Peran Mahkamah Konstitusi Terkait Perlindungan Hak Pilih Warga Negara Indonesia Dalam Pemilu 2019

Editor: Ahmad Arsyad
KABARBARU, OPINI– Konstitusi di sebuah negara di hakikatnya memiliki kedudukan serta peran yang sangat important dan krusial. Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat berdasarkan atas kekuasaan tertinggi atau prinsip kedaulatan yang dianut pada suatu negara. Negara itu menganut paham kedaulatan masyarakat, maka sumber legitimasi konstitusi itu adalah rakyat, serta Jika yang berlaku itu adalah kedaulatan rakyat, maka rakyat yang menentukan berlaku tidaknya konstitusi.
Sebagai konsekuensi dari kerangka pemikiran bahwa konstitusi artinya yang akan terjadi perjanjian bersama semua warga, yang berdasarkan teori kedaulatan masyarakat ialah pemegang kekuasaan tertinggi, maka konstitusi menduduki sebagai hukum tertinggi dalam kehidupan berbangsa serta bernegara (the supreme law of the land). Bahkan, konstitusi yang secara etimologis berasal berasal istilah “to constitute” yang berarti membentuk, juga dapat diartikan menjadi dokumen pembentuk organisasi negara. oleh karena itu konstitusi mengikat segenap komponen negara, baik penyelenggara juga rakyat negara.
Menggunakan demikian diharapkan adanya restriksi kekuasaan, karena tanpa restriksi kekuasaan negara sempurna akan disalahgunakan. buat melakukan pembatasan kekuasaan negara inilah dibutuhkan konstitusi menjadi wujud paham konstitusionalisme, yaitu paham bahwa kekuasaan wajib dibatasi agar negara bisa dijalankan sesuai dengan tujuan pembentukan negara itu sendiri. asal sudut pandang ini, konstitusi berfungsi menjadi pembatas kekuasaan. sang sebab itu tanpa adanya pembatasan kekuasaan, suatu konstitusi kehilangan ruh konstitusionalisme serta hanya akan sebagai legitimasi bagi kekuasaan negara yang tidak terbatas.
Salah satu bentuk restriksi kekuasaan dalam konstitusi ialah adanya jaminan proteksi Hak Asasi manusia (HAM). Bangunan proteksi HAM di pada konstitusi menjadi hukum tertinggi bermakna bahwa negara pun tidak boleh melakukan pelanggaran HAM dan bahkan tugas utama perlindungan HAM merupakan di negara. sang karena itu perkembangan paham konstitusionalisme mengandung dua esensi utama. Pertama, konsep negara aturan yang berarti bahwa aturan mengatasi kekuasaan negara dan politik. ke 2, konsep hak masyarakat negara, bahwa kebebasan warga negara dijamin sang konstitusi. Konstruksi di atas membagikan bahwa HAM merupakan substansi utama pada dalam konstitusi, baik ditinjau berasal proses pembentukan konstitusi menjadi akibat konvensi beserta juga asal sisi gagasan konstitusionalisme. Negara dibentuk menjadi wujud impian buat melindungi kemanusiaan dan HAM yang tak dapat dilakukan sang individu sendiri atau oleh komunitas tanpa keberadaan organisasi negara. oleh karena itu tugas primer negara yg memperoleh monopoli kekuasaan asal warga selaku pemegang kekuasaan tertinggi merupakan untuk memenuhi dan melindungi HAM.
Perkembangan HAM serta paham konstitusionalisme melahirkan dokumen konstitusi modern yang di umumnya memuat agunan perlindungan dan pemajuan HAM. agunan di dalam konstitusi sebagai hukum tertinggi bermakna bahwa HAM tidak bisa dilanggar atau dikesampingkan oleh aturan hukum yg lebih rendah maupun sang tindakan negara yang wajib tunduk pada konstitusi. di sinilah bisa dilihat fungsi jaminan perlindungan serta pemajuan HAM menjadi pembatas bagi kekuasaan negara.
Pada pemilu 2019 lalu banyak sekali masyarakat kita yang tidak mendapatkan haknya sebagai warga negara yang sah, yaitu hak pilih. Ada sekitar 185 Ribu di tahun 2019 masyarakat indonesia yang sudah mempunyai Kartu tanda penduduk namun tidak memiliki hak pilih sehingga secara konstitusi Komisi Pemilihan Umum telah menghilangkan hak pilih bagi masyarakat yang tidak mendapatkan hak pilihnya.
