Kebijakan Energi, Target Zero Emisi Perlu Pembenahan dan Dukungan Masyarakat

Editor: Ahmad Arsyad
Kabar Baru, Opini – Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi pemimpin dalam pengembangan energi terbarukan, berkat kekayaan sumber daya alam yang melimpah. Namun, mencapai target ambisius Net Zero Emissions (NZE) pada 2060 bukanlah hal mudah dan memerlukan pembenahan mendalam pada berbagai sektor kebijakan energi. Dukungan Presiden Prabowo Subianto melalui pidato pertamanya setelah dilantik adalah langkah awal yang positif, namun diperlukan sinergi lintas-lembaga, pembaruan kebijakan, serta infrastruktur yang memadai untuk mewujudkannya.
Presiden Prabowo menekankan pentingnya pemanfaatan sumber daya alam Indonesia untuk energi terbarukan, termasuk potensi dari tanaman sebagai bahan bakar alternatif. Indonesia memiliki sumber daya seperti kelapa sawit, jarak, dan limbah pertanian yang bisa dikembangkan menjadi energi terbarukan. Namun, potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal. Tantangan besar dalam pengembangan energi baru terbarukan (EBT) terlihat dari rendahnya pencapaian bauran energi yang masih jauh dari target.
Data Dewan Energi Nasional (DEN) menunjukkan bahwa bauran EBT di Indonesia masih rendah dan belum mencapai target. Pada tahun 2022, realisasi EBT hanya sebesar 12,3% dari target 15,69%, dan pada 2023 pencapaian baru sekitar 13,1%, jauh dari target 17,87%. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) bahkan mempertimbangkan penurunan target bauran EBT 2025 menjadi 17%-19% dari target awal sebesar 23%.
Untuk mencapai target NZE 2060, Indonesia perlu segera mengatasi beberapa kendala utama berikut:
Ketidaksinambungan Kebijakan dan Sinergi Antar-Lembaga
Ketidaksinambungan kebijakan dan perbedaan pandangan antar-lembaga menjadi hambatan utama. Di era pemerintahan sebelumnya, berbagai lembaga dan pemangku kepentingan memiliki persepsi yang berbeda terkait implementasi target bauran energi. Ketidakselarasan ini memperlambat pencapaian target dan menghambat akselerasi EBT. Diperlukan sinergi lintas-lembaga yang kuat agar arah kebijakan energi menjadi lebih konsisten.
Penguatan Regulasi dan Pengesahan UU EBTKE
Percepatan pengesahan UU EBTKE penting untuk memberikan dasar hukum bagi pengembangan energi terbarukan di Indonesia. UU ini diharapkan dapat menetapkan insentif bagi perusahaan yang berinvestasi dalam teknologi hijau dan menjaga keberlanjutan lingkungan. Dengan UU ini, pemerintah diharapkan memiliki landasan hukum kuat untuk mendorong implementasi energi terbarukan secara nasional, dan dengan regulasi yang diperkuat akan menjadi fondasi penting dalam upaya mencapai NZE 2060.
Infrastruktur yang Kurang Memadai
Infrastruktur menjadi tantangan utama dalam pengembangan EBT, terutama di daerah terpencil yang masih minim jaringan listrik. Pemerintah perlu mengalokasikan dana besar untuk membangun infrastruktur yang mendukung distribusi energi terbarukan ke seluruh pelosok negeri. Investasi ini tidak hanya penting untuk pengembangan EBT, tetapi juga untuk pemerataan energi di seluruh Indonesia.
Keterbatasan SDM dan Teknologi
Pengembangan EBT memerlukan tenaga ahli dan teknologi mutakhir, yang saat ini masih terbatas di Indonesia. Pemerintah perlu menjalin kemitraan strategis dengan universitas dan perusahaan internasional untuk meningkatkan kapasitas SDM dan mendorong transfer teknologi berkelanjutan. Peningkatan kapasitas ini akan mengurangi ketergantungan teknologi dari luar negeri.
Optimalisasi Pemanfaatan Sumber Daya Alam Lokal
Pemanfaatan sumber daya alam lokal seperti tanaman yang berpotensi sebagai bahan bakar alternatif perlu segera dioptimalkan. Langkah ini meliputi kajian potensi tanaman lokal seperti kelapa sawit, jarak, dan bioenergi dari limbah pertanian sebagai sumber energi ramah lingkungan. Optimalisasi pemanfaatan sumber daya ini akan membantu Indonesia mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan mencapai target bauran energi yang berkelanjutan.
Partisipasi Masyarakat dalam Mewujudkan NZE
Pelibatan masyarakat dalam upaya mencapai NZE 2060 sangat penting. Masyarakat perlu diberi edukasi dan didorong untuk berpartisipasi aktif dalam mendukung energi terbarukan, misalnya melalui pembangkit listrik tenaga surya rumah tangga dan pengelolaan sampah menjadi energi. Partisipasi masyarakat akan memperkuat kesadaran kolektif tentang pentingnya transisi menuju energi terbarukan yang berkelanjutan.
Kasus NTB sebagai Potret Masalah Nasional
Kasus energi di Nusa Tenggara Barat (NTB) mencerminkan tantangan yang lebih luas dalam upaya mencapai target energi terbarukan dan NZE di Indonesia. NTB sebenarnya memiliki potensi besar untuk mendukung pengembangan EBT seperti tenaga surya, angin, dan bioenergi dari limbah pertanian, namun belum sepenuhnya terwujud karena berbagai kendala
Infrastruktur Terbatas, Infrastruktur listrik di NTB, khususnya di pedesaan dan pulau-pulau kecil, masih terbatas, sehingga sulit bagi pemerintah dan swasta untuk mengembangkan proyek EBT di wilayah ini.
Regulasi dan Kebijakan Kurang Optimal: Kesenjangan regulasi dan kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah menyulitkan percepatan EBT di NTB. Insentif investasi belum cukup menarik, sehingga pengembangan proyek energi terbarukan di NTB lambat.
Keterbatasan Teknologi dan SDM,
NTB masih kekurangan SDM terlatih dan fasilitas pendidikan di bidang energi terbarukan, yang menyebabkan ketergantungan pada teknologi impor.
Kurangnya Edukasi Masyarakat, Pemahaman masyarakat tentang pentingnya transisi energi masih terbatas, yang menghambat dukungan aktif terhadap EBT.
Potret NTB ini menggambarkan bahwa transisi energi memerlukan sinergi penuh dari pemerintah, swasta, dan masyarakat. Untuk mencapai NZE 2060, diperlukan sinergi antara kebijakan pusat dan daerah, pemberdayaan masyarakat, serta investasi berkelanjutan dalam infrastruktur dan teknologi.
Mencapai target NZE 2060 akan membawa Indonesia menuju masa depan yang lebih ramah lingkungan, berkelanjutan, dan dapat menjadi contoh bagi negara lain dalam pemanfaatan energi terbarukan. Namun, berbagai kendala seperti ketidaksinambungan kebijakan, regulasi yang belum kuat, keterbatasan infrastruktur, dan pengembangan SDM harus segera diatasi. Dengan sinergi antar-sektor serta dukungan masyarakat, Indonesia dapat mewujudkan transisi energi berkelanjutan dan berkontribusi pada upaya global menghadapi krisis iklim.
*) Penulis adalah Ridwan Hanafi, Direktur Daulat Energy.