Berita

 Network

 Partner

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store

Pasukan Presisi Jangan Sampai Salah Arah, Apalagi Masuk Angin!

Penulis adalah Mansurni Abadi, postgraduate philosophy student of Avondale University Australia.

Editor:

Kabar Baru, Opini – Jam 11 waktu Thailand, melalui whatsapp call yang katanya tidak memberi keuntungan  untuk negara itu, seorang kawan mengabarkan dengan nada yang histeris jika rekannya yang juga rekan saya dalam  gerakan one piece itu ditangkap oleh kepolisian di kafe miliknya.

Yang mengejutkan penangkapan itu dilakukan oleh lebih dari 15 angota kepolisian yang menurut penuturannya sudah lebih dahulu diintai beberapa hari sebelum terjadinya penangkapan.

Saat penangkapan ditanggal 3 september pagi itu, kepolisian juga melakukan penyitaan semua cctv di kafe tersebut dan  melakukan pengecekan semua handphone para karyawan yang ada di lokasi untuk memastikan tidak ada satupun dari mereka yang mendokumentasikan proses penangkapan.

Pada malam harinya, oknum kepolisian kembali datang kekafe yang memiliki usaha sampingan steam motor dan mobil  itu untuk mengambil barang bukti yang disebut-sebut akan dipakai untuk aksi kerusuhan.

Tiga hari pasca penangkapan, terungkap fakta jika teman saya, yang berinisial “K,” itu ditahan di sel narkoba Polda Metro Jaya, dengan tuduhan sebagai bagian dari kelompok Anarkis atau Anarko yang memang menjadi kelompok yang  sedang ditarget aparat kepolisian.

Kafe miliknya juga dituduh menjadi tempat pembuatan bom molotov untuk kerusuhan di Jakarta.

Polisi membuat tuduhan berdasarkan temuan dari mereka yang ditangkap sebelumnya, menurut Polisi  pada saat “K” memberi beberapa masa aksi tempat untuk menginap di mushola kafe miliknya,  disitulah terjadi persengkongkolan jahat yang menganggu keamanan.

Jasa Penerbitan Buku

Dihadapan kawan saya yang menjadi saksi penangkapan “K” itu,  polisi memang  membebarkan fakta diantara beberapa  peserta aksi  yang menginap di tempat “K” ada seseorang berinisial RAP atau yang dikenal dengan Prof Rey.

Salah satu dari 6 tersangka awal yang ditangkap bersama Delpedro Marhaen dan Muzzammar dari Lokataru Foundation, Khariq anhar dari Aliansi mahasiswa penggugat, Syahdan Husein dari Gejayan memangil, dan Fisha seorang influencer di platform tiktok dengan tuduhan mengajarkan, membuat, dan mendistribusikan bom Molotov kepada masa aksi kericuhan di depan Mako Brimob dan sekitarnya.

Keenam tersangka dijabarkan peran-perannya dalam konferensi pers  dipolda Metro Jaya  pada 2 september 2025.

Tuduhan keterlibatan pembuatan Molotov bersama “RAP” membuat “K
harus mendekam di tahanan selama 20 hari, saat artikel ini ditulis kepastian nasib “K” masih berada diantara bebas dengan mekanisme sp3 atau justru menjalani persidangan yang bakal menjadi  situasi yang  absurd mengingat reputasinya yang merupakan seorang pengusaha bukan dalang anarkisme apalagi menjadi bagian dari kelompok anarko.

Sependek pengetahuan penulis yang turut terlibat mengkoordinasi aksi secara online bersama para nakama di gerakan one piece, sosok “K” tidak turun pada saat aksi yang memanas meskipun dirinya bersama beberapa kawan sempat mengantar  donasi makanan dan minuman untuk peserta aksi yang mobil untuk mengangkut donasi itu sempat dipermasalahkan pihak kepolisian.

Selang dua hari berikutnya, giliran kawan lain berinisial “G” yang aktif  didalam gerakan mahasiswa di universitas Pamulang yang ikut ditangkap di sekretariat organisasi front aksi mahasiswa cabang Serang, Banten. Kebetulan “G” sempat menginap di mushola kafe milik “K”.

Saat aksi berlangsung , rekening  dan kontak “G” kebetulan  menjadi penampung dan narahubung donasi untuk keperluan minum dan makanan kawan-kawan di lapangan. Pembukaan donasi dalam setiap aksi memang hal yang wajar sebagai bentuk solidaritas perjuangan yang sifatnya sukarela.

