Mahasiswa dan Masa Depan Bangsa

Editor: Ahmad Arsyad
Kabar Baru, Opini- Albert Einstein, Ilmuwan asal Jerman, pernah berkata, “Jangan pernah bercita-cita menjadi orang sukses, tapi berpikirlah untuk menjadi manusia yang bernilai”. Senada dengan itu, saya rasa pernyataan Einstein juga sangat relevan dengan dunia mahasiswa. Pasalnya, sejauh ini banyak mahasiswa yang setelah duduk di bangku perkuliahan, masih kebingungan menentukan identitasnya sebagai kaum intelektual. Tidak hanya itu, ada juga yang masih kurang memahami apa saja perannya sebagai mahasiswa. Di antaranya yaitu bukan hanya sekadar mendapatkan prestasi akademik atau non akademik yang gemilang. Lebih dari itu, untuk menjadi pribadi yang membawa manfaat kepada sebanyak-banyaknya orang. Orientasinya yaitu membawa kemaslahatan bagi sekitarnya. Dengan ilmu, harta, tenaga, atau semacamnya. Intinya menjadi orang yang bernilai.
Menyandang status sebagai mahasiswa sebenarnya merupakan tanggung jawab yang sangat besar. Sebab, golongan ini adalah orang-orang yang terpilih yang berkesempatan untuk mengenyam pendidikan tinggi. Tidak semua orang memiliki kesempatan untuk belajar di perguruan tinggi. Sebab itu, alangkah ruginya, mereka yang sudah ada di kampus, tapi menyia-nyiakan kesempatan untuk menempa diri. Sebab, di dunia kampus, banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengasah beragam keterampilan. Seperti halnya keterampilan menulis, baik menulis artikel populer maupun ilmiah; keterampilan berkomunikasi, keterampilan membaca, dan semacamnya.
Itu semua biasanya di dapatkan di organisasi; baik organisasi internal; seperti Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ), Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM), Badan Legislatif Mahasiswa (BLM), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM), Lembaga Pers Mahasiswa (LPM), dan semacamnya. Selain itu, untuk menempa diri juga bisa dengan terjun aktif di organisasi ekstra; seperti halnya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), dan lagi sebagainya. Di organisasi, mahasiswa tidak hanya belajar mengasah kecerdasan intelektualnya. Namun juga emosional dan spritualnya.
Di organisasi, mahasiswa bisa mengenal mahasiswa lainnya lintas prodi, lintas fakultas, bahkan lintas kampus. Dari situlah, mereka bisa mengenal orang-orang lebih banyak lagi dengan beragam kepribadian. Hal itu menjadi bekal untuk mengasah kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sebab, hal itu tidak akan didapatkan di ruang-ruang kelas. Mahasiswa harus mencarinya di luar kelas. Organisasi menjadi kampus kedua bagi mereka ingin meningkatkan kualitas diri. Dari organisasi pula, jaringan pertemanan akan bertambah. Dan yang paling penting lagi adalah, mahasiswa bisa mengasah jiwa kepemimpinannya selama aktif di organisasi. Sehingga, membuat mereka lebih peka terhadap keadaan sekitar. Lebih peka terhadap kondisi dan situasi yang sedang terjadi di negeri ini. Hal itulah yang nantinya memunculkan empati dan simpati mahasiswa terhadap manusia lainnya. Terutama orang-orang kecil.
Selain itu, tradisi membaca dan menulis wajib kiranya dimiliki oleh setiap mahasiswa. Apalagi, mereka adalah calon pemimpin bangsa di kemudian hari. Bangsa ini membutuhkan sosok pemimpin yang cerdas dan mampu memberikan perubahan di segal aspek kehidupan. Sebab, itu mahasiswa perlu melatih kebiasaan itu mulai dari sekarang. Salah satunya caranya yaitu dengan mengatur waktu dengan efektif dan efisien sesuai dengan skala prioritas. Intinya, jangan bermain-main dengan waktu luang. Sebab waktu adalah kehidupan, Kehilangan waktu berarti kita kehilangan sebagian kehidupan kita. Dengan memanfaatkan waktu sebaik mungkin, mahasiswa bisa menjadi lebih produktif. Jangan sampai, waktu luang membuat mahasiswa terlena, sehingga lupa akan tugas dan tanggung jawabnya sebagai akademisi. Dalam hal ini, kedisiplinan memang perlu dilatih, meskipun berat pada awalnya. Karena tidak ada yang instan di dunia ini. Semua membutuhkan perjuangan dan pengorbanan untuk menghasilkan sesuatu yang luar biasa.
Hemat saya, mahasiswa perlu memahami beberapa perannya agar bisa mengira-ngira ke mana arah langkahnya. Pertama, perannya yaitu sebagai agent of change (agen perubahan). Maksudnya, mahasiswa memiliki peran sebagai garda terdepan untuk melakukan beragam perubahan di segala bidang. Baik itu politik, kebudayaan, ekonomi, sosial, dan semacamnya. Saya sendiri percaya sepenuhnya bahwa mereka memilki segudang gagasan cemerlang untuk membangun bangsa ini. Kedua, guardian of value (penjaga nilai), yaitu mahasiswa bertanggung jawab untuk menjaga nilai-nilai yang mutlak kebenarannya di tengah masyarakat. Seperti halnya nilai kejujuran, toleransi, keadilan, dan sebagainya.
Ketiga, iron stock (penerus bangsa), artinya mahasiswa adalah aset berharga yang bangsa ini yang kelak akan mengisi pos-pos kepempimpinan di berbagai sektor kehidupan. Sebab, generasi tua pasti ada kalanya digantikan oleh tunas muda. Keempat, moral force (kekuatan moral), maksudnya sebagai insan akademis, mahasiswa menjadi diharapkan menjadi contoh di tengah masyarakat dengan menjunjung tinggi moralitas. Baik dari cara berpakaian, bertutur kata, dan berperilaku. Dalam hal tersebut. Mahasiswa menjadi acuan dasar moralitas masyarakat. Kelima, social control (kontrol sosial), yaitu mahasiswa berperan untuk mengkritisi segala macam kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat kecil atau melenceng dari amanat konstitusi. Dalam hal ini, mahasiswa bisa memberikan kritis pedas, saran, dan evaluasi. Kritikan tersebut bisa disampaikan dengan beragam cara. Semisal lewati publikasi di media massa, demonstrasi, mediasi, dan semacamnya. Sebagai kontrol sosial, mahasiswa menjadi jembatan antara masyarakat dengan kekuasaan. Artinya, mahasiswa bisa turut andil mengevaluasi habis-habisan kinerja pejabat yang tidak becus atau sewenang-wenang terhadap rakyat.
Kelima peran tersebut perlu diperhatikan betul agar mahasiswa tidak hanya sekadar kuliah lalu lulus tanpa mendapatkan apa pun, tanpa berkontribusi kepada masyarakat. Ringkasnya, tulisan ini mendorong mahasiswa agar bersungguh-sungguh dalam berproses. Tidak hanya menyerap ilmu dan pengetahuan di ruang kelas, tapi juga di luar kelas. Perbanyaklah pengalaman mumpung kesempatan itu masih ada. Asah potensi diri semaksimal mungkin. Berdedikasi Lah untuk kemajuan bangsa dan negara. Jangan hanya fokus pada diri sendiri, tapi lihatlah sekeliling, apa yang bisa kita berikan untuk sesama. Sekali lagi, masa depan bangsa ini berada di tangan mahasiswa.
*) Penulis adalah Muhammad Aufal Fresky, Mahasiswa Prodi Magister Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya/Penulis buku ‘Empat Titik Lima Dimensi’.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi kabarbaru.co