Raperda Pertanggungjawaban APBD: Siapa yang Berwenang Membahas?

Jurnalis: Rifan Anshory
Kabar Baru, Kolom – Tulisan ini bermaksud menganalisis persoalan kewenangan alat kelengkapan DPRD terkait pembahasan rancangan perda pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Analisis ini menjadi penting. Sebab, tanpa alas kewenangan yang sah keputusan suatu organ DPRD dapat dibatalkan.
Sejauh pengamatan penulis, memang ada beberapa regulasi yang mengatur kewenangan pembahasan raperda pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Misalnya Undang-Undang 23 Tahun 2014, Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 dan Peraturan Tata Tertib yang berlaku internal di lingkungan DPRD.
Ketentuan Pasal 19 ayat (1) PP 12 Tahun 2018 tentang pedoman penyusunan tata tertib DPRD propinsi, kabupaten dan kota, juncto Pasal 20 ayat (1) Peraturan DPRD Kab Sumenep No. 1 Tahun 2025 tentang Tata Tertib menyebutkan:
“Badan anggaran membahas rancangan perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2) huruf d”.
Berdasarkan ketentuan ini, Badan anggaran merupakan satu-satunya alat kelengkapan DPRD yang disebut secara “khusus” sebagai organ yang berwenang membahas rancangan perda pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Alat kelengkapan lain seperti komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 48 huruf b PP 12 Tahun 2018, juncto Pasal 53 Huruf b Peraturan DPRD No.1 Tahun 2025 mempunyai tugas dan wewenang:
“melakukan pembahasan rancangan perda”.
Jika diteliti secara tekstual, klausul ini juga menunjukkan kewenangan komisi untuk membahas rancangan perda. Tetapi berbeda dengan ketentuan Pasal 19 ayat (1) tersebut diatas.
Kewenangan yang diberiikan kepada komisi oleh Pasal 48 ayat (1) adalah jenis kewenangan pembahasan rancangan perda yang bersifat umum. Rancangan perda yang umumnya tak berkaitan dengan APBD atau rancangan perda non APBD.
Dalam perspektif studi ilmu hukum lazim dikenal asas “LEX SPECIALIS DEROGAT LEGI GENERALI” (norma hukum yang lebih khusus mengenyampingkan norma hukum yang lebih umum).
Berdasar asas tersebut, maka menjadi jelas bahwa norma hukum sebagaimana terkandung dalam Pasal 48 juncto Pasal 53 yang mengatur wewenang komisi melakukan pembahasan perda dapat diabaikan atau dikesampingkan oleh Pasal 19 ayat (1) PP 12 Tahun 2018 juncto Pasal 20 ayat (1) Tatib, yang menegaskan secara khusus kewenangan atributif badan anggaran dalam membahas rancangan perda pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Mengenai ketentuan Pasal 19 ayat (5) PP 12 Tahun 2018 juncto Pasal 20 ayat (5) peraturan Tatib yang menyebutkan:
“Pembahasan rancangan perda tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD dilaksanakan sesuai ketentuan Pasal 9”,
Dalam hemat penulis, norma dalam Pasal 9 tersebut tidak mengatur kewenangan. Tetapi mengatur tahapan pembahasan rancangan perda secara umum, baik rancangan perda yang berkaitan dengan APBD maupun Non APBD, rancangan perda usul Bupati maupun usul DPRD.
Karena pasal 9 hanya mengatur tahapan, maka kewenangan pansus atau komisi untuk membahas rancangan perda tidak berlaku serta merta.
Kewenangan keduanya bergantung pada penetapan rapat paripurna sebagai pembahas rancangan perda.
Hal inilah yang membedakan dengan Badan Anggaran yang sejak mula oleh Pasal 19 ayat (1) telah diberikan kewenangan atributif sebagai pembahas rancangan perda pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Sehingga, tanpa penetapan paripurna pun badan anggaran tetap berwenang melakukan pembahasan.
Sekarang timbul persoalan karena dalam praktiknya komisi-komisi dilibatkan dalam pembahasan Rancangan Perda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD. Konon ini terjadi di DPRD propinsi dan DPRD Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
Jika memang benar terjadi, maka perspektifnya bukan lagi soal kewenangan. Sebab seperti diuraikan sebelumnya, komisi-komisi jelas tidak berwenang. Praktik atau kebiasaan tersebut dapat ditelaah dari aspek sumber kewenangannya.
Sumber kewenangan seperti diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan terdiri dari tiga hal yaitu atribusi, delegasi dan mandat.
Badan anggaran sendiri memperoleh kewenangan atributif karena disebut secara khusus sebagai alat kelengkapan yang membahas raperda pertanggungjawaban pelaksanaan APBD.
Dalam konteks sumber kewenangan tersebut, komisi-komisi dapat dianggap sub ordinat dari badan anggaran sebagai pemilik kewenangan.
Sehingga dalam kondisi tertentu, badan anggaran dapat mendelegasikan sebagian kewenangannya kepada komisi untuk ikut melaksanakan pembahasan. Wallahu A’lam.