Sama seperti kasus “K”,   penangkapan “G ”, juga terbilang absurd karena tanpa tuduhan yang jelas serta disertai dengan penggeledahan terhadap sekretariat organsasinya.

Baik, “G” maupun “K”, detik- detik penangkapan keduanya sempat terekam CCTV serta dilokasi banyak saksi.  Belakangan diketahui “G” juga ditahan di Polda Metro Jaya, berita penangkapan “G” dan “K” yang dengan cepat meluas di antara kawan-kawan yang turun aksi dalam kelompok one piece.

Sehingga membuat beberapa kawan uang sempat menginap dimushola kafe milik “K” panik, ada yang memilih bersembunyi ada pula yang melaporkan kondisinya ke lembaga bantuan hukum.

Drama penangkapan “K” dan “G” maupun seseorang  yang dijuluki Prof R dengan inisial “RAP” itu   menambah panjang daftar tangkapan yang sudah  dilakukan pihak kepolisian pasca aksi berujung kerusuhan  di Jakarta antara tanggal 25 agustus sampai 1 september 2025 itu.

Entah terbukti atau tidaknya mereka dalam kerusuhan itu masih menjadi tanda tanya, namun ditengah situasi penegakan hukum yang sarat manipulasi,represi, dan kriminalisasi. potensi untuk membuat mereka yang tidak bersalah menjadi salah sangat besar.

Belum lagi ada selentingan intrik seputar “Tukar kepala “ yang modus operandinya menukar tersangka dengan orang lain yang belum tentu bersalah.

Apalagi banyak dari masa aksi yang ditangkap dikabarkan tidak mendapatkan akses bantuan hukum yang memadai.

Yang dikhawatirkan kesemua massa aksi yang masih ditahan itu berpotensi dikenakan tiga pasal yang menjerat 6 terduga tersangka awal yaitu Pasal 160 KUHP tentang penghasutan; Pasal 87 Juncto Pasal 76 H Juncto Pasal 15 Undang-Undang Perlindungan Anak , atau Pasal 45 A ayat 3 Juncto Pasal 28 Ayat 3 Undang-Undang ITE.

Presisi yang menjadi citra yang dibangun  Kepolisian Republik Indonesia (Polri) di bawah kepemimpinan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang katanya harus  Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi yang Berkeadilan untuk meningkatkan efektivitas, profesionalisme, dan pelayanan kepolisian kepada masyarakat itu sudah tercoreng selama dan sebelum aksi yang disebut agustus kelabu itu yang menyebabkan korban jiwa yang tewas dan terluka.

Yang viral tentu saja, penabrakan Affan Kurniawan, seorang ojol di pajempongan, Jakarta yang disusul dengan serangkain tindakan represif lainnya yang berujung pada banyaknya korban dari masa aksi.

Ada peserta aksi yang sampai retak tulang kepala di lempar helm oleh polisi, mata yang merah terkena gas air mata kadaluarsa, sampai beberapa masa aksi perempuan yang ikut terluka akibat tindakan berlebihan dari pihak kepolisian.

Jika penangkapan terhadap kawan “K” dan “G” atau mereka yang lainnya sudah sangat presisi maka perlu ada upaya – upaya perlindungan terhadap hak asasi manusia dari mereka yang ditangkap termasuk untuk tidak merepresi mereka yang menjadi saksi penangkapan.

Kejelasan terkait kondisi dan tempat mereka yang ditangkap seyogyanya perlu  diterangkan kepada pihak keluarga  termasuk tentang  prosedur penangkapannya yang juga  perlu diperjelas.

Kepolisian juga tidak berhak untuk menghalang-halangi akses bantuan hukum dari LBH maupun gerakan sipil lainnya, karena  jika tindakan ini berlaku artinya presisi  sebenarnya salah arah yang ada justru represi.

*Penulis adalah Mansurni Abadi, postgraduate philosophy student of Avondale University Australia.

Kabarbaru Network

https://beritabaru.co/

About Our Kabarbaru.co

Kabarbaru.co menyajikan berita aktual dan inspiratif dari sudut pandang berbaik sangka serta terverifikasi dari sumber yang tepat.

Follow Kabarbaru

Get it on Google play store
Download on the Apple app store