Syirkah Menurut Ulama Ilmu Fikih

Editor: Ahmad Arsyad
Kabar Baru, Opini- Segala sesuatu yang ada di dunia ini sudah memiliki aturan dan aturan tersebut haruslah dijalankan dan di patuhi tak terkecuali akad Kerjasama. Dalam Ilmu Fikih Akad untuk melakukan kerja sama disebut dengan akad syirkah. Kata syirkah sendiri berasal dari bahasa arab yang artinya pencampuran atau penggabungan. Selain itu syirkah menurut syara’ juga berarti tetapnya hak secara umum pada suatu barang yang dimiliki oleh dua orang atau lebih.
Syirkah sendiri memiliki empat jenis, dan berikut contoh Syirkah :
- Syirkah Inan
Syirkah inan merupakan bentuk kerja sama antara dua orang atau lebih, dimana setiap pihak dapat menyumbangkan sebagian dari total dananya dan berpartisipasi dalam hal pekerjaan. Kemudian, kedua belah pihak berbagi hasil usaha (laba/rugi) sesuai kesepakatan. Menurut Imam Syafi’i, syirkah tidaklah sah sampai kedua belah pihak telah menggabungkan harta mereka dan pencampuran tersebut tidak dapat memisahkan harta yang satu dengan harta yang lainnya. Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, suatu syirkah tetap sah walaupun harta dari kedua belah pihak ada di tangannya.
Contohnya pihak A memiliki modal sebesar Rp60 juta dan pihak B juga memiliki modal sebesar Rp40 juta. Kemudian mereka melakukan kerja sama dengan menggabungkan harta mereka tersebut untuk memulai usaha bengkel motor. Tidak hanya memberikan modal saja, tetapi mereka juga ikut andil dalam hal pekerjaan di bengkel tersebut. Mengenai pembagian hasil usahanya (laba/rugi) dapat mereka bagi sesuai kesepakatan atau berdasarkan jumlah modal yang mereka berikan. Dalam kasus ini modal yang mereka berikan bernilai berbeda, pihak A memberikan modal lebih banyak daripada pihak B maka mereka dapat membagi hasil usaha mereka 60:40 atau 60% untuk pihak A dan 40% untuk pihak B.
- Syirkah Abdan
Syirkah abdan merupakan bentuk kerja sama antara dua orang yang memiliki kemampuan yang sama untuk melakukan pekerjaan yang sama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan tersebut. Syirkah abdan secara keseluruhan menurut Imam Abu Hanifah dan para pengikut madzhab Imam Malik itu dibolehkan, sementara Imam Syafi’i melarang hal tersebut. Dalil yang menjadi landasan Imam Syafi’i adalah bahwa syirkah hanya khusus pada harta bukan pada pekerjaan, karena hal tersebut akan menimbulkan terjadinya penipuan menurutnya. Oleh karena itu, menurut Imam Syafi’i, pekerjaan seseorang tidak bisa menjadi penentu atau variabel untuk nisbah modal (persentase modal). Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad, pekerjaan seseorang bisa menjadi penentu atau variabel untuk nisbah laba. Sementara itu, dalil yang dijadikan landasan para pengikut madzhab Maliki adalah hak bersama dua orang yang mendapatkan ghanimah (harta rampasan perang) terhadap ghanimah tersebut, maka mereka mendapatkan hal tersebut dengan bekerja yaitu melakukan peperangan.
Seperti misalnya ada dua orang yang memiliki kemampuan atau ahli dalam bidang reparasi elektronik atau memperbaiki barang-barang elektronik, lalu mereka melakukan kerja sama untuk membuka usaha jasa reparasi elektronik. Hasil usaha mereka dapat mereka bagi berdasarkan kesepakatan yang telah mereka sepakati.
- Syirkah Wujuh
Syirkah wujuh adalah bentuk kerjasama antara dua orang atau lebih yang tidak memiliki modal tetapi memiliki keahlian bisnis. Contohnya seperti membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjualnya kembali secara tunai. Mereka berbagi keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan yang diberikan masing-masing mitra kepada pemasok. Dengan kata lain, syirkah wujuh adalah bentuk kerja sama antara dua orang atau lebih yang sama-sama memiliki kepercayaan yang disegani atau dihormati oleh orang lain atau orang yang berpengaruh di masyarakat.
Contohnya seperti pihak A dan B memiliki keahlian dalam bisnis dan termasuk orang yang berpengaruh di masyarakat, mereka ingin melakukan sebuah bisnis tetapi mereka tidak memiliki modal. Kemudian mereka mencari pihak C yang merupakan tempat konveksi untuk mengambil barang mereka agar dijualkan kembali oleh pihak A dan B tanpa pihak A dan B membayarnya karena mereka menggunakan keahlian dan kepengaruhan mereka untuk bekerja sama dengan pihak C. Mengenai pembagian hasil dari usaha jenis kerja sama ini dapat dibagikan berdasarkan kesepatan mereka saat mereka melakukan kontrak kerja sama di awal.
- Syirkah Mufawadhoh
Syirkah mufawadhoh adalah bentuk kerja sama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak menyumbangkan sebagian dari total dananya dan berpartisipasi dalam hal pekerjaan. Setiap pihak juga membagi keuntungan secara merata. Menurut Imam Ahmad, syirkah ini merupakan bentuk kerja sama dari penggabungan tiga jenis syirkah sebelumnya, yaitu syirkah inan, syirkah abdan, dan syirkah wujuh. Sedangkan menurut Imam Malik dan Imam Abu Hanifah, syirkah ini merupakan bentuk kerja sama yang di antara kedua belah pihak sama-sama menyumbangkan asetnya untuk dikelola.
Contohnya yaitu pihak A dan B mempunyai besar modal yang sama, yaitu Rp50 juta dan pihak A memiliki keahlian atau kemampuan dalam bidang kecantikan, sedangkan pihak B termasuk orang yang berpengaruh di masyarakat. Kemudian mereka membuka usaha di bidang kecantikan seperti salon dan MUA (make-up artist). Dalam hal ini pihak A dan B termasuk sebagai pemilik modal dan juga pekerja di usaha tersebut walaupun jenis pekerjaan yang mereka lakukan itu berbeda. Mengenai bagi hasil dari usaha yang mereka lakukan itu dapat dibagikan sesuai kesepakatan yang telah mereka sepakati.
Imam Malik dan Imam Abu Hanifah secara keseluruhan telah sepakat bahwa syirkah ini dibolehkan. Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat bahwa syirkah mufawadhah itu tidak boleh. Dalil yang menjadi landasannya adalah bahwa syirkah merupakan pencampuran beberapa harta yang keuntungannya adalah suatu cabang dan cabang tersebut tidak boleh diikutkan kecuali dengan diikuti pangkalnya juga. Oleh karena itu, apabila kedua belah pihak mensyaratkan keuntungan yang dimiliki oleh mitranya berada dalam miliknya, maka hal tersebut merupakan suatu penipuan dan ini tidak dibolehkan.
*) Penulis adalah Rica Irliani Putri Ngadang, Mahasiswa Hukum Ekonomi Syariah di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co