Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Jalan Ilahiah | Puisi-puisi Rahman Timung

Penulis: Rahman Timung asal Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur.

Editor:

Melukmu dengan Do’a

Langit tak berujung,

ia mampu mengayomi

senja dengan sekian detiknya,

ia mempu memberi kesan

terpisahkan oleh jarak,

kita tak saling sanding

namun cinta menembus batas, mengeratkan jarak

Meski peluk tak dapat merangkulmu erat,

semoga do’a memelukmu hangat

Surabaya, 17 April 2020

Harapan

Inginnya kupeluk senja,

namun waktunya tak cukup untuk dipeluk,

ia hanya menebar pesona dalam sekian detik,

lalu pergi meninggalkanku

 aku memutuskan untuk merangkai kata,

membentuk bait-bait puisi dibawah sinar rembulan,

 sebagai bentuk rasa rinduku padanya

 Pada bidadari bumi dengan balutan hijab,

kuingin kami sanding,

namun waktu belum memberiku ijin,

walau hanya sekedar bertegur sapa dengannya,

lewat aksara kata, kurangkai kalimat demi kalimat,

memuja dan mencintainya dalam do’a,

kuharap tuhan mendengar lantunan do’a yang

kutitipkan pada angin disepertiga malam

Surabaya, 12 April 2020

Aku, Kamu dan Senja

Yang bermakna itu bukan seberapa lama kamu menetap,

namun bekas kenangan yang kamu tinggalkan.

Kita bisa belajar dari apa yang diperlihatkan oleh senja,

sebuah fakta bahwa hal-hal yang indah bukan berarti akan abadi.

Mari menjadi berarti ketikan kesempatan itu masih ada,

raihlah apa yang kamu sebut mimpi.

Sebelum senja ditelan kelam, nikmati keindahannya.

Sebab sesal akan datang ketika keindahan itu sirna.

Puisi Ini Hasil kalaborasi dengan salah satu teman online @jejakalsara (lupa tanggal dan waktunya)

Catatan Kelam

Ada fajar,

ada pula senja,

juga kegelapan malam

segalanya berproses silih berganti sesuai waktunya,

dalam dunia yang fana ini,

ada terang, ada gelap,

ada begitu banyak tingkah laku,

Srigala berbulu domba,

perampok berdasi,

bahkan penjahat kelamin berjubah kesucian.

Terserah bagaimana kamu menilaiku,

aku hanyalah sekian dari hamba-hamba-nya.

Jika menurutmu aku ini sesat,

bisakah kamu tunjukkan jalan yang benar itu,

jalan yang lurus katamu.

Pertemukan aku pada tuhanmu yang tak meminum Vodka itu,

aku ingin menyapanya,

mencurahkan keluh kesahku,

aku ingin mengadu,

aku ingin bertanya akankah ada pintu surga bagi hambanya yang khianat…???

Surabaya,  17 Juni 2020

Untuk Kamu yang Berjubah Api

Aku ini apa entahlah, hanya saja untuk adaku,

sebelum hilang ditelan zaman

aku ingin kamu tau bahwa,

bagiku jubahmu adalah api suci,

kamu lebih indah dari semesta

Untuk hatimu,

aku harap ia mampu menaati,

karena janjinya adalah pasti.

Cintanya yang suci, akan selalu mengujimu, kuharap ragamu mampu Istikomah

Untuk luka yang kau terima karena jubah apimu,

bersabarlah dalam lara,

karena cinta dan kasih sayangnya adalah abadi

Kamu tak perlu ragu pada apapun,

entah berapa banyak orang yang membencimu,

bagiku kamu adalah pesona zaman

Aku tak mampu membersamai mu dalam gejolak zaman,

namun aku harap puisiku mampu memandumu

untuk melawan setiap tantangan waktu

Puisi ini dibuat atas adanya insiden MTQ yang dimana seorang peserta yang mundur sebagai peserta ketika diminta untuk melepas cadarnya oleh Juri (lupa tanggal).

Indonesiaku

Apa kabar Indonesiaku…?

begitu banyak beban yang harus kau tanggung,

namun aku berharap kau tak jenuh,

apalagi lelah untuk hidup yang sedang kita jalani,

Indonesiaku,

kau harus kuat, bila perlu latihlah mental dan jiwamu

untuk menopang semua penindasan yang terjadi di atasmu.

Indonesiaku,

kau harus siap untuk bertarung sekali lagi,

bahkan siap untuk terus terluka dari tangan-tangan biadap yang khianat.

Indonesiku,

untuk hidup yang lebih baik,

ada yang harus keluar menjadi pemenang,

itulah mengapa kau tak boleh jenuh,

atau merasa lelah.

Kau harus lebih kuat dari masa yang sebelumnya.

