Proyek Jembatan Rp 9,35 M di Gayo Lues Diduga Gunakan Material llegal

Jurnalis: Zulfikar Rasyid
Kabar Baru, Aceh – Proyek penggantian Jembatan Alue Ise-Lamung senilai Rp9,35 miliar kini menuai sorotan. Dana proyek bersumber dari APBN 2025.
Isu muncul setelah warga menemukan material pasir dan kerikil berasal dari tambang ilegal di Kecamatan Rikit Gaib. Penambangan itu tidak mengantongi izin resmi dari pemerintah.
Padahal dalam aturan Menteri ESDM Nomor 26 Tahun 2018 mewajibkan izin bagi setiap aktivitas galian C. Juknis Kementerian PUPR juga mengharuskan penggunaan material dari sumber legal.
Nanda, konsultan pengawas dari PT Nusvey bersama mitra, mengakui sebagian besar material diambil dari Rikit Gaib. Ia menolak menjawab soal legalitas izin galian dan menyarankan konfirmasi ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek, Kairul.
Pernyataan itu memperkuat dugaan adanya masalah dalam pengelolaan proyek. Padahal, konsultan supervisi wajib memastikan pekerjaan sesuai regulasi.
Hal ini membuat warga Desa Ramung Begade 4 resah, sungai yang sebelumnya jernih kini keruh dan dangkal, mereka khawatir banjir bandang terjadi saat hujan deras.
Aktivis lokal mendesak aparat hukum untuk bertindak. “Kalau material ilegal dipakai, berarti proyek ini mengorbankan lingkungan dan melanggar aturan. Polisi dan jaksa jangan diam saja,” tegas Ridwan, aktivis lingkungan asal Gayo Lues.
Sementara itu, pihak kontraktor memilih irit bicara. “Kami hanya melaksanakan sesuai kontrak. Untuk material, kami mengikuti arahan pengawas dan PPK,” ujar perwakilan CV Farid Atallah.
Proyek ini dikerjakan CV Farid Atallah. Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Aceh bersama PPK 3.4 Provinsi Aceh disebut sebagai pihak yang bertanggung jawab.
Jika benar material berasal dari tambang ilegal, pemerintah tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga turut mendukung praktik tersebut. Publik menunggu langkah tegas dari aparat dan kementerian terkait.