Kesaktian Malam Itu | Puisi-puisi Tiya Wahyu Wulandari
Editor: Ahmad Arsyad
Malam mencoba merayu dibalik kesunyiannya
Menerka kerlip lintang berhamburan
Pada bulan yang bersedih
Tak kunjung usai semua ini
Kamu bertanya padaku
Mengapa malam ini bulan bersembunyi?
Aku mencoba menerka dibalik tanyamu
Lantas aku menjawab
Sore tadi senja telah dibungkam
Berselimut mendung mendung kekerasan
Dan bumi sedang dihantam keras
Dipaksa tumbuh dalam kesakitan
Salatiga, 1 Desember 2020
Kau adalah Labirin
Sajakku tak mampu menggambarkan keindahan mu
aksaraku semakin sulit menemukan artimu
Aku terperangkap dalam labirin tipografiku sendiri
Mencoba mencari celah namun semakin tak tau arah
Kamu
Manusia dengan ketidaksempurnaan
Namun menarik perhatian
Memaksa untuk mendo’akan di sepertiga malam
Menarikku dari rimbunan kebimbangan
Secercah cahaya merasuki tubuh
Membuat keputusan dan tekad kuat
Aku
Memilihmu
Salatiga, 30 Desember 2020
Hampa
Senyap resah dalam mimpi
Puing puing terhempas jauh di dasar bumi
Riuh menjelma hampa pilu hati
Hanyut sirna bersama laut pekat malam itu
Desir angin memeluk panas tubuhku
Begitu cepat semua hancur seketika
Impian lebur melepas suka cita
Tuan pujangga hilang termakan baskara
Temaram hampir padam tunam dalam dada
Salahku atau salahmu?
Aku yg bodoh atau kau yang memanipulasi semua?
Pupus sudah pasrah seketika
Coretanku tak bermakna lagi untukmu
Sajak – sajak ku berlari jauh ketika kau menjauh
Harapmu tak penting lagi
Hempas lepas mimpi untukmu
Cakrawala menggeram untukku
Tuan, kau memang tak pantas lagi menari dalam hati
Kau sudah mati terkubur dalam lubuk hati ini
Sudahi sandiwara recehmu
Tak pantas kau menjadi pemeran utama dalam kisahku
Memang patah lebih menyenangkan untukku
Sragen, 01 Juli 2020
Kesaktian Malam Itu
Luka menyibak perih didasar pilu hati
Menikam jantung hingga berkeping
Selaksa lara menuai puncak kejayaannya
Merintih pedih tak berucap
Aku jatuh tersungkur sekujur tubuh
Air mata menemani kelam hariku
Tuan, mengapa tega mematahkanku
Semenit kau buatku mencandu semenit kemudian kau buatku meriuh
Melebur makna kesakitan direlung hati
Katamu takkan tega mendua dengan dia
Nyatanya, kau asik memadu asmara dibelakang
Pilu membiru menggrogoti kepercayaanku
Sragen, 15 Juli 2020
Patah
Semesta ternyata masih senang bercanda
Patah bukan lagi ironi buatku
Patah menjadi teman setia dalam berjuang
Teman yang takkan pernah meninggalkan
Memang patah hati yang slalu kita dapat di semua kisah perjalanan
Tetap lah kiat diatas rintangan yg ada
Dunia menanti wujud nyata pengabdianmu
Sudahi menangisi wujudkan mimpi
Lantunan doa doa tak luput dipersembahkan
Agar kian jelas langkah dan arah tujuan
Jangan lupa tetap membumi
Sragen, 05 Januari 2021
*) Penulis adalah Tiya Wahyu Wulandari, Mahasiswi KPI IAIN Salatiga.
*) Tulisan Puisi ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co