Perlindungan hak pilih merupakan konsekuensi atas konsep kedaulatan negara, Sebagaimana dijelaskan oleh Haposan Siallagan dan Janpatar Simamora bahwa sebagai pemegang kedaulatan, maka rakyatlah yang menentukan corak dan cara serta tujuan apa yang hendak dicapai dalam kehidupan kenegaraan sekalipun harus diakui bahwa teramat sulit untuk memberikan keleluasaan kepada rakyat dalam menjalankan kekuasaan tertinggi. Kedaulatan rakyat pada hakikatnya merujuk kepada suatu pemegang kuasa. Yang dimaksud pemegang kuasa dalam hal adalah pemegang kekuasaan yang tertinggi di bawah atau menurut hukum. Pemegang kekuasaan yang tertinggi di bawah atau menurut hukum tersebut adalah Rakyat.
Konstitusi dapat dimaknai menjadi dua konsep, yaitu konstitusi dalam arti sempit dan konstitusi dalam arti luas. Konstitusi dalam arti sempit ialah konstitusi hanya mengandung norma-norma hukum yang membatasi kekuasaan yang ada dalam negara atau yang kita maknai sebagai Konstitusi Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945. Sedangkan Konstitusi dalam arti luas yaitu keseluruhan dari ketentuan-ketentuan dasar atau hukum dasar, baik yang tertulis ataupun tidak tertulis.
Jika dilihat dilihat dari konsep konstitusi dalam arti sempit tentu dalam hal ini adalah Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945. Pengaturan mengenai hak pilih sendiri termaktub dalam beberapa pasal terutama yang berkaitan dengan hak asasi manusia yaitu Pasal 27 sampai dengan Pasal 31 Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945. Kemudian secara khusus pula terdapat pengaturan mengenai HAM tersendiri dalam Pasal 28A-28J. Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945 merupakan pasal yang seakan memberi legitimasi penguatan mengenai hak setiap negara dalam hukum serta pemerintahan yang sama dan wajib dijunjung tinggi dengan tidak ada pengecualiannya. Penegasan bahwa hak konstitusional tidak boleh dibatasi oleh apapun dan siapapun termaktub dalam Pasal 28 I ayat (1) Undang- Undang Dasar NRI Tahun 1945. Kemudian jika konstitusi dilihat dalam arti luas maka mencakup pula peraturan-peraturan lainnya di bawah Undang-Undang Dasar NRI Tahun 1945. Jika demikian maka salah satu yang berkaitan dengan hak pilih adalah Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yaitu dalam Pasal 43 ayat (1) mengenai hak warga negara untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum. Sehingga hak pilih ini dirasa sangat penting karena merupakan amanat dari konstitusi.
Salah satu yang penulis soroti adalah Putusan MK Nomor 20/PUUUXVII/2019 Tentang Daftar pemilih dalam pemilu tahun 2019. Dalam putusan itu dijelaskan bahwa banyak dari masyarakat yang tidak mempunya hak pilih padahal dia sudah mendapatkan kartu tanda penduduk, ini berarti ada keterlambatan penginputan data dari dukcapil ke Komisi pemilihan umum kemudian menjadi Daftar pemilih tetap.
Padahal dalam pasal Pasal 348 ayat (9) Undang-undang No 17 Tahun 2017 Tentang Pemilihan umum mengatakan bahwa: Penduduk yang telah memiliki hak pilih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat memilih di TPS/TPSLN dengan menggunakan Kartu Tanda Penduduk Elektronik. Hal ini berarti setiap warga negara yang telah memenuhi syarat wajib untuk mendapatkan hak pilih. Dalam putusan ini mahkamah konstitusi mengabulkan pemohon untuk dapat menunaikan hak pilih yang belum masuk ke dalam Daftar pemilih tetap.
Peran Mahkamah Konstitusi sangat dibutuhkan sebagai guardian cosntitusian juga dapat dilihat dengan pemahaman akan suatu unsur yang sangat penting dalam demokrasi, yaitu suatu nilai (value) dalam hukum ketatanegaraan ini yang berasaskan kedaulatan rakyat. Kedaulatan rakyat pada hakikatnya merujuk kepada suatu pemegang kuasa. Yang dimaksud pemegang kuasa dalam hal adalah pemegang kekuasaan yang tertinggi di bawah atau menurut hukum. Pemegang kekuasaan yang tertinggi di bawah atau menurut hukum tersebut adalah Rakyat. Pada akhirnya apabila sistem demokrasi kita menjadi perhatian bersama dengan sinergitas lembaga serta masyarakatnya maka akan benar- benar menjaga marwah dari kedaulatan rakyat itu sendiri.
*) Penulis adalah Ahmad Zaqi Ainurrofiq,
Magister Hukum Tata Negara Universitas Indonesia
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co