Tentang kehidupan yang kita jalani

kau hanya punya dua pilihan,

diam tertindas atau bangkit untuk melawan

Surabaya, 17 Agustus 2020

Teman Tapi Mesra

Bisakah kita bersanding tanpa ikatan,

bisakah kita berjalan beriringan.

sembari menikmati tiap detikan waktu

Untuk lelahku aku ingin bersandar di bahumu.

tanpa janji-janji tentang masa depan,

tanpa harapan yang sekedar angan-angan

Aku hanya ingin bersamamu,

tanpa status tentang arti adaku untukmu,

Bersamamu bahagia membentang,

tanpa tepi di selayang pandang.

saling menemani kita bisa,

tetapi, tidak untuk hidup bersama

Patner @nyata.rasa

  • Puisi ini Juga Hasil Kalaborasi dengan salah satu teman online.

Sajak Negeriku

Aku merasa asing dinegeriku sendiri,

katanya tanah airku,

nyatanya tanahku sewa, airku beli.

Masa depan yang seharusnya indah kini hancur berantakan,

aku menjadi pengemis di negeri sendiri.

bukan tak ada orang pintar,

hanya saja banyak yang pura-pura bego

anehnya, yang katanya mewakiliku,

kini ia bagai budak yang tak lagi tau diri.

Pengusaha jadi penguasa,

politik jadi ladang bisnis,

pemilik modal untung banyak,

si miskin malah jadi buntung.

hukum yang katanya alat kebijaksanaan,

ternyata hanya sekedar alat balik modal.

rasanya aku pengen sesekali tertawa terbahak-bahak,

sayangnya humorku tak selucu negeriku

Surabaya, 7 September 2020

Sebuah Kabar Untuk Dinda

Lihatlah bangsaku Dinda,

bangsa yang kini terluka atas ulah penguasanya sendiri.

Lihatlah retak dipelipis rakyat jelata itu,

darah yang mengalir adalah bukti kedzaliman penguasa negri ini

Lihatlah luka yang menganga lebar itu Dinda,

luka bekas galian tambang dan batu bara,

luka sebab keserakahan penguasa

Lihatlah Dinda,

nontonlah jika hal itu patut jadi tontonan.

Surabaya, 14 September 2020

Kepada Dinda

Dinda,

aku ingin mengabarimu tentang negeriku,

negeri yang penuh dengan keserakahan.

di negeri ini Dinda,

alam semesta penuh luka.

air tak lagi mengalir dengan tenang,

gunung tak lagi kokoh,

bahkan jangkrik tak bisa lagi hidup bebas.

tuan-tuan penguasa bertingkah bagai tuhan,

seolah dunia ini milik mereka,

Hal paling mengerikan dari itu adalah dibalik sikap tiraninya,

tersimpan seribu janji,

janji kesejahteraan yang tak pernah bisa

dijelaskan dengan tindakan nyata.

Surabaya, 23 September 2020

Lapor Komandan

Lapor komandan!!

segalanya miring,

tidak hanya bangunan,

tapi juga otak manusia.

Yah, para penguasa itu, otaknya telah miring.

pohon ditebang,

hutan digunduli,

banjir bandang,

Tuhan yang disalahkan.

Mereka menutupi kebohongan demi kebohongan,

drama yang tak berkesudahan.

Sungguh otak mereka telah miring komandan!!

Tuhan berkata,

jadi penghuni bumi,

rawat dan gunakanlah bumi.

mereka justru berbuat sebaliknya,

menghancurkan dan memporak-porandakan.

janji demi janji di dengungkan,

menimbun harta,

memelihara keserakahan.

Komandan, otak mereka benar-benar miring,

sekarang mereka saling tuduh menuduh.

mereka di persimpangan jalan.

Kata-kata itu bertemu,

saling mengintrogasi tentang benar dan salahnya tingkah laku

tanpa ada perbaikan didalam lakonnya

Surabaya, 25 September 2020

Jalan Ilahiah

Jalan demi jalan kulalui

Setapak demi setapak kupijaki

Tak perduli jalan itu mulus atau berlubang

Aku menunduk dan terus berjalan

Ketika teringat dimana aku berjalan

dengan keangkuhan yang lupa pada pijakan

Saat itulah mulai kurenungi apakah tuhan

akan memaafkan atas dosa”ku yang telah lalu

Saat tersadar dari lamunan aku pun berdiri

Ku berjalan menelusuri setiap setapak kehidupan

 dengan mencoba perbaiki diri dari diriku yang dulu

dengan harapan tuhan memaafkan dan mengampuni ku

Ku lakukan semua itu atas dasar rasa percaya

tidak ada dosa yang tidak dimaafkan

Surabaya 19 Oktober 2020

Penulis adalah Rahman Timung asal Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur.

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store