek sebesar ini seharusnya dipertimbangkan dengan matang. Tanpa transparansi dan kajian mendalam, jangan sampai pagar laut ini justru menjadi “efek samping” yang merusak ekosistem dan ekonomi nelayan, kan akhirnya fatal!.

Lebih Lanjut Terkait Revisi RUU TNI: Ini Resep Baru yang Harus Dikaji Ulang

Revisi RUU TNI yang memberi kewenangan lebih luas kepada militer di ranah sipil bukanlah hal kecil. Ini seperti mengubah dosis obat tanpa memastikan apakah pasien bisa menoleransinya.

TNI memang pilar pertahanan negara, tapi perlu dipastikan bahwa kebijakan ini tidak disalahgunakan seenaknya. Sejarah sudah mengajarkan bahwa militerisasi sipil bisa berujung pada pengurangan ruang demokrasi.

Jika revisi ini tidak diawasi ketat, kita bisa kehilangan kebebasan sipil sedikit demi sedikit tanpa kita sadari.

Terlalu banyak isu besar muncul dalam waktu bersamaan. Ini seperti dokter yang tiba-tiba memberikan anestesi sebelum operasi tanpa menjelaskan prosedurnya. Apakah kita sedang dibuat mati rasa agar tidak merasakan sakit yang lebih besar?

Jika rakyat terus dibius dengan drama politik, kita bisa kehilangan fokus pada masalah utama lho, sistem yang semakin korup, kebijakan yang semakin tidak transparan, dan masa depan yang semakin suram. Saatnya berhenti menjadi pasien yang pasrah di atas meja operasi!.

Negara ini sedang sakit. Bukan sakit ringan yang bisa disembuhkan dengan istirahat, tapi sakit kronis yang membutuhkan tindakan radikal.

Korupsi, pemangkasan anggaran tanpa arah, proyek infrastruktur tanpa transparansi, dan revisi kebijakan yang kontroversial bukanlah hal yang bisa kita anggap sepele.

Jika dibiarkan, negara ini bukan hanya akan sakit, tapi bisa masuk fase kritis tanpa harapan sembuh. Kita tidak boleh diam, tidak boleh menjadi generasi yang hanya menonton.

Sudah waktunya bersuara, bertindak, dan memastikan bahwa kebijakan yang dibuat bukan hanya untuk kepentingan segelintir orang, tapi benar-benar untuk kesejahteraan rakyat.

Negara ini bukan restoran cepat saji yang bisa terus menyajikan menu pengalihan isu setiap hari. Kita tidak bisa terus-menerus disuguhi skandal demi skandal, sementara masalah utama tetap membusuk di dapur kekuasaan.

Jika setiap kebijakan dibuat tanpa transparansi, setiap proyek dijalankan tanpa akuntabilitas, dan setiap revisi undang-undang disahkan tanpa mendengar suara rakyat, maka kita bukan lagi bangsa yang sedang berkembang, akan tetapi kita adalah pasien yang menolak diobati dan justru menikmati sakitnya, parah gak tuh?.

Jika kita diam, kita sama saja seperti orang yang tahu makan gorengan berlebihan bisa bikin kolesterol naik, tapi tetap nyemil tanpa henti sambil berharap sehat, kan aneh.

Negara ini tidak akan sembuh hanya dengan doa dan harapan, tapi dengan tindakan nyata.

Saatnya berhenti jadi penonton di negeri sendiri, karena kalau kita terus diam, bukan cuma masa depan yang dijual, tapi mungkin besok kita bangun tidur, sadar bahwa demokrasi kita tinggal fosil di museum sejarah.

Penulis adalah Nasrawi, Presiden Mahasiswa BEM KM UM Surabaya.

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store