PC IPNU Bangkalan Desak Penindakan Tegas Dugaan Pencabulan Lora di Galis

Jurnalis: Khotibul Umam
Kabar Baru, Bangkalan — Desakan agar aparat penegak hukum bergerak cepat dalam mengusut dugaan pencabulan terhadap santriwati oleh seorang oknum lora di Kecamatan Galis semakin menguat. PC IPNU Bangkalan menjadi salah satu pihak yang menyampaikan kecaman keras dan menuntut langkah tegas dari pemerintah serta aparat penegak hukum (APH).
Pernyataan resmi organisasi pelajar Nahdlatul Ulama tersebut muncul setelah laporan para korban viral dan mendapat perhatian luas di berbagai platform media sosial.
Ketua PC IPNU Bangkalan, Osman menegaskan bahwa kasus ini tidak bisa lagi dipandang sebagai permasalahan pribadi seorang tokoh, melainkan sebagai tanda adanya keretakan dalam sistem perlindungan di lingkungan pesantren.
Menurut Osman, dugaan pelecehan seksual ini mengancam rasa aman santriwati dan menunjukkan bahwa masih ada celah besar dalam mekanisme pengawasan terhadap lembaga pendidikan berbasis agama. Ia menyebut status sosial pelaku tidak boleh menjadi penghalang penegakan hukum.
“Pelaku tidak boleh dibela karena jabatan atau status, tetapi harus bertanggung jawab di hadapan hukum,” ujarnya, Rabu, (03/12/25)
Dari laporan awal yang diterima PC IPNU, beberapa santriwati mengaku telah mengalami tindakan tidak pantas dari oknum lora yang cukup berpengaruh di wilayah Galis. Informasi mengenai kasus ini disebut sudah lama beredar di lingkungan masyarakat, namun belum pernah ditangani dengan serius. Beberapa warga diduga memilih diam, sementara pihak lain enggan melaporkan karena merasa ada tekanan kultural ataupun permintaan dari pihak pesantren.
PC IPNU Bangkalan menilai situasi ini sebagai bentuk pembiaran yang justru memperkuat posisi pelaku dan memperlemah keberanian korban untuk membuka diri. Mereka menegaskan bahwa tekanan tradisi tidak boleh dijadikan alasan untuk menutupi pelanggaran yang mengancam keselamatan anak perempuan.
“Fokus kami bukan pada kedudukan pelaku, tetapi pada fakta bahwa ada dugaan kekerasan seksual yang harus diproses secara hukum,” tegas Osman.
Dalam pernyataannya, IPNU menegaskan bahwa Indonesia sebagai negara hukum (Rechtsstaat) mengharuskan semua warga negara berdiri sama di hadapan hukum. Diamnya pihak tertentu atas laporan dugaan pelecehan ini disebut sebagai kelalaian struktural yang dapat merusak legitimasi aparat penegak hukum dan kepercayaan publik pada institusi keagamaan.
PC IPNU Bangkalan meminta agar investigasi dilakukan secara independen, menyeluruh, dan transparan. Mereka juga menuntut pemerintah serta aparat agar memberikan pendampingan hukum dan psikologis kepada korban, memastikan lingkungan pesantren kembali menjadi ruang aman bagi santriwati, dan mengambil langkah preventif untuk mencegah kekerasan serupa terulang.
Mereka juga menyoroti bahwa penyalahgunaan otoritas di pesantren bukan hanya melanggar norma moral, tetapi juga menjadi ancaman sistemik terhadap hak asasi anak dan perempuan. Bila dibiarkan, pesantren dikhawatirkan berubah menjadi ruang yang sulit diakses keadilan, terutama bagi korban yang berada dalam posisi sosial lebih lemah.
PC IPNU memastikan akan terus mengawal seluruh proses pengusutan, mulai dari laporan korban, penyidikan, hingga penjatuhan sanksi hukum bagi pihak yang terbukti bersalah. Mereka menaruh harapan besar bahwa kasus ini ditangani tanpa intervensi kultural maupun politis, sehingga dapat menjadi momentum penting untuk memperkuat perlindungan santriwati di seluruh pesantren.
Karena itu, PC IPNU Bangkalan mengajak masyarakat untuk tidak memilih diam. Mereka menyebut bahwa sikap bungkam justru menjadi bagian dari mata rantai ketidakadilan yang selama ini membuat korban semakin tertekan. “Diam bukan pembinaan moral, tetapi bagian dari ketidakadilan itu sendiri,” tegas Osman.
Insight NTB
Berita Baru
Berita Utama
Serikat News
Suara Time
Daily Nusantara
Kabar Tren
IDN Vox
Portal Demokrasi
Lens IDN
Seedbacklink







