Hikmahbudhi Desak Aparat Hentikan Kekerasan Terhadap Masyarakat di Rempang 

Jurnalis: Nurhaliza Ramadhani

Kabar Baru, Jakarta – Konflik lahan yang terjadi di Pulau Rempang, Kota Batam, Kepulauan Riau kian memanas. Konflik ini terjadi dikarenakan penolakan masyarakat terhadap penggusuran yang oleh pemerintah pusat akan dijadikan sebagai kawasan investasi terpadu.

“Konflik lahan yang terjadi jelas mengancam keberadaan pemukiman adat masyarakat Rempang. Sebanyak 16 kampung adat terancam tergusur akibat pembangunan proyek strategis nasional bernama Rempang Eco City” Ungkap Ravindra.

Ditengah pergolakan penolakan warga terhadap upaya pengukuran lahan oleh pemerintah dan perangkatnya, warga justru mengahadapi represifitas dan tembakan gas air mata yang salah satunya yang mengarah ke Sekolah Dasar.

Sontak saja para guru dan siswa Sekolah Dasar berlarian keluar ruangan dan bentrokan semakin tidak bisa terelakan. Imbas dari bentrokan tersebut menurut salah satu warga mengatakan setidaknya ada 11 siswa dilarikan ke rumah sakit.

“Jiwa kemanusiaan kita terluka tentunya mendengar kabar ini, apalagi ditengah gencarnya upaya Kapolri memperbaiki citra Polri yang humanis justru di rusak oleh aparat di bawahnya yang melakukan represifitas terhadap masyarakat Rempang, Kota Batam” ungkapnya.

Kasus konflik lahan di Rempang memperpanjang catatan hitam tentang konflik agraria yang melibatkan masyarakat adat di Indonesia.

Sekretaris Jenderal Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia, Ravindra mengecam dan meminta seluruh pihak menghentikan aksi kekerasan yang dilakukan kepada warga yang menolak penggusuran. Menurut Ravindra tidak ada alasan apapun untuk membenarkan kekerasan, kepentingan investasi dan ekonomi jangan selalu mengorbankan hak masyarakat sipil dan menggerus kedaulatan masyarakat adat.

“Pemerintah perlu mengupayakan jalan damai penuh rasa kemanusiaan dalam menyelesaikan konflik ini, jangan menggunakan kekerasan dan politik ketakutan untuk menggusur masyarakat yang sudah puluhan tahun berada ditanahnya,” pungkasnya.