Hukum Hilal dalam Islam

Editor: Ahmad Arsyad
Kabar Baru, Opini- Seringkali terdengar di tanah air problem mengenai penentuan hilal pada setiap momen-momen penting dalam perayaan hari besar Islam dan tidak jarang hal ini membuat bingung bagi para masyarakat yang menunggu tetap nya penentuan tersebut.
Sebenarnya perbedaan perspektif dalam masalah penentuan hilal pada setiap kalangan mempunyai dalil sebagai dasarnya masing-masing. Seperti halnya bagi satu kalangan dalam penentuan awal bulan menggunakan metode rukyatul hilal dan kalangan satunya lagi menggunakan metode hisab.
Hilal dalam Kamus Al-Munawir ketika diartikan oleh ahli hai’ah yaitu rembulan yang terlihat pada awal bulan dan dalam pandangan Al-Qur’an adalah bulan sabit, seperti pemahaman yang bisa diambil dalam memahami ayat Allah dalam al-Qur’an, di sebutkan :
“Mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit. Katakanlah: “Bulan Sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji, dan bukanlah kebajikan memasuki rumah-rumah dari belakangnya, akan tetapi kebajikan itu ialah kebajikan orang yang bertakwa. Dan masuklah ke rumah-rumah itu dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung”.
Bisa diambil pemahaman, Hilal adalah rembulan di tanggal 1 setiap bulannya dan berbentuk bulan sabit.
Dalam kasus penentuan tanggal 1 (awal bulan) Al-Qur’an telah banyak memberikan penjelasan baik dalam kasus rukyatul hilal maupun hisab sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an surat Ar-Rahman ayat 5;
“Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan.” Q.S Ar-Rahman Ayat 5.
Dan firman Allah dalam surat Yunus ayat 5:
“Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (Q.S Yunus Ayat 5).
Dalam surat Ar-rahman ayat 5 dan surat Yunus ayat 5 memberi penjelasan, bahwa mata hari dan bulan bertempat sesuai edaran perhitungan (Hisab). Nabi pun juga banyak menyinggung masalah ini, seperti hadis yang diriwayatkan Bukhori dan Muslim;
Berpuasalah kamu dengan melihat hilal (Ramadhan) dan berbukalah kalian karena hilal (Syawal), bila tanggal satu hilal tertutup maka sempurnakanlah. H.R Bukhori Muslim.
Hadis nabi yang diriwayatkan imam Bukhori dan Muslim ini memperjelas bahwa hilal bisa ditentukan ketika seorang telah melihatnya.
Al-Qur’an dan As-Sunnah pun telah memperbolehkan kedua nya baik rukyat maupun hisab. Maka problematika perbedaan dalam penentuan Hilal yang sering terjadi bukan hal yang dilarang Syariat Islam, karena semua diperbolehkan dengan catatan memenuhi kaidah rukyat atau hisab.
*) Penulis adalah Dafit Sadefa, Mahasiwa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co