Menanti Kolaborasi Muhammadiyah-NU Dalam Membangun Dikdasmen Indonesia

Editor: Ahmad Arsyad
Kabarbaru, Opini – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) RI Prof Abdul Mu’ti dan para wakil menterinya telah berkunjung ke kantor PBNU, Rabu (30/10/2024). Ketua Umum PBNU KH Yahya C. Staquf (Gus Yahya) dan jajaran pengurus menemui menteri dari Muhammadiyah itu.
Pertemuan ini menjadi babak baru bagi masa depan pendidikan dasar dan menengah (dikdasmen) di negeri ini. Dalam pertemuan yang berlangsung di kantor PBNU tersebut, mereka membicarakan sebuah gagasan yang besar. Prof Mu’ti – sebagai wakil pemerintah dan tentu Muhammadiyah – membicarakan soal pendidikan berbasis komunitas di depan antara dua ormas Islam terbesar di Indonesia, NU dan Muhammadiyah.
Layaknya dua sungai besar yang bertemu, NU dan Muhammadiyah, sebagai organisasi Islam terbesar, memiliki basis umat yang luas. Itu menjadikan keduanya seperti urat nadi bagi rakyat Indonesia.
Jika keduanya dapat berjalan beriringan, maka pendidikan dapat menyentuh hingga ke akar rumput. Membawa perubahan yang menyeluruh dan berkelanjutan.
Seperti yang pernah diungkapkan oleh Nelson Mandela, “Education is the most powerful weapon which you can use to change the world.” Pendidikan adalah senjata ampuh yang dapat mengubah nasib bangsa, dan kolaborasi ini memberikan harapan besar akan terciptanya perubahan positif bagi generasi penerus.
Membentuk Wajah Dikdasmen Indonesia
Muhammadiyah dan NU, yang didirikan lebih dari seabad yang lalu, telah membuktikan komitmennya dalam membangun generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga kuat secara moral dan spiritual. Muhammadiyah, dengan jaringan sekolah dan universitas yang tersebar di seluruh Indonesia, serta NU, melalui madrasah dan pesantrennya, telah memberikan sumbangsih besar terhadap perkembangan pendidikan.
Keduanya bukan sekadar organisasi keagamaan, NU dan Muhammadiyah juga menjadi sumber inspirasi dan penggerak perubahan sosial bagi masyarakat.
Di bawah naungan Muhammadiyah dan NU, konsep pendidikan berbasis komunitas yang diusulkan oleh Prof. Abdul Mu’ti menemukan makna dan relevansinya. Pendidikan tidak hanya berada di dalam ruang kelas. Pendidikan sesungguhnya meresap ke dalam setiap aspek kehidupan masyarakat.
Dalam konteks ini, pendidikan menjadi bagian dari ekosistem yang inklusif. Merangkul semua lapisan masyarakat tanpa memandang latar belakang ekonomi atau budaya. Selain transfer ilmu, pendidikan berbasis komunitas ini juga mengedepankan penanaman nilai-nilai luhur yang sesuai dengan kearifan lokal.
Namun, di tengah keberagaman dan luasnya cakupan Indonesia, upaya ini tidaklah mudah. Muhammadiyah dan NU perlu berkolaborasi secara harmonis untuk memastikan bahwa visi mereka dapat dijalankan secara efektif. Hanya dengan sinergi yang kuat, mereka dapat menjembatani kesenjangan pendidikan dan menjangkau anak-anak Indonesia yang paling membutuhkan.
Urgensi Kolaborasi dalam Membangun Masa Depan Nasional
Dalam lanskap pendidikan yang terus berkembang, kolaborasi antara NU dan Muhammadiyah menjadi krusial. Mengingat basis umat yang mereka miliki, keduanya memiliki peran yang sangat strategis dalam menentukan arah pendidikan Indonesia ke depan.
Melalui kolaborasi, NU dan Muhammadiyah tidak hanya dapat meningkatkan akses pendidikan, tetapi juga kualitasnya.
Keduanya dapat menjadi kekuatan utama dalam menyusun kurikulum yang berbasis pada nilai-nilai moral dan spiritual yang kuat, mencetak generasi yang tidak hanya pintar tetapi juga memiliki karakter yang tangguh.
Analogi dua sayap Garuda sangat relevan dalam menggambarkan hubungan ini. Layaknya dua sayap yang harus bekerja sama agar Garuda dapat terbang, NU dan Muhammadiyah harus berjalan seiring agar visi besar ini dapat terwujud. Keduanya harus menanggalkan ego sektoral dan bersatu dalam tujuan yang sama.
Di sinilah letak urgensi kolaborasi ini. Tanpa persatuan, harapan untuk membangun pendidikan yang inklusif dan merata di seluruh Indonesia akan sulit tercapai.
Di sisi lain, masyarakat Indonesia pun memiliki peran penting dalam mendukung kolaborasi ini. Kolaborasi ini membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat, karena pendidikan berbasis komunitas adalah pendidikan yang melibatkan peran aktif keluarga, lingkungan, dan masyarakat luas.
Tantangan dan Peluang di Era Kecerdasan Buatan (AI)
Di era digital ini, teknologi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Dunia pendidikan pun tidak luput dari dampak transformasi ini. Kehadiran kecerdasan buatan (AI) menghadirkan peluang besar bagi sistem pendidikan Indonesia, terutama di daerah-daerah terpencil yang selama ini sulit dijangkau.
AI memungkinkan personalisasi pembelajaran, di mana setiap siswa dapat belajar sesuai dengan kecepatan dan gaya belajar mereka masing-masing. Selain itu, teknologi ini juga membuka akses pengetahuan yang lebih luas dan mendalam, membawa pembelajaran dari kota ke pelosok desa dengan mudah.
Namun, AI juga membawa tantangan yang besar. Teknologi ini bagaikan pedang bermata dua; di satu sisi, ia membawa pencerahan, namun di sisi lain, jika tidak dikelola dengan bijak, ia bisa mengikis identitas budaya dan nilai-nilai kearifan lokal.
Sebagai contoh, ketergantungan yang berlebihan pada teknologi bisa menimbulkan homogenisasi dalam pendidikan, di mana siswa kehilangan sentuhan nilai-nilai budaya yang seharusnya menjadi bagian dari pendidikan karakter.
AI bisa diibaratkan seperti fajar yang menyingsing, membawa terang baru namun juga meninggalkan bayangan. Jika tidak sejalan dengan nilai-nilai yang dipegang teguh oleh Muhammadiyah dan NU, keberadaan teknologi ini bisa merusak jati diri bangsa.
Oleh karena itu, penting bagi Muhammadiyah dan NU untuk tetap berperan sebagai penjaga nilai dan identitas, memanfaatkan teknologi tanpa mengorbankan nilai-nilai luhur yang telah menjadi warisan bangsa.
Visi Masa Depan: Menggabungkan Pendidikan Berbasis Komunitas dan Teknologi
Melihat potensi kolaborasi ini, ada harapan besar untuk masa depan pendidikan di Indonesia. Bayangkan sebuah masa depan di mana pendidikan berbasis komunitas berjalan seiring dengan teknologi AI, menciptakan kerangka pendidikan yang adaptif dan berbasis nilai.
Setiap anak Indonesia, dari Sabang sampai Merauke, dapat merasakan manfaat pendidikan yang berkualitas, yang tidak hanya menekankan pada aspek akademis, tetapi juga mengedepankan nilai-nilai moral dan kebudayaan.
Di bawah kolaborasi Muhammadiyah dan NU, komunitas bukan hanya sebagai objek pendidikan, tetapi menjadi subjek yang aktif dalam membentuk generasi penerus. Pendidikan berbasis komunitas ini akan membentuk karakter yang kokoh pada siswa, sementara teknologi akan memfasilitasi akses ilmu pengetahuan yang lebih luas.
John Dewey, filsuf pendidikan itu, pernah berkata, “Education is not preparation for life; education is life itself.” Pendidikan bukan hanya persiapan untuk hidup, tetapi merupakan kehidupan itu sendiri, yang mengalir dan terus berkembang seiring waktu.
Akhirnya, kita semua berharap kolaborasi antara Muhammadiyah dan NU dapat menjadi tonggak penting dalam reformasi pendidikan dasar menengah Indonesia. Kolaborasi ini bukan hanya tentang menyatukan dua organisasi besar, tetapi juga tentang merangkul seluruh masyarakat dalam visi yang sama.
Layaknya matahari yang terbit, kolaborasi ini diharapkan dapat membawa sinar harapan bagi pendidikan Indonesia, memberikan kesempatan bagi setiap anak untuk meraih masa depan yang lebih baik.
Namun, kolaborasi ini tidak bisa berjalan sendiri. Diperlukan komitmen dan dukungan dari pemerintah, masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan untuk menjadikan visi ini sebuah kenyataan. Di era di mana teknologi terus berkembang, kolaborasi ini harus berlandaskan pada nilai-nilai yang kokoh, agar teknologi hanya berfungsi sebagai alat, bukan pengganti esensi pendidikan yang sesungguhnya.
Kita berharap agar Muhammadiyah dan NU dapat berjalan bersama dengan harmonis, mewujudkan mimpi Indonesia akan pendidikan yang inklusif, bermutu, dan berakar pada nilai-nilai luhur bangsa. Dengan harap-harap cemas, kita menanti langkah mereka berikutnya dalam membangun dikdasmen Indonesia yang lebih baik, penuh harapan dan cahaya untuk generasi mendatang. Semoga!
Penulis adalah Khoirul Anwar, Pengajar Media Technology UIN Maliki Malang.