Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Kenapa Kebahagiaan Seringkali Sulit Diraih?

Kabarbaru.co
Penulis: Shintia Ira Claudia, Staff Kemitraan dan Komunikasi Publik Direktorat PPG Kemendikbudristek.

Editor:

Kabar Baru, Opini – Kenapa kebahagiaan seringkali sulit kita raih? Seringkali kita merasa hampa, sedih, sakit. Padahal tanpa disadari kita telah mendapat beberapa berkat dalam hidup, tapi kita tidak tidak merasa bahagia. Apa masalahnya?

Dalam buku Eat, Pray, Love, Elizabeth Gilbert mengingat nasihat dari seorang Guru: “Kebahagiaan merupakan konsekuensi dari usaha pribadi. Kita berjuang untuk itu, mengupayakannya, dan kadang-kadang bahkan melakukan perjalanan keliling dunia untuk mencarinya.”

Jasa Pembuatan Buku

Kalimat ini mungkin dapat menjadi acuan bagi beberapa orang untuk memperjuangkan kebahagiaan mereka. Seperti contoh: Seorang tinggal dan bekerja dalam lingkungan kerja yang tidak membuat dia produktif. Lalu ia meyakini bahwa dia akan menjadi lebih bahagia jika dapat keluar dari kantornya lalu menemukan pekerjaan baru yang membuat dia menjadi produktif.

Namun alih-alih merasa bahagia, ia justru merasa kelelahan bekerja di kantor baru dan kehilangan banyak waktu bersama keluarga hanya untuk bekerja. Jadi, Kenapa Upaya Mencari Kebahagiaan Tidak Membuat Kita Bahagia?

Semakin banyaknya buku Self-Development dan Self-Help akhir-akhir ini membuat orang-orang memiliki standart kebahagiaan mereka sebagaimana apa yang mereka lihat dan ketahui. Orang-orang jadi berfikir bahwa mereka harus bahagia setiap waktu, mereka harus memiliki pasangan dengan lima love language yang sering dibicarakan pakar-pakar asmara, mereka harus memiliki tempat kerja dengan gaji yang sesuai dan mendukung apa yang mereka mau.

Dan hal itu bisa membuat orang-orang berakhir kecewa pada diri sendiri, atau justru merasa gagal, tidak berguna, dan lebih parahnya akan mengutuk hidup.
Beberapa buku yang saya baca menawarkan mimpi-mimpi kepada banyak orang, bahwa di usia sekian kita harus memiliki rumah, kebahagiaan akan kita raih jika menikah dengan orang yang kita cintai.

Kita dianggap berhasil jika menjadi ketua dalam organisasi, kemudian di dalam bekerja kita harus memiliki gaji yang cukup dan lingkungan yang sehat atau tujuan-tujuan hidup lainnya.

Banyak orang akhirnya menaruh standart yang cukup tinggi untuk kebahagiaan mereka sendiri. Saya tidak mengatakan bahwa buku-buku tersebut salah, namun menawarkan mimpi-mimpi indah sama dengan mempersiapkan orang untuk merasa kecewa.

Dunia yang kita tinggali ini seringkali tidak sesuai yang kita mau, Pun tidak seperti yang dikatakan oleh motivator atau penulis buku-buku itu. Hal ini lantas membuat orang merasa gagal jika tidak mendapatkan apa yang mereka inginkan, membuat orang merasa tidak berguna jika tidak dapat memiliki tabungan sekian puluh juta seperti orang-orang yang dilihatnya di instagram, atau tidak merasa bahagia karena teman-teman di usianya telah menikah namun dia belum.

Konsep Psikologis yang Menggambarkan Kebahagiaan

Salah satu konsep psikologis yang menggambarkan kebahagiaan individu adalah subjective well being. Menurut Diener (dalam Al-Karimah, 2018), subjective well being adalah pengalaman setiap individu yang merupakan penilaian positif atau negatif secara khas mencakup penilaian dari seluruh aspek kehidupan individu.

Menurut konsep ini, seorang individu memiliki kesejahteraan psikologis apabila individu tersebut merasa bahagia secara afeksi dan puas dengan kehidupannya secara kognisi. Dengan demikian subjective well being dapat diartikan sebagai keseluruhan evaluasi seorang individu terhadap afeksi dan kognisi atas kualitas hidupnya.

Iris Mauss, salah satu psikolog di Universitas California, Berkeley mengatakan bahwa Hasrat untuk (dan upaya mengejar) kebahagiaan juga dapat meningkatkan rasa kesepian dan keterasingan, mungkin karena hasrat tersebut menyebabkan kita memusatkan perhatian pada diri sendiri dan perasaan sendiri daripada menghargai orang-orang atau berkat lain di sekeliling kita.

“Fokus pada diri sendiri bisa membuat saya kurang berinteraksi dengan orang lain”.

Mengejar kebahagiaan juga seringkali membuat seseroang merasa stres akan betapa terbatasnya waktu yang tersedia bagi mereka untuk meraihnya. Sehingga kebahagiaan mereka jadi berkurang. Padahal kebahagiaan dapat kita dapatkan tanpa menunggu waktu, tanpa menunggu menjadi manager perusahaan, kita dapat bahagia.

Tanpa menunggu hari kita bisa menikah, kita dapat bahagia menjalani kehidupan yang membuat kita masih bebas melakukan apapun tanpa persetujuan pasangan. Tanpa menunggu memiliki uang sekian juta di usia sekian tahun, kita dapat bahagia.

Menjadi Pribadi yang Bahagia

Mengingat setahun yang lalu ketika pandemi. Situasi ketika itu memang menjadi tantangan yang cukup sulit untuk menumbuhkan rasa bahagia. Namun karena pada prinsipnya bahagia ada dalam kontrol kita maka kita bisa memilih melakukan aktivitas yang menumbuhkan rasa bahagia atau terpuruk dalam keadaan.

Contoh berbagi kabar dengan keluarga, teman, atau sahabat, atau sesederhana berkirim meme sehingga membuat orang lain tersenyum.
Memilih bahagia bukan berarti tidak merasa kecewa, sedih dan marah. Melainkan mengelola emosi tersebut sehingga tidak mengurangi energi kita untuk sesuatu yang negatif.

Hal-hal buruk atau yang tidak sesuai rencana akan selalu ada. Kita akan selalu merasa kecewa dan gagal. Namun akan berbeda jika seseorang justru berfokus pada hal-hal baik yang mereka miliki saat ini. Sesederhana bangun pagi dan melihat keluarga sehat, sesederhana cuaca cerah ketika pulang kerja sehingga tidak kehujanan, sesederhana masih memiliki pekerjaan yang layak.

Sesederhana bisa makan masakan orang tua, masih memiliki teman-teman yang baik, memiliki pasangan yang sampai detik ini bersedia bersama kita atau hal-hal lain yang dapat ditulis untuk dijadikan daftar bahwa hidup kita cukup baik dan menyenangkan untuk terus dijalani.

Kebabagiaan berpulang pada diri kita sendiri, dalam kondisi apapun baik lingkungan kerja yang tidak kondusif, atau lingkungan keluarga yang kurang harmonis, namun semua berpulang pada diri kita semua apabila kita mensyukuri dengan kondisi apapun lingkungan kita berada harus kita jalani dan kita hadapi niscaya kebahagiaan akan kita dapatkan.

 

*) Penulis adalah Shintia Ira Claudia, Staff Kemitraan dan Komunikasi Publik Direktorat PPG Kemendikbudristek.

*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store