Ketua BEM Universitas Islam Jember Sesalkan Pemanggilan Mahasiswa Akibat Materi Stand-Up Komedinya.
Jurnalis: Bagaskara Dwy Pamungkas
Kabarbaru, Jember – Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Islam Jember (UIJ), Nouval Agustian, mengungkapkan rasa kecewanya terhadap pemanggilan salah satu mahasiswa UIJ bernama Irsyad oleh pihak kampus.
Pemanggilan ini dilakukan setelah materi stand-up komedi yang dibawakan Irsyad di Universitas Jember menjadi viral di media sosial, terkhusus group WA alumni. Materi tersebut dianggap oleh sebagian pihak sebagai kritik terhadap kampus UIJ.
Noval menyayangkan langkah yang diambil oleh pihak universitas, yang menurutnya terkesan sebagai bentuk intimidasi terhadap mahasiswa yang kritis.
“Seharusnya kampus menjadi ruang yang aman untuk menyuarakan pendapat, termasuk melalui media seni seperti stand-up komedi. Pemanggilan ini menunjukkan kampus seolah-olah membatasi kreativitas dan kebebasan berpendapat mahasiswa,” tegasnya.
Stand-Up Komedi sebagai Medium Kritik Sosial
Dalam teori humor, stand-up komedi kerap dianggap sebagai bentuk ekspresi yang memungkinkan kritik disampaikan dengan cara yang ringan namun tajam. Teori relief Sigmund Freud misalnya, menjelaskan bahwa lelucon dapat menjadi sarana untuk melepaskan ketegangan emosional dalam masyarakat. Dalam konteks ini, materi yang disampaikan Irsyad dapat dilihat sebagai cara mahasiswa menyuarakan kegelisahannya terhadap isu kampus dengan pendekatan yang kreatif.
Sebagai institusi pendidikan, kampus seharusnya mendorong kebebasan berekspresi, sebagaimana diatur dalam Pasal 28E ayat (3) UUD 1945, yang menjamin kebebasan setiap warga negara untuk mengeluarkan pendapat. Demokrasi kampus idealnya menjadi miniatur demokrasi negara, di mana kritik dan diskusi bebas dan dapat tumbuh subur.
Pembatasan yang Mengancam Kebebasan Akademik.
Nouval juga menilai, tindakan kampus ini dapat mencederai semangat demokrasi dan kebebasan akademik. Menurutnya, mahasiswa tidak seharusnya diintimidasi atas pandangan mereka, apalagi jika disampaikan dalam format seni yang tidak dimaksudkan untuk menciptakan permusuhan.
“Kritik itu wajar. Jika ada kritik, kampus sebaiknya menanggapinya dengan enjoi dan kembali berefleksi atas kondisinya hari ini, benar atau tidak apa yang disampaikan itu, bukan justru memanggil mahasiswa untuk diperiksa,” ujarnya.
Kebebasan berpendapat adalah salah satu elemen vital dalam kehidupan demokratis. Menurut teori demokrasi deliberatif, dialog antara pihak yang berbeda pandangan adalah kunci untuk membangun masyarakat yang inklusif dan adil.
“Pemanggilan atas sahabat Irsyad justru dapat menimbulkan kesan bahwa kampus membungkam nalar kritis mahasiswa, yang berpotensi menciptakan budaya ketakutan di kalangan mahasiswa lainnya,” Imbuhnya.
Maka dengan kejadian ini, lanjut Nouval, pihak kampus untuk lebih bijak dalam menyikapi kritik yang datang dari mahasiswa.
“Mari jadikan kritik ini sebagai bahan evaluasi untuk memperbaiki kampus. Mahasiswa adalah bagian dari keluarga besar universitas, suaranya adalah cerminan dari apa yang dirasakan di lingkungan kampus,” sambungnya.
Ia juga meminta pihak kampus untuk menghentikan cara-cara semacam ini, dikarenakan dapat membikin ketakutan untuk bersuara ikhwan kondisi kampus.
“Atau sebaliknya, kampus memberikan ruang secara terbuka terhadap mahasiswa-mahasiswa yang memiliki kreativitas seperti Irsyad, dan membuka ruang dialog terbuka bagi siapapun yang hendak mengkritik kampus”.
Langkah tersebut menurut Nouval akan menjadi bukti nyata bahwa UIJ mendukung kebebasan berekspresi dan menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi.
“Kejadian ini menjadi pengingat bahwa humor, selain sebagai hiburan, juga memiliki peran penting dalam mencerminkan kondisi sosial. Kebebasan berekspresi, termasuk melalui seni, adalah hak yang harus dijaga, terutama di lingkungan akademik,” pungkas Mantum PMII Rayon Refugia